TRIBUNNEWSWIKI.COM - Satu Suro merupakan awal bulan pertama tahun baru Jawa, bertepatan dengan 1 Muharam.
Tahun baru Islam jatuh setiap 1 Muharam yang menandai peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad saw dari Makkah ke Madinah pada 622 M.
Penetapan bulan Muharam sebagai awal tahun baru Islam dalam kalender Hijriyah merupakan hasil dari musyawarah para sahabat Nabi Muhammad saw.
Di Indonesia, masyarakat akan menyambut rahun baru Islam dengan berbagai tradisi daerah.
Di Jawa, malam datangnya tahun baru Islam disebut juga dengan malam satu Suro.
Pada malam tahun baru Islam atau malam Satu Suro ada larangan bagi orang Jawa untuk tidur awal dan harus begadang.
Tanggal jatuhnya tahun baru Islam di kalender juga dijadikan sebagai hari libur nasional oleh pemerintah.
Sejarah tahun baru Islam bermula ketika umat Islam mengalami kesulitan dalam menentukan tahun.
Lalu, para sahabat Nabi Muhammad, seperti Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan Thalhan bin Ubaidillah berkumpul untuk menentukan kalender Islam.
Para sahabat nabi tersebut saling menyuarakan usulnya.
Baca: Banyak Beredar Mitos Gerhana Bulan Berkaitan dengan Ibu Hamil, Ini Kata Buya Yahya
Baca: Mitos atau Fakta Minum Air Hangat Bisa Turunkan Berat Badan, Ini Penjelasannya
Di antara usulan tersebut terdapat pendapat yang mengatakan penanggalan Islam dihitung dari peristiwa penyerangan Abrahah terhadap Ka’bah yang dikenal dengan Amul Fiil (tahun gajah).
Ada juga yang menyarankan kalau penanggalan Islam dihitung dari turunnya wahyu pertama kepada Rasulullah SAW.
Ada pula yang mengusulkan penanggalan Islam dihitung dari wafatnya Rasulullah saw, hal tersebut dikarenakan waktu itu diturunkan wahyu terakhir yang menegaskan bahwa Islam sebagai agama yang sempurna. (2)
Lalu, Ali bin Abi Thalib mengusulkan agar kalender Hijriah Islam dimulai dari peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah yang akhirnya usul Ali bin Abi Thali blah yang diterima.
Dari usul Ali Bin Abi Thalib inilah sejarah kalender Islam pertama kali dibuat dan sejarah tahun baru Islam muncul.
Cara Terbaik Merayakan Tahun baru Islam
Umat Islam dilarang merayakan Tahun Baru Islam sebagaimana perayaan tahun baru masehi.
Menyambut Tahun Baru Islam 1 Muharram bisa dengan melakukan berbagai kegiatan positif yang bisa mendatangkan banyak manfaat.
Jika didasarkan pada Alquran, hal pertama yang perlu dievaluasi ketika menyambut 1 Muharram adalah ketakwaan. (4)
Selain itu, ada beberapa amalan Sunnah seperti:
Puasa Asyura
Puasa Asyura dilakukan pada 10 Muharram dan hukumnya sunah.
Meski begitu, puasa Asyura mempunyai keutaman dapat menggugurkan dosa selama setahun bagi yang melaksanakan.
Hadist tentang Puasa Asyura:
عَنْ اَبِى قَتَادَةَ اَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: صَوْمَ يَوْمَ عَرَفَةَ يُكَفِّرُ سَنَتَيْنِ مَاضِيَةً وَمُسْتَقْبِلَةً وَصَوْمُ يَوْمِ عَاشُوْرَاءَ يُكَفِّرُ سَنَةً مَاضِيَةً
Artinya: Dari Abu Qatadah ra. bahwa rasulullah saw bersabda: "Puasa pada hari arafah dapat menghapus dosa selama dua tahun, yaitu tahun yang berlalu dan tahun yang akan datang. danpuasa pada hari Asyura menghapuskan dosa tahun yang lalu." (H.R jamaah kecuali Bukhari dan Tirmidzi)
Niat puasa Asyura:
نَوَيْتُ صَوْمَ عَشُرَ سُنَّةَ ِللهِ تَعَالَى
"Nawaitu sauma Asyuro sunnatal lillahita’ala"
Artinya: Saya niat puasa hari asyura , sunnah karena Allah ta’ala.
Baca: Anak Kembar Usia 5 Tahun Dinikahkan Orangtuanya: Percaya Mitos dan Karma, Timbulkan Kemarahan Publik
Baca: Mitos Foto Bertiga yang Berkembang di Berbagai Negara, Sering Disebut Bisa Bawa Sial
Puasa Tasu’a
Puasa dilakukan sebelum puasa Asyura, yaitu pada 9 Muharram.
Hadist tentang Puasa Tasu’a:
وعن ابن عباس رَضِيَ اللَّهُ عَنهُما قال، قال رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم: ((لئن بقيت إلى قابل لأصومن التاسع)) رَوَاهُ مُسلِمٌ.
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dia berkata : ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Apabila (usia)ku sampai tahun depan, maka aku akan berpuasa pada (hari) kesembilan” (HR. Muslim)
Niat Puasa Tasu’a:
نَوَيْتُ صَوْمَ تَاسُعَاءْ سُنَّةَ ِللهِ تَعَالَى
"Nawaitu sauma tasu'a sunnatal lillahita’ala"
Artinya: Saya niat puasa hari tasu’a, sunnah karena Allah ta’ala.
