Veronica Koman Tiap Hari Dapat Ancaman Dibunuh dan Diperkosa: Ini Hasil Investigasi 2 Bulan BBC

Editor: haerahr
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Victor Yeimo pentolan Komite Nasional Papua Barat (KNPB) bersama pengacara Veronica Koman di gedung PBB Jenewa. TERBONGKAR Investigasi 2 Bulan BBC, Veronica Koman Tiap Hari Dapat Ancaman Dibunuh dan Diperkosa.

Untuk memastikan foto itu bukan foto asli, foto tersebut diunggah ke mesin pencari gambar Yandex.

Ketika dicari dengan image reverse search, foto-foto tersebut sudah pernah diunggah oleh orang lain sebelumnya.

Ketika diperiksa di lini masa, konten yang mereka unggah hanya konten-konten yang diprogram ini dan tidak ada yang lain.

Setiap akun mengunggah konten pada jam berbeda, tapi kerap kali pada menit dan detik yang sama sehingga kecil kemungkinan dilakukan akun yang bukan bot.

Mengenali akun bot di Twitter. (BBC)

Banyak dari akun bot terkait InsightID yang ditemukan dalam investigasi, kini sudah diblokir oleh Twitter.

Kepada BBC, juru bicara Twitter menjelaskan bahwa manipulasi platform, termasuk spam dan cara lain untuk mengakali integritas sistem Twitter, jelas-jelas pelanggaran peraturan Twitter.

"Manipulasi platform (termasuk otomatisasi dengan niatan buruk, dan pengikut palsu) tidak diizinkan di Twitter. Kami terus berusaha mencari dan mencegah akun yang menunjukkan tanda-tanda memanipulasi percakapan publik di Twitter," kata juru bicara Twitter melalui email.

Pojokkan media internasional

Investigasi BBC dan ASPI juga mengungkap beberapa laman yang menyebarkan informasi tidak benar mengenai Papua.

Website-website ini serupa, namun berdiri sendiri dan tidak ada hubungannya dengan InsightID.

Itu adalah Wawawa Journal, sebuah situs berbahasa Inggris, tampak seperti sebuah situs berita.

Beberapa artikelnya berupa opini positif tentang Indonesia, beberapa artikel di dalamnya menulis informasi dari narasumber tanpa nama.

Artikelnya kemudian disebarkan melalui media sosial dengan tagar yang berkaitan dengan Papua.

"Menariknya, banyak artikel ini menyerang media-media Internasional, seperti Australian Broadcasting Corporation atau Radio New Zealand," kata Elise.

Wawawa Journal, dan situs serupa bernama tellthetruthnz, terdaftar atas nama Muhamad Rosyid Jazuli.

Dia adalah CEO Jenggala Institute for Strategic Studies, sebuah lembaga yang menginduk pada Jenggala Center.

Pada laman resmi Jenggala Center, yayasan ini menyebut "lahir dari hiruk-pikuk kerja politik di Tim Jenggala, sebuah tim pemenangan yang menginduk kepada (ketika itu) Cawapres Jusuf Kalla".

Saat dikonfirmasi, Muhamad Rosyid Jazuli mengakui bahwa dia memang membuat kedua website tersebut atas inisiatif pribadi, bersama beberapa temannya.

Dia membantah bahwa website yang dibuatnya bermuatan politis.

"Itu inisiatif sendiri. Kami prihatin, karena media internasional selalu mengutip hanya beberapa tokoh yang dianggap mewakili situasi di Indonesia. Itu tidak fair. Harus ada penyeimbang," kata Rosyid.

Salah satu artikel di Wawawa Journal menyebut bahwa Komisioner PBB untuk hak asasi manusia Michelle Bachelet menyatakan bahwa lembaga internasional menyambut positif cara Indonesia menangani masalah di Papua.

Padahal, Michelle Bachelet menyatakan bahwa dirinya prihatin dengan kekerasan yang terjadi dan meminta otoritas untuk berdialog dan menghindari penggunaan kekerasan.

Artikel lain di Wawawa Journal menyebut bahwa pembakaran rumah dan kerusuhan di Wamena dipicu oleh disinformasi yang dilakukan pengacara Veronika Koman.

Artikel lain di Wawawa Journal menyebut bahwa pembakaran rumah dan kerusuhan di Wamena dipicu oleh disinformasi yang dilakukan pengacara Veronika Koman.

Dalam salah satu tulisannya, Wawawa Journal menyatakan bahwa cuitan Veronika Koman "Itu adalah trigger yang membuat teman-teman [di Papua] menjadi lebih anarkis," kata Rosyid membela tulisan tersebut.

Meski demikian, Rosyid menolak jika lamannya disebut memberi berita bohong, maupun disinformasi dan misinformasi.

"Saya menyebarkan ini untuk memberikan pandangan alternatif. Ini upaya untuk memberikan upaya balance di dunia pemberitaan, dan pengayaan diskursus," kata Rosyid.

Dia juga menyatakan bahwa biayanya dibayar dengan dana pribadi dan tidak terkait dengan tempatnya bekerja.

Saat ditanya kenapa tidak mendaftarkan websitenya sebagai media, dengan identitas yang jelas dan terdaftar di Dewan Pers, Rosyid menjawab bahwa "karena saya sekolah dan bekerja juga, jadi bikin blog saja".

Mengenai tentang keberadaan situs yang menyebarkan misinformasi dan disinformasi, pemerintah menyatakan akan mengambil tindakan dengan berpatokan pada Dewan Pers.

"Kalau website atau portal tertentu belum terdaftar di dewan pers, kami anggap sebagai produk bukan pers. Kalau produk bukan pers, kami nilai dengan UU ITE," kata Ferdinandus Setu, Plt Kepala Biro Humas Kemenkominfo.

Dengan UU ITE, jika menemukan konten provokatif, SARA dan hoaks, dia menyatakan bahwa Kementrian akan langsung memblokirnya.

Berbeda dengan situs yang terdaftar di Dewan Pers, maka Kementerian akan bertindak sesuai UU Pers.(*)



Editor: haerahr
BERITA TERKAIT

Berita Populer