Cerita Putri Jenderal Achmad Yani Usai Trauma G30S, Gagal Nyalon Bupati Purworejo, Uang Habis

Penulis: Putradi Pamungkas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Amelia Achmad Yani dalam kegiatannya pada 30 September 2017 di tempat tinggalnya, Wisma Indonesia di Sarajevo, sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Bosnia dan Herzegovina

TRIBUNNEWSWIKI.COM - Kisah Amelia Yani Putri Jenderal Achmad Yani, masih alami trauma peristiwa G30S, sempat menyepi di desa selama 20 tahun, gagal nyalon Bupati Purworejo.

Sosok Jenderal Achmad Yani bakal dikenang selamanya sebagai pahlawan revolusi Indonesia.

Achmad Yani turut menjadi korban pembunuhan anggota Gerakan 30 September.

Ia dibunuh saat anggota gerakan tersebut mencoba menculik dia dari rumahnya.

Salah satu putri Jenderal Achmad Yani adalah Amelia Achmad Yani.

Dikutip dari Tribun Makassar, ia mengisahkan bagaimana dirinya mengobati luka batin karena memori peristiwa pembunuhan ayahnya oleh kelompok yang mengatasnamakan Gerakan 30 September (G30S) tahun 1965.

Kisah yang dibagikan dua tahun lalu ini mengungkapkan bahwa Amelia Yani sempat tinggal lebih dari 20 tahun di sebuah desa kecil untuk menepi dari keramaian kota.

Menurutnya, di desa tersebut, ia dapat berdamai dengan keadaan.

Perjalanan batinnya semakin kaya ketika ia mulai bertemu dengan para anggota keluarga keturunan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang berseberangan dengan keluarganya.

Dilansir oleh Kompas.com 10 Oktober 2017 silam, melalui wawancara khusus wartawan Widianti Kamil, Amelia Yani sedang berada di Sarajevo, dalam tugasnya sebagai Duta Besar Indonesia untuk Bosnia-Herzegovina.

Amelia Jenderal Achmad Yani adalah anak ketiga dari delapan putri dan putra almarhum Jenderal Jenderal Achmad Yani dan almarhumah Yayu Rulia Sutowiryo.

Jenderal Jenderal Achmad Yani adalah seorang pahlawan revolusi yang gugur dalam peristiwa pada tanggal 30 September - 1 Oktober 1965 oleh kelompok yang mengatasnamakan Gerakan 30 September/G30S di Jakarta.

Ingatannya terhadap peristiwa G30S selalu muncul sebagai peristiwa kelam saat memasuki bulan September.

"Seperti sebuah potret yang berjalan," kata Amelia.

Dituturkan olehnya bahwa ia selalu mengadakan tahlilan di mana ia sedang berada.

"Dan, saya sesuaikan, kalau di sini (di Wisma Indonesia), di Sarajevo (Bosnia-Herzegovina), saya sesuaikan tanggalnya dengan di Jakarta, jamnya juga bersamaan.

Kodam (di Jakarta) membuat tahlilan setelah magrib, di sini jam satu (13.00 waktu Sarajevo),". kata Amelia.

Ditanya perihal buku yang ditulis tentang ayahnya dan peristiwa G30S, Amelia menuturkan bahwa tujuannya adalah ingin agar generasi muda belajar dari peristiwa-peristiwa sebelumnya (terutama peristiwa G30S)

"Saya pikir tadinya, anak muda itu banyak yang terkait hal-hal yang negatif. Saya pikir seperti itu,"

"Ternyata, banyak sekali pemuda Indonesia, mahasiswa, yang sangat cinta, untuk mengetahui sejarah bangsa sendiri. Begitu mereka menghubungi saya lewat Facebook, saya menulis tiap malam, untuk mereka, seperti apa pengorbanan itu."

Halaman
1234


Penulis: Putradi Pamungkas

Berita Populer