Benny Wenda yang tinggal di Oxford, Inggris dalam wawancaranya dengan SBS News Australia, Selasa (3/9/2019), menyatakan bahwa Indonesia telah melakukan genosida terhadap masyarakat Papua.
"Apa yang terjadi, apakah Indonesia melakukan genosida dan ini adalah kejahatan terhadap kemanusiaan,"
Baca: Deretan Fakta Kerusuhan Papua, Ada 46 Tersangka, Benny Wenda Disebut Menghasut, PLN Rugi 1,9 Miliar
Baca: Jadi Tersangka Kerusuhan Asrama Papua, Veronica Koman Berkicau di Twitter
"Berapa banyak orang yang perlu dibunuh agar PBB melakukan intervensi, untuk datang ke Papua Barat dan melihat apa yang terjadi?" kata Wenda
Ia juga menyatakan bahwa situasi di Indonesia mirip seperti situasi di Timor Timur (di masa pergolakan).
"Ini akan jadi buruk dan semakin bertambah buruk. Ini akan menjadi seperti Timor Timur berikutnya. Situasinya sangat mirip dengan Timor Timur dan itulah mengapa saya memanggil PBB untuk melakukan intervensi karena saya tidak mau hal ini menjadi seperti Timor Timur sebelum terlambat. Ini butuh perhatian lebih" ungkap Benny Wenda.
Baca: Empat WN Australia Dideportasi Karena Dugaan Mengikuti Unjuk Rasa Pro-Kemerdekaan di Papua Barat
Dilansir oleh ABC, Rabu, (4/9/2019), Benny Wenda meminta agar PBB melakukan intervensi untuk datang ke Papua Barat.
Tak hanya itu, Benny Wenda juga meminta Perdana Menteri Australia Menteri Scott Morrison untuk mengutuk tindakan keras Indonesia terhadap demonstran pro-kemerdekaan.
"Saya berharap Perdana Menteri Australia akan membuat pernyataan tentang situasi saat ini. Kita perlu Australia untuk bersuara dan membuat pernyataan publik tentang krisis kemanusiaan di Papua Barat. "
Ia mengatakan situasi di Papua Barat saat ini "sangat mirip" dengan perjuangan berdarah untuk kemerdekaan yang terjadi di Timor Timur atau sekarang Timor-Leste - 20 tahun yang lalu.
Baca: Syamsul Arifin, ASN Pemkot Surabaya Tersangka Ujaran Rasis ke Mahasiswa Papua Resmi Ditahan
Merespon isu referendum, pemerintah Indonesia menegaskan bahwa tidak ada kemungkinan mengadakan dialog perihal kemerdekaan dan referendum di Papua.
Wiranto selaku Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) menerangkan bahwa wacana referendum yang muncul pasca kerusuhan di sejumlah kawasan di Papua pekan lalu tidak mungkin terjadi.
Wiranto juga menegaskan bahwa secara hukum opsi referendum sudah tidak dimungkinkan.
Hal tersebut diakui Wiranto karena kedua wilayah itu sudah pernah digelar referendum pada tahun 1969 melalui mekanisme Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera).
"(Hasilnya) Papua Barat waktu itu Irian Barat, sah sebagai wilayah NKRI, bulat, sah, dan didukung oleh banyak negara oleh keputusan PBB," kata Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (3/9./2019).
Wiranto juga menjelaskan perihal status hukum yang membedakan Papua dan Papua Barat dengan Timor Leste.
"Opsi referendum bagi warga Timor Leste dimungkinkan karena Timor Leste ketika itu masih menjadi wilayah perwalian atau non-pemerintahan sendiri (non-governing territories) yang terdaftar pada Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)." kata Wiranto.
"Kalau bicara referendum, maka sebenarnya hukum internasional sudah tak ada lagi tempat untuk Papua (dan) Papua Barat kita suarakan referendum. Sebab, dalam hukum internasional, referendum itu bukan untuk wilayah yang sudah merdeka," jelas Wiranto
Wiranto menerangkan kalau sejumlah alasan yang sering dijadikan dasar bagi terwujudnya opsi referendum di Papua dan Papua Barat juga tidak benar.