Kecuali, lanjut dia, pada 2020 persentasenya meningkat menjadi 38,7 persen karena dampak pandemi Covid-19 dengan total utang pemerintah pusat di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencapai Rp 6.074,56 triliun, terdiri atas penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) Rp 5.221,65 triliun dan pinjaman Rp 852,91 triliun.
Dalam paparannya, rasio pendapatan pajak terhadap utang Indonesia pada 2018 mencapai 38,32 persen, masih lebih baik dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia yang mencapai 21,83 persen, Singapura 11,93 persen.
Bahkan, Thailand mencapai 35,73 persen, Filipina mencapai 36,98 persen dan Brazil mencapai 14,05 persen.
“Kita di bawah Turki, Afrika Selatan tapi kita jauh lebih baik dibandingkan Singapura, Malaysia, Thailand dan Filipina artinya kita punya kemampuan lebih besar dalam membayar utang,” kata Yustinus.
Pemerintah, kata dia, akan menjaga debt service ratio (DSR) agar memiliki kemampuan membayar terutama utang luar negeri.
Adapun DSR pada 2020 mencapai 23,8 persen atau naik dibandingkan 2019 mencapai 18,4 persen karena meningkatnya jumlah pinjaman jatuh tempo sehingga menambah porsi cicilan pokok.
Baca: Viral Penemuan Surat Utang Negara Tahun 1947 Rp 1.500 ke Masyarakat Ogan Komering Ilir (OKI)
Perkembangan cicilan pokok dan bunga utang pemerintah terjadi lebih banyak pelunasan utang dibandingkan dengan pembayaran beban bunga yang relatif kecil.
Dalam paparannya disebutkan pembayaran pokok utang pada 2020 mencapai Rp 444,14 triliun dan belanja untuk bunga utang mencapai Rp 314,08 triliun.
“Perkembangan cicilan pokok dan bunga utang pemerintah juga relatif stabil, bisa terjaga dengan baik,” kata Yustinus.
(Tribunnewswiki.com, Kompas.com)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Utang Pemerintah RI Kini Tembus Rp 6.233 Triliun"