Pabrik ponsel ilegal tersebut menggunakan ruko sebagai kedok kerja mereka.
Warga sempat kaget mengetahui ada pabrik handphone ilegal berkedok ruko dalam kompleks itu.
Dikutip dari Tribun Jakarta, (2/12/2019), selama ini, warga mengetahui tiga unit tuko milik tersangka NG dijadikan tempat jual beli aksesoris.
"Saya nggak tahu ada pabrik (handphone). Malah tahunya itu jualan tas," kata Adi (28), salah satu pekerja dalam Kompleks Ruko Toho, Senin (2/12/2019).
Adi yang baru bekerja tiga bulan di kompleks tersebut mengaku tak merasa curiga dengan ruko tersebut.
Sebab, selama ini aktivitas di ruko tersebut berjalan normal.
"Selama ini biasa aja sih, normal-normal aja," kata dia.
Adi mengaku belum pernah masuk atau melihat langsung ke dalam ruko itu.
Yang ia tahu, setiap harinya pegawai ruko tersebut keluar masuk sesuai jam kerja.
"Selama ini ngeliat ada yang keluar masuk, pas masuk sama pulang kerja. Siang pas istirahat," katanya.
Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Budhi Herdi Susianto mengatakan, pengungkapan ini berawal dari adanya informasi soal aktivitas bongkar muat handphone yang cukup aktif di Kompleks Ruko Toho.
Setelah diselidiki, polisi menemukan bahwa tiga unit ruko milik NG dalam kompleks tersebut adalah pabrik handphone ilegal.
Tersangka menyalahi perizinan awal peruntukkan ruko yang ia daftarkan.
"Jadi izin usahanya, izin perdagangan aksesoris," ucap Budhi.
NG ditangkap hari ini di Pontianak, Kalimantan Barat. Sebelumnya pada Jumat (29/11/2019), polisi terlebih dahulu menggerebek pabrik handphone ilegal berkedok ruko itu.
Dari penggerebekan, polisi menyita 18.000 unit handphone ilegal siap edar.
NG ditetapkan sebagai tersangka lantaran melakukan sejumlah pelanggaran.
Ia menyalahi perizinan tiga ruko miliknya, di mana perizinan awalnya yakni izin perdagangan aksesoris.
NG juga mengimpor suku cadang handphone dari Cina untuk selanjutnya dirakit dalam ruko miliknya tersebut.