Perjuangan Abdul Muis, Sastrawan & Jurnalis yang Dapat Gelar Pahlawan Nasional Pertama di Indonesia

Penulis: Dinar Fitra Maghiszha
Editor: Natalia Bulan Retno Palupi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Abdul Muis, tokoh Sarekat Islam pernah memimpin pemogokan buruh pegadaian, sistem pajak pemerintah Hindia Belanda hingga ia jadi pahlawan nasional untuk kali pertama

Ketidaksukaan orang-orang Belanda terhadap Abdul Muis disebabkan karena sifat-sifat nasionalisme yang diperlihatkan Abdul Muis di depan para pegawai orang-orang Belanda.

Abdul Muis kemudian diterima bekerja sebagai korektor di kantor harian De Preanger Bode di Bandung.

Kepandaian Abdul Muis dalam Bahasa Belanda, menjadikan dirinya diangkat sebagai hoofdcorrector di kantor harian tersebut.

Abdul Muis tercatat merupakan anggota dari Sarekat Islam yang dipimpin oleh Haji Oemar Said Tjokroaminoto.

Abdul Muis diangkan menjadi pemimpin redaksi surat kabar Kaum Muda, yaitu surat kabar terbitan Serikat Islam di Bandung.

Dalam surat kabar tersebut, Abdul Muis sering menulis dengan nama sandi “A.M”

Dalam organisasi Sarekat Islam, Abdul Muis aktif dalam gerakan memperjuangkan otonomi yang luas bagi Hindia Belanda sepanjang Perang Dunia I.

Abdul Muis masuk sebagai anggota delegasi “Comite Indie Weerbaar” (Panitia Pertahanan Hindia).

Pada tahun 1917, Abdul Muis berkunjung ke Negeri Belanda.

Sepulangnya dari Belanda,  surat kabar pimpinannya, yaitu Kaum Muda telah dibredel oleh pemerintah Hindia Belanda.

Namun demikian, surat kabar tersebut berdiri lagi dengan nama Neratja, yang masih mempertahankan Abdul Muis sebagai pimpinan surat kabar tersebut.

Dalam perjalanan selanjutnya, Abdul Muis diangkat menjadi anggota Volksraad (Dewan Perwakilan Rakyat) yang dibuka pada 18 Mei 1918.

Sebagai seorang wartawan, Abdul Muis menulis berita di berbagai surat kabar.

Selain itu Abdul Muis juga menulis dalam bidang politik.

Sarekat Islam: Perjuangan Politik dan Pemogokan

Abdul Muis merupakan tokoh Sarekat Islam dengan pimpinan Haji Oemar Said (H.O.S) Tjokroaminoto.

Pada akhir dekade kedua abad ke-20, Sarekat Islam terbagi menjadi dua kubu yaitu Sarekat Islam Putih dan Sarekat Islam Merah.

Sarekat Islam Putih dipimpin oleh Abdul Muis dan Agoes Salim, sedangkan Sarekat Islam Merah dipimpin oleh Semaoen dan Darsono.

Dalam tubuh Sarekat Islam, Abdul Muis menerapkan sistem disiplin partai untuk menyingkirkan orang-orang kiri.

Abdul Muis pernah dituduh terlibat dalam kasus tewasnya seorang pengawas perkebunan berkebangsaan Belanda di Tolitoli, Sulawesi Tengah, pada Juni 1919.

Halaman
1234


Penulis: Dinar Fitra Maghiszha
Editor: Natalia Bulan Retno Palupi
BERITA TERKAIT

Berita Populer