Banjir di Semarang Disebut karena Curah Hujan Ekstrem, Ahli: Kurang Tepat Salahkan Alam

Banjir yang terjadi di Semarang hingga Minggu (7/2/2021) melumpuhkan sarana trasnportasi. Disebut akibat hujan ekstrem, ahli menyangkal, kurang tepat.


zoom-inlihat foto
banjir-di-semarang.jpg
KOMPAS.com/RISKA FARASONALIA
Banjir di kawasan Kota Lama Semarang, Sabtu (6/2/2021). Mengakibatkan sarana transportasi terendam seperti bandara, stasiun dan jalur pantura.


TRIBUNNEWSWIKI.COM - Beberapa wilayah di Kota Semarang dikabarkan masih terendam banjir hingga Minