TRIBUNNEWSWIKI.COM - Dalam sidang Majelis Umum PBB, Rabu (23/2/2022), Ukraina meminta bantuan PBB untuk menghentikan "rencana agresif" Rusia.
Rusia kemudian membalasnya dan mengatakan tidak bisa membiarkan "genosida" terhadap penduduk berbahasa Rusia yang berada di Ukraina bagian timur.
"Mengingat adanya genosida yang terlihat jelas dan hak asasi manusia terpenting yang dinjak-injak, yakni hak untuk hidup, negara kami tidak bisa terus mengabaikan nasib 4 juta orang di Donbass," kata Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia dikutip dari Reuters, (24/2/2022).
Namun, klaim adanya genosida itu dibantah oleh Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dan Amerika Serikat (AS).
Dalam sidang itu, Guterres meminta ada gencatan senjata di antara kedua belah pihak dan kembali ke jalur diplomasi.
Kendati demikian, Majelis Umum PBB tidak mengeluarkan tindakan apa pun dalam sidang tersebut.
Dalam sidang itu, puluhan delegasi negara-negara di dunia diberi kesempatan untuk mengungkapkan pandangan mereka tentang krisis Ukraina.
Baca: AS: 80% Pasukan Rusia di Perbatasan Ukraina Kini dalam Posisi Siap Menyerang
Baca: Gara-gara Krisis Ukraina, Final Liga Champions Berisiko Tak Jadi Digelar di Rusia
Delegasi AS berharap hal itu dapat menunjukan kepada Rusia bahwa negara itu dikucilkan karena tindakannya di Ukraina.
"Ini saatnya bertindak. Bersama-sama mari kita tunjukkan kepada Rusia bahwa negara itu dikucilkan dan sendirian dalam tindakan agresifnya," kata Duta Besar AS untuk PBB, Linda Thomas-Greenfield.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba mengatakan, "Tidak ada yang bisa diam saja dalam krisis ini," jika Putin membuat keadaan makin kacau.
"Dipomasi aktif, pesan politik yang kuat, sanksi ekonomi yang keras, dan penguatan Ukraina masih bisa memaksa Moskow menghentikan rencana agresifnya," kata Kuleba.
Beberapa hari lalu Rusia mengerahkan pasukannya ke wilayah kelompok separatis Ukraina.
Baca: Percaya Rusia Telah Memulai Invasi ke Ukraina, Joe Biden Jatuhkan Sanksi kepada Moskow
Kata Putin, pengerahan pasukan bertujuan "menjaga perdamaian". Putin juga telah mengakui kemerdekaan kelompok separatis di Ukraina timur.
Namun, oleh AS, alasan pengerahan itu disebut tidak masuk akal. Guterres juga mengatakan pasukan tersebut juga bukan pasukan penjaga perdamaian.
Sementara itu, dalam krisis Ukraina, Duta Besar Cina Zhang Jun mengatakan Beijing berusaha menjaga kedaulatan dan integritas wilayah semua negara yang telah sesuai dengan prinsip Piagam PBB.
Zhang meminta pembicaraan terus dilakukan dan semua pihak menahan diri serta berusaha tidak menaikkan ketegangan.
Berbeda dengan delegasi Cina, delegasi Inggris bertindak tegas dengan mendesak negara-negara lain segera menjatuhkan sanksi kepada Rusia.
Baca: Menlu Ukraina Dmytro Kuleba: Tujuan Akhir Putin Adalah Menghancurkan Ukraina
80 persen pasukan siap menyerang
Sementara itu, seorang pejabat pertahanan Amerika Serikat (AS) mengatakan 80 persen pasukan Rusia di perbatasan Ukraina kini berada dalam posisi siap menyerang, Rabu (23/2/2022).
"Dia [Putin] sudah siap sebisanya," kata pejabat itu secara anonim kepada Reuters ketika mengomentari kemungkinan invasi Rusia ke Ukraina.
Pernyataan itu menguatkan dugaan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin bisa segera memerintahkan penyerbuan ke Ukraina.
Sebelumnya, Putin dilaporkan telah mengakui kemerdekaan wilayah di Ukraina yang kini diduduki oleh kelompok separatis.
Mantan agen intelijen juga mengirimkan tentaranya ke wilayah tersebut. Namun, tentara itu, kata Putin, bertugas "menjaga perdamaian".
"Mereka telah meningkatnya kesiapan mereka sampai mereka benar-benar siap untuk melakukannya jika mendapat perintah," kata pejabat itu.
(Tribunnewswiki)
Baca berita lainnya tentang Ukraina di sini