Massa dari kalangan pelajar tersebut terdiri dari berbagai sekolah dan menyebabkan kerusuhan di beberapa lokasi.
Para pelajar bentrok dengan polisi dan melakukan pembakaran.
Dikutip dari Kompas.com, unjuk rasa tersebut terjadi di sekitar Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Rabu (25/9/2019).
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengungkapkan bahwa polisi mengamankan 570 pelajar SMP dan SMA hingga pukul 20.00 WIB.
"Iya benar sudah 570 pelajar (yang diamankan)," kata Argo saat dikonfirmasi.
Menurut Argo, para pelajar yang diamankan menjalani pembinaan di Polda Metro Jaya.
Sebagian pelajar akhirnya dijemput oleh orang tua mereka.
Baca: Polisi Akui Salah soal Penahanan Ambulans Milik Pemprov DKI yang Dituding Bawa Batu dan Bensin
"(Sebagian pelajar) didata kemudian dijemput orangtuanya," ujar Argo.
Polisi sebelumnya melakukan sweeping dan menangkap sejumlah pelajar berseragam putih abu-abu dan pramuka yang mengendarai motor menuju Kompleks Parlemen Senayan.
Polisi menyebutkan belum mengetahui tujuan aksi demo yang dilakukan masyarakat.
Najeela Shihab, pengamat pendidikan dan penggagas forum Semua Murid Semua Guru (SMSG) mengatakan jika murid akan belajar dan bereaksi terhadap apa yang terjadi di lingkungan.
"Murid kita hidup di ekosistem masyarakatnya, belajar dan bereaksi terhadap apa yang terjadi di lingkungan," ujar Ela sapaan akrabnya.
Pengungkapkan Najeela Shihab tersebut dikatakan pada saat dihubungi Kompas.com, Rabu (25/9/2019).
Baca: Pimpin Bersih-bersih Sampah Sisa Demo, Awkarin Menolak Difoto dan Selfie
"Setiap hari, anak-anak di sekitar kita sesungguhnya mendapat berbagai pengalaman dengan kekerasan, pemahaman yang positif maupun negatif tentang demokrasi dan punya beragam hubungan dengan otoritas maupun orang dewasa yang ada," terangnya.
Ela menambahkan, diperlukan peran guru, orangtua dan aparat untuk melakukan pendampingan terhadap pelajar yang melakukan aksi demo tersebut.
"Tugas guru, orangtua maupun aparat keamanan adalah memberikan bimbingan terhadap anak-anak ini. Caranya lewat keteladanan, lewat komunikasi yang intensif bukan sekadar hukuman apalagi membalas dengan menguatkan lingkaran kekerasan," tegas Ela.
"Anak-anak yang kita lihat sebagai pelaku atau oknum dalam berbagai peristiwa seringkali juga sebenarnya korban," ujar Ela mengingatkan.
"Mengekspresikan diri dalam berbagai bentuknya, termasuk dalam demonstrasi, adalah bagian dari hak asasi. Tetapi, untuk bisa menjalankan perannya sebagai warga negara, anak butuh dukungan dan pendampingan agar bisa menyampaikannya dengan cara yang baik," tambah Ela.
"Murid kita hidup di ekosistem masyarakatnya, belajar dan bereaksi terhadap apa yang terjadi di lingkungan. Setiap hari, anak-anak di sekitar kita sesungguhnya mendapat berbagai pengalaman dengan kekerasan, pemahaman yang positif maupun negatif tentang demokrasi dan punya beragam hubungan dengan otoritas maupun orang dewasa yang ada," ujarnya.