Chambali saat itu adalah Ketua Barisan Ansor Serbaguna (Banser) di Kecamatan Rengel, Tuban, Jawa Timur, pada tahun 1964-1967.
Chambali mengingat bahwa saat meletus Gerakan 30 September 1965, Kabupaten Tuban ikut bergolak.
Baca: G30S 1965 - Pembantaian Massal terhadap Anggota dan yang Tertuduh PKI di Kabupaten Tuban, Jawa Timur
Kabupaten Tuban adalah salah satu daerah yang disebut sebagai Tapak Merah.
Makna Tapak Merah mengacu pada banyaknya kecamatan di Kabupaten Tuban dengan basis PKI yang kuat.
Beberapa kecamatan dengan basis PKI adalah Kecamatan Plumpang, Palang, Soko, Semanding, Tuban Kota dan Rengel.
Selain itu, Syam Kamaruzaman, tokoh dan pejabat Politbiro PKI juga berasal dari Tuban, seperti dilansir oleh Tribunnewswiki.com, (17/9/2019).
Syam merupakan tangan kanan Aidit.
Baca: Hari Ini dalam Sejarah: 5 Oktober 1965, Pemakaman Korban G30S
Chambali menuturkan bahwa dirinya saat itu ditunjuk sebagai Ketua Banser Rengel oleh Ketua Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama Tuban, Kiai Haji Murtadji.
Chambali menjelaskan pernyataan Kiai Murtadji, bahwa saat itu kondisi negara dalam keadaan genting.
Diperlukan orang yang tegas dan berani membunuh orang PKI.
Permintaan sang kiai tersebut langsung Chambali terima.
Chambali mengaku bahwa kemarahan kepada orang-orang PKI sudah di ubun-ubun.
Baca: G30S 1965 - Surat Pertama Presiden Sukarno setelah Terjadinya Gerakan 30 September
Hal itu disebabkan karena beberapa kali mereka (orang-orang PKI) hendak membunuhnya.
Chambali juga menegaskan bahwa tidak suka dengan cara orang-orang PKI menistakan para ulama panutannya.
Tak hanya itu, Chambali juga merasa yakin bahwa dari sekian banyak pemuda di daerah Rengel, hanya dirinyalah yang berani jadi eksekutor, membantai orang PKI.
Chambali menganggap urusan dengan PKI bukan cuma perbedaan ideologi, melainkan mirip perang agama.
"Membunuh atau dibunuh. Kalau mereka tidak dibunuh sekarang, besok mereka yang akan membunuh kami. Merusak agama kami," katanya.
Chambali mengaku membunuh anggota PKI bersama-sama dengan anggota organisasi pemuda lainnya, seperti Pemuda Muhammadiyah dan pemuda Barisan Rakyat (Banra), organisasi afiliasi Partai Nasional Indonesia.
Diceritakan olehnya, para pemuda tersebut selalu dipanggil setiap kali ada jadwal eksekusi.