TRIBUNNEWSWIKI.COM - Masyarakat Indonesia digegerkan dengan adanya sebuah film dokumenter menggemparkan yang berjudul Dirty Vote.
Dirty Vote berisi tentang adanya dugaan kecurangan dalam pemilu 2024.
Film dokumenter Dirty Vote tayang perdana pada Minggu 11 Februari 2024 pukul 11.11 WIB.
Dirty Vote berdurasi selama 1 jam 57 menit 21 detik.
Film dokumenter Dirty Vote menunjukkan fakta-fakta dan data-data bagaimana kecurangan Pemilu berjalan.
Dirty Vote adalah film dokumenter eksplanatori yang diterangkan oleh tiga Ahli Hukum Tata Negara.
Mereka adalah Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari.
Ketiga ahli hukum tersebut bahkan secara terang-terangan menguak kecurangan Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 dalam film fokumenter Dirty Vote.
Film dokumenter Dirty Vote diawali dengan pesan sederhana Zainal Arifin Mochtar.
Baca: Ahok Luruskan Soal Sebut Gibran Ban Serep dan Jokowi Bukan Joki Prabowo : Enggak Usah Ribut
"Jika Anda nonton film ini saya punya pesan sederhana, satu tolong jadikan film ini sebagai landasan untuk Anda melakukan penghukuman," papar Zainal Arifin Mochtar, dikutip dari YouTube Dirty Vote, Minggu (11/2/2024)
Sedangkan, Bivitri Susanti mengungkapkan bahwa dirinya mau terlibat dalam film dokumenter Dirty Vote supaya semakin banyak masyarakat tahu bahwa Pemilu saat ini sedang tidak baik-baik saja.
"Saya mau terlibat dalam film ini karena banyak orang yang akan makin paham, bahwa memang telah terjadi kecurangan yang luar biasa. Sehingga Pemilu ini tidak bisa dianggap baik-baik saja," kata Bivitri.
Feri Amsari meneruskan, film Dirty Vote akan memberikan pendidikan kepada orang-orang tentang bagaimana politisi sudah mempermainkan publik hanya untuk kepentingan golongan.
Baca: Prabowo-Gibran Kuat di Jatim, Cek Hasil Survei Elektabilitas Pilpres 2024 Terbaru
"Selain diajak oleh figur-figur yang saya hormati, tentu saja film ini dianggap akan mampu mendidik publik betapa curangnya Pemilu kita dan bagaimana politisi telah mempermainkan publik pemilih hanya untuk memenangkan kepentingan mereka," ujar Feri Amsari.
Bivitri Susanti melanjutkan, ia meminta supaya kecurangan yang terjadi tidak boleh didiamkan.
Terkhusus atas nama kelancaran Pemilu.
"Kecurangan ini jangan didiamkan atas nama kelancaran Pemilu," tegas Bivitri Susanti.
Pada akhir film dokumenter Dirty Vote, ketiga Ahli Hukum Tata Negara tersebut memberikan pernyataan pamungkas mereka.
Feri Amsari mengawali dengan pernyataan jika semua rencana kecurangan Pemilu ini tidak didesain dalam semalam juga tidak didesain sendirian.
"Sebagian besar rencana kecurangan yang terstruktur sistematis dan masif untuk mengakali Pemilu ini sebenarnya disusun bersama dengan pihak-pihak lain. Mereka adalah kekuatan yang selama 10 tahun terakhir berkuasa bersama," kata Feri Amsari.
Lalu Zainal melanjutkan dengan mengatakan apabila persaingan politik dan perebutan kekuasaan yang disusun bersama-sama aat ini digerakkan oleh satu pihak pemegang kunci.
Baca: Profil Ahok, Sebut Jokowi dan Gibran Tak Bisa Kerja, Pernah Dipenjara Kasus Penistaan Agama
"Persaingan politik dan perebutan kekuasaan desain kecurangan yang sudah disusun bareng-bareng ini akhirnya jatuh ke tangan satu pihak yakni pihak yang sedang memegang kunci kekuasaan di mana ia dapat menggerakkan aparatur dan anggaran," ungkap dia.
Kemudian, Bivitri susantu mengatakan skenario kecurangan Pemilu ini sudah dilakukan oleh rezim-rezim sebelumnya di banyak negara.
"Tapi sebenarnya ini bukan rencana atau desain yang hebat-hebat amat skenario seperti ini dilakukan oleh rezim-rezim sebelumnya di banyak negara dan sepanjang sejarah," ungkap Bivitri.
"Karena itu untuk menyusun dan menjalankan skenario kotor seperti ini tak perlu kepintaran atau kecerdasan, yang diperlukan cuma dua mental culas dan tahan malu," tandasnya.
Tambahan informasi, Dokumenter Dirty Vote disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono.
Ini merupakan film keempat yang disutradarainya mengambil momentum pemilu.
Pada 2014 Dandhy lewat rumah produksi WatchDoc meluncurkan film “Ketujuh”, masa itu di mana kehadiran Jokowi dielu-elukan sebagai sosok pembawa harapan baru.
Pada 2017, Dandhy menyutradarai “Jakarta Unfair” tak berapa lama menjelang Pilkada DKI Jakarta.
Dua tahun kemudian, Film Sexy Killers tembus 20 juta penonton di masa tenang pemilu 2019.
Sexy killers membongkar jaringan oligarki bercokol pada kedua pasangan calon yang berlaga saat itu, Jokowi – Ma'ruf Amin versus Prabowo-Hatta.
Seyogyanya menurut Dandhy, Dirty Vote akan menjadi tontonan yang reflektif di masa tenang pemilu.
Diharapkan tiga hari yang krusial menuju hari pemilihan, film ini akan mengedukasi publik serta banyak ruang dan forum diskusi yang digelar.
"Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres. Tapi hari ini, saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara," ungkapnya.
Berbeda dengan film-film dokumenter sebelumnya di bawah bendera WatchDoc dan Ekspedisi Indonesia Baru, Dirty Vote lahir dari kolaborasi lintas CSO.
Ketua Umum SIEJ sekaligus produser, Joni Aswira, mengatakan dokumenter ini sesungguhnya juga memfilmkan hasil riset kecurangan pemilu yang selama ini dikerjakan koalisi masyarakat sipil.
Biaya produksinya dihimpun melalui crowd funding, sumbangan individu dan lembaga.
“Biayanya patungan. Selain itu Dirty Vote juga digarap dalam waktu yang pendek sekali sekitar dua minggu, mulai dari proses riset, produksi, penyuntingan, hingga rilis. Bahkan lebih singkat dari penggarapan End Game KPK (2021),” katanya.
20 lembaga lain yang terlibat kolaborasi dalam film ini ialah: Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Greenpeace Indonesia, Indonesia Corruption Watch, Jatam, Jeda Untuk Iklim, KBR, LBH Pers, Lokataru, Perludem, Salam 4 Jari, Satya Bumi, Themis Indonesia, Walhi, Yayasan Dewi Keadilan, Yayasan Kurawal, dan YLBHI.
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Kaa)
Berita terkait bisa Pemilu 2024 bisa klik di sini