Menyantuni Anak Yatim
Pada bulan Muharram, umat Muslim juga dianjurkan untuk memperbanyak sedekah termasuk menyantuni anak yatim.
Lantas, apa saja mitos dan fakta malam satu suro?
1. Bulan Muharram termasuk bulan haram
Dalam agama Islam, bulan Muharram (dikenal orang Jawa sebagai bulan Suro) adalah satu di antara empat bulan yang dinamakan bulan haram.
Dalam firman Allah Ta’ala berikut (yang artinya), "Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram (suci). Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu." (QS. At Taubah: 36)
Menurut Abu Bakroh, Nabi Muhammad S.A.W bersabda, "Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Artinya dalam satu tahun ada 12 bulan, di antara ada empat bulan haram (suci). Bulan tersebut adalah Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban." (HR. Bukhari)
Lalu kenapa bulan tersebut disebut bulan haram?
Menurut Al Qodhi Abu Ya’la ahimahullah, ada dua makna bulan haram.
Pertama bulan tersebut diharamkan berbagai pembunuhan.
Kedua adanya larangan berbuat buruk ditekankan karena bulan ini lebih baik dari bulan lainnya.
2. Bulan Muharram adalah Syahrullah (Bulan Allah)
Nabi Muhammad S.A.W bersabda, "Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadan adalah puasa pada syahrullah (bulan Allah) yaitu Muharram. Sementara salat yang paling utama setelah shalat wajib adalah salat malam." (HR. Muslim)
3. Misteri Malam Satu Suro Menurut Islam
Dalam ajaran Islam, mencela waktu termasuk bulan hukumnya adalah haram.
Mencela termasuk kebiasaan orang-orang kafir jahiliyah. Mereka menganggap, yang membinasakan dan mencelakakan mereka adalah waktu.
Allah pun mencela perbuatan mereka ini, sebegaimana pernah dijelaskan dalam firman-Nya,
وَقَالُوا مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلَّا الدَّهْرُ وَمَا لَهُمْ بِذَلِكَ مِنْ عِلْمٍ إِنْ هُمْ إِلَّا يَظُنُّونَ
“Dan mereka berkata: ‘Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang akan membinasakan kita selain masa (waktu)’, dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.” (QS. Al Jatsiyah [45] : 24).
Perbedaan Malam 1 Suro dan 1 Muharram
Secara umum, 1 Muharram dan Malam 1 Suro adalah sama.
Yang membedakan keduanya hanyalah dalam hal penyebutan dan tradisi yang mengiringinya.
Jika 1 Muharram adalah penanda tahun baru hijriah, 1 Suro adalah tradisi serupa dalam budaya Jawa.
Sebagaimana dicatat Muhammad Solikhin dalam Misteri Bulan Suro: Perspektif Islam Jawa (2010), kata “Suro” sendiri berasal dari bahasa Arab “Asyura” yang artinya sepuluh.
Yang dimaksud dengan Asyura adalah hari ke sepuluh pada bulan Muharram.
Sementara dalam hal tradisi, jika dalam Islam malam 1 Muharram dimaknai dengan penuh kesucian, budaya Jawa justru sebaliknya.
Malam 1 Suro dimaknai sebagai malam sakral, penuh mistis.
Sehingga dalam menyambutnya, berbagai upacara-upacara peringatan penuh klenik dilakukan.
Malam 1 Suro dimaknai sebagai malam mistis tak terlepas dari beberapa faktor yang melatarbelakanginya.
Muhammad Solikhin, misalnya, berpandangan, faktor terpenting yang menyebabkan bulan Suro dianggap sakral adalah budaya keraton.
Ia menulis, keraton sering mengadakan upacara dan ritual untuk peringatan hari-hari penting tertentu, salah satunya peringatan Malam 1 Suro.
Peringatan ini pada akhirnya terus diwariskan dan dilanjutkan dari generasi ke generasi.
Lebih lanjut, terkait mengapa Malam 1 Suro dimaknai secara mistis, pengajar Sastra Jawa di Universitas Indonesia Prapto Yuwono memberi penjelasan.
Hal ini adalah imbas dari politik kebudayaan dari Sultan Agung dari Kerajaan Mataram Pada kurun 1628-1629.
Kala itu, Mataram mengalami kekalahan dalam penyerbuannya ke Batavia, yang akhirnya membuat Sultan Agung melakukan evaluasi.
Setelah penyerbuan itu pula, pasukan Mataram yang menyerang Batavia telah terbagi ke dalam pelbagai keyakinan seiring semakin masifnya Islam di tanah Jawa.
Kondisi tersebut akhirnya membuat pasukan Mataram tidak solid.
Kemudian, untuk merangkul semua golongan yang terbelah, Sultan Agung menciptakan kalender Jawa-Islam dengan pembauran kalender Saka dari Hindu dan kalender Hijriah dari Islam.
Kesakralan Malam 1 Suro juga juga tak terlepas dari komposisi sosiologis masyarakat Jawa yang masih sangat bersifat paganistik Hindu.
Bahkan, nuansa animisme dan dinamisme masih terlihat sangat kental.
Hal tersebut terlihat dengan adanya berbagai macam sesaji yang digunakan dalam pelaksanaan prosesi peringatan.
(TRIBUNJAKARTA/TRIBUNNEWSWIKI.COM/Ka)
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribun Jakarta dengan judul Tahun Baru Islam 1 Muharram 1443 H, Ini Sederet Mitos dan Fakta Tentang Malam Satu Suro