Mengutip dari Kompas.com, Sabtu (12/10/2019), Partai Gerindra dan partai pengusung Jokowi, yaitu PDIP sama-sama dari partai nasionalis.
"Saya termasuk orang yang berpendapat bahwa besar peluang Gerindra untuk masuk kabinet kali ini pertama karena ideologi PDI-P, partainya Jokowi itu dekat dengan Gerindra, sama-sama nasionalis," kata Qodari, saat ditemui Kompas.com.
Alasan kedua, Qodari mengatakan bahwa hubungan baik Jokowi dan Prabowo mempengaruhi kemungkinan besar Partai Gerindra dapat masuk dalam kabinet kerja jilid II.
Baca: Jokowi Sebut Susunan Kabinet Rampung, Akui Kemungkinan Perubahan Susunannya setelah Bertemu SBY
Baca: Seusai Ketemu SBY & Prabowo Subianto, Jokowi Nyatakan Susunan Kabinet/Menteri Jokowi Jilid 2 Rampung
"Kemarin keliatan kan sama Prabowo, dia (Jokowi) bisa mengatakan, 'Kita mesra kan', Pak'. Sementara pak SBY kita tidak lihat kita mesra kan," ujarnya.
Alasan ketiga, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri terlihat menerima Prabowo dalam beberapa kali kesempatan.
Oleh karena itu, beberapa kemungkinan variabel dianggap menjadi peluang Partai Gerindra masuk dalam kabinet kerja Jokowi-Maruf Amin.
"Pengalaman yang lain adalah di periode pertamanya Pak Jokowi memang menambah partai dari luar koalisi. Ada Golkar, PAN saya kira di 2019 ini partai dari luar itu namanya Gerindra," terang Qodari, dikutip dari Kompas.com.
Dilansir Tribunnews, pengamat politik dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), I Made Leo Wiratma menyayangkan keputusan Gerindra jika benar akan bergabung dengan koalisi pemerintah Jokowi-Ma'ruf Amin.
"Bila isu bergabungnya Partai Gerindra dengan koalisi Pemerintah benar, berarti oposisi hanya tinggal kenangan," ujar I Made Leo kepada Tribunnews.com, Rabu (9/10/2019).
Menurutnya, jika hal itu benar terjadi maka kelompok penyeimbang pemerintah semakin tidak berimbang.
Maka nantinya kompromi-kompromi politik akan terus terjadi sehingga mereka hanya akan bicara pendapat apa, misalnya berebut jatah kursi menteri.
Sehingga daya kritis akan semakin pudar dan keberpihakan pada rakyat akan semakin jauh.
"Hal ini hanya akan membawa kemunduran bagi demokrasi negeri ini. Korupsi akan kembali merajalela, apalagi KPK sudah berhasil dilumpuhkan," jelasnya.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio memberikan saran agar partai Gerindra tetap menjadi oposisi dan tidak meminta jabatan menteri kepada Presiden Joko Widodo.
Baca: Kabinet Kerja jilid II, Jokowi Bakal Umumkan Usai Pelantikan, Ini Gambaran Komposisi Menteri
Hendri Satrio menjelaskan bahwa oposisi juga bisa berkontribusi terhadap pembangunan bangsa.
Dengan demikian, Gerindra juga telah memberikan pendidikan yang baik untuk publik dan generasi yang akan datang.
"Meskipun sudah dibantah Juru Bicara Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Dahnil Anzar Simanjuntak tentang itu. Tapi saya harap semua kader Gerindra juga bersuara yang sama ke publik tidak meminta kursi menteri," tegasnya.
Baca: 5 Profil yang Diusung Fraksi PKB Duduki Kursi Menteri di Kabinet Jokowi-Maruf