Setidaknya ada tiga alasan di balik pencabutan kuasa yang dilakukan oleh Bharada E.
Pertama, lantaran Deolipa dan Boerhanuddin diklaim hanya mencari panggung.
"Pertama adalah waktu tanda tangan kuasa pertama kali itu bukan ditanyakan kasusnya seperti apa, berkasnya bagaimana tetapi langsung press conference, itu yang membuat tidak merasa nyaman. Tidak salah memang press conference, tapi kan etikanya pelajari dulu kasus ini, interview dulu," kata Ronny.
Alasan kedua, sebagai kuasa hukum, Deolipa dan Boerhanuddin menjelaskan apa yang seharusnya tidak dibeberkan kepada publik.
"Ada hal-hal yang tidak harus diungkapkan ke publik, contohnya pemberian uang Rp1 miliar, nah kan ini kan harusnya pembicaraan yang Bharada E untuk pembelaan di pengadilan, tapi disampaikan secara sepotong-sepotong jadi seolah-olah ini Bharada E mengetahui adanya pembunuhan berencana ini, padahal tidak seperti itu, ini kan setelah kejadian," sambungnya.
Alasan ketiga, pasal yang menjerat Bharada E sangat berat sehinga keluarga ingin pengacara yang profesional.
"Ketiga orang tua, karena ini ancamannya hukumannya ancaman hukuman mati, berat. Orang tua mau lawyernya yang profesional, jangan mengeksploitasi keadaanlah," ujar Ronny.
Ronny juga menegaskan bahwa tanda tangan dalam pencabutan kuasa terhadap Deolipa Yumara dan Muhammad Boerhanuddin merupakan asli.
Dia mengatakan tanda tangan itu merupakan tanda tangan asli Bharada E.
"Tidak ada (Dugaan tanda tangan palsu), tidak ada. Itu tanda tangan asli Bharada E," tuturnya.
Pengacara sekaligus politisi tersebut juga memastikan surat pencabutan kuasa oleh Bharada E tersebut memenuhi syarat formal.
"Tidak ada yang cacat formal. Itu tanda tangan asli kok," katanya.
Merujuk Pasal 5 kode etik Advokat Indonesia, Ronny menjelaskan pencabutan kuasa dapat dilakukan secara sepihak tanpa adanya konfirmasi dari pengacara tersebut.
"Perlu kita sampaikan bahwa pencabutan surat kuasa itu sudah diatur di pasal 5 kode etik advokat indonesia. Bahwa pencabutan kuasa itu bisa dilakukan sepihak tanpa adanya konfirmasi atau persetujuan kedua belah pihak," sambungnya.
Diberitakan sebelumnya, Deolipa Yumara selaku mantan pengacara Bharada E menduga adanya intervensi dalam pembuatan surat pencabutan kuasa.
Deolipa mengungkapkan bahwa dirinya dan Bharada E sudah saling mengetahui ada "kode" tersendiri di antara mereka, dalam hal ini menuliskan sebuah surat.
“Ada orang yang mengintervensi atau menyuruh sehingga dia mencabut kuasa. Karena dia ngasih kode nih ke saya, dia sampaikan, dia memberi kode, ‘Bang Deo, ini saya di bawah tekanan,” papar Deolipa Yumara dalam konferensi pers di kediamannya di kawasan Depok, Jawa Barat, Sabtu (13/8/2022).
Buntut dari pencabutan kuasa tersebut, Deolipa Yumara menuntut fee sebesar Rp15 triliun kepada negara.
(TRIBUNNEWS/TRIBUNNEWSWIKI/Puan/Ka)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Deolipa Yumara Sebut Ferdy Sambo Berambisi Jadi Kapolri dan Presiden RI, Karirnya Melesat