Peringatan Serangan Teroris, Emmanuel Macron Ingatkan Warga Prancis Ideologi Garis Keras Mematikan

Penulis: Dinar Fitra Maghiszha
Editor: Putradi Pamungkas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dalam sambutan peringatan terhadap korban terorisme, Macron menekankan untuk melawan sarang ideologi garis keras

Angka radikalisme di Prancis juga tumbuh sejak tahun 2015.

Perdana Menteri Prancis, Edouard Philippe mengatakan bahwa setiap serangan dan banyak lainnya telah dilacak oleh unit intelijen.

Ia mengatakan "Lima puluh sembilan serangan telah didata dan dilacak dalam enam tahun belakangan. Apabila ditanya ada kesalahan, iya. Dalam perang melawan satu orang, masih ada beberapa orang, dan mereka selalu dramatis"

Pada hari Ahad minggu ini, (6/10/2019), Philippe juga mengumumkan rencana melakukan evaluasi terhadap lembaga kepolisian dalam sistem kerja mereka.

Hal tersebut dilakukan untuk mendeteksi tanda-tanda radikalisme.

Phillippe menambahkan "Untuk seluruh jajaran intelijen, deteksi atas ancaman internal adalah sebuah prioritas. Pada khususnya, segala macam tanda radikalisme tidak boleh diabaikan, pun juga tidak boleh untuk didiamkan"

"Orang-orang akan memberitahuku bahwa 'kebijakan tanpa risiko' adalah tidak nyata, dan itu memang benar. Tapi ini adalah tetap tanggung jawab untuk tidak menerima hal tersebut sebagai kewajaran pun juga untuk selalu menutup celah yang ada"

Kisah Narapidana Asal Australia 

 Jamil Ahmad Shqeir, salah seorang narapidana kelompok teroris ISIS asal Australia menuturkan alasannya bergabung dengan militan ekstrim tersebut.

Pernyataan Jamil kepada ABC, Senin, (16/9/2019), mengaku bergabung dengan konflik di Suriah setelah diyakinkan dalam suatu acara amal pada tahun 2013.

"Saat itu di Australia, isu tentang Suriah jadi pembicaraan dimana-mana. Semua orang bicara tentang Suriah," kata Jamil.

Saat ini, Jamil berada dalam tahanan Kurdi di Suriah.

Jamil merupakan salah satu dari sekitar tujuh orang anggota ISIS asal Australia yang kini mendekam dalam penjara Kurdi di barat laut Suriah.

North Press Agency yang dikutip ABC, telah melakukan wawancara dengan empat orang di antaranya dan mempublikasinya.

Berbeda dengan kombatan lainnya, Jamil justru tidak menyangkal bahwa dirinya adalah kombatan ISIS.

Ikut Tergerak

Sempat diwawancara oleh TV lokal setempat, Jamil menyatakan bahwa pada tahun 2013, dirinya mudah masuk ke Suriah untuk terlibat dalam konflik.

"Banyak orang yang membantuku masuk. Saya waktu tak mau hanya duduk berpangku tangan," ungkapnya.

Tak hanya itu, Jamil mengaku tergerak hatinya untuk ikut bertindak saat mendengar semua ceramah di masjid-masjid.

Semua ceramah yang dia dengar di masjid-masjid, berbicara tentang Suriah.

Halaman
1234


Penulis: Dinar Fitra Maghiszha
Editor: Putradi Pamungkas
BERITA TERKAIT

Berita Populer