Dalam kasusnya di KPK, Imam diduga telah menerima suap sebanyak Rp 14,7 miliar melalui staf pribadinya Miftahul Ulum selama rentang waktu 2014-2018.
Selain itu, dalam rentang waktu 2016-2018 Imam juga diduga meminta uang senilai Rp 11,8 miliar.
Total penerimaan Rp 26,5 miliar tersebut diduga merupakan commitment fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan KONI kepada Kemenpora Tahun Anggaran 2018.
Salah satu yang menjadi materi praperadilan adalah persoalan penahanan Imam pada 27 September 2019.
Menurut kuasa hukum Imam Nahrawi, Saleh, pada saat penyidik KPK menahan Imam, pimpinan KPK menyatakan bahwa KPK telah menyerahkan mandat operasional KPK kepada Presiden Joko Widodo, tepatnya pada 13 September 2019.
"Yang melakukan penahanan tanggal 27 September adalah Agus Rahardjo selaku penyidik."
"Sementara kita tahu bahwa Pak Agus Rahardjo, ini Pak Agus sendiri loh yang ngomong di media, ia menyerahkan mandat kepada presiden di tanggal 13 September 2019," kata Saleh di PN Jaksel, Senin (4/11/2019).
Saleh juga berpendapat, Saut Situmorang sebagai salah satu pimpinan KPK telah mengundurkan diri di hari yang sama.
Dengan demikian, keputusan KPK menahan Imam dinilai cacat hukum karena ada salah satu pimpinan yang tidak ikut dalam pengambilan keputusan itu.
"Selain itu Pak Saut Situmorang juga sudah menyatakan mengundurkan diri."
"Nah oleh karena itu, ini kolektif kolegialnya, kita kemudian jadikan materi praperadilan," tutur Saleh.
Selain itu, Imam juga belum diperiksa sebagai calon tersangka sesuai putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014.
Pihak Imam juga mempertanyakan mengapa pemeriksaan saksi-saksi baru dilakukan setelah penetapan Imam sebagai tersangka, yaitu pada 28 Agustus 2019.
Baca: Kementerian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia (Kemenpora RI)
Baca: Audisi Bulu Tangkis Dilanjut, Inilah 4 Poin Kesepakatan PB Djarum dan KPAI yang Dimediasi Kemenpora
Baca: Sebut Kerusuhan di GBK Hanya Lempar-lempar Air, Polisi Indonesia Dikritik Menpora Malaysia
Kemudian, kuasa hukum juga mempermasalahkan proses investigasi yang tumpah tindih.
Sebab, Saleh mendapatkan informasi bahwa ada kasus yang melibatkan kliennya di Kejaksaan Agung.
"Juga ada hal lain bahwa proses penyidikan terkait dengan proses yang hari ini dilakukan oleh KPK, juga dilakukan oleh Kejaksaan Agung."
"Kami punya panggilan-panggilannya dan sampai sekarang masih berjalan," tutur dia.
Saleh juga menilai bahwa proses hukum untuk kliennya seharusnya batal karena tidak menggunakan UU KPK hasil revisi.