Mereka menyampaikan keluhan tentang relokasi itu. Rusli Ahmad yang menjadi perwakilan warga Rempang mengklaimnya pihaknya terancam oleh rencana relokasi tersebut dan berharap hak warga atas tanah di sana bisa dipenuhi.
"Kami merasa terancam dengan rencana relokasi warga 16 Kampung Tua untuk kepentingan pengembangan industri dari pihak swasta. Kami berharap fraksi PKB bisa membantu kami dalam memperjuangkan hak-hak kami atas tanah maupun hak untuk hidup dengan layak di tanah kelahiran kami," katanya.
Baca: KISAH Viral Ayah Gendong Bayinya yang Pingsan Kena Gas Air Mata saat Bentrok di Rempang Batam
Kata dia, relokasi warga bisa memunculkan dampak negatif, misalnyai hilangnya pekerjaan ribuan kepala keluarga dan risiko konflik horizontal di lokasi baru.
"Kami menyayangkan sikap pemerintah Kota Batam yang seolah lebih berpihak kepada kepentingan swasta daripada kami sebagai warga mereka," katanya.
"Kami tidak menghalangi rencana pengembangan industri, toh, kebutuhan lahan kami dari 16 kampung adat kami hanya sekitar 1.000 hektare, padahal pihak swasta mendapatkan izin mengarap lahan hingga 17.000 hektare. Kembangkan saja industri di 16.000 hektare di luar lahan kami," katanya.
Pada hari Kamis, (7/9/2023), dilakukan pengukuran lahan dan pemasangan patok. Namun, warga mencegat polisi dan Satpol PP serta anggota TNI di Jembatan 4 Barelang yang akan memasang patok.
Personel Brimob Polda Kepri disiagakan guna untuk mencegah aksi kekerasan. Pihak berwenang terpaksa mengeluarkan gas air mata untuk membubarkan massa.
"Kami imbau kepada saudara-saudaraku untuk membubarkan diri," kata Kapolresta Barelang Nugroho dengan pengeras suara, Kamis (7/9/2023).
(Tribunnewswiki)
Baca berita lain tentang kasus Rempang di sini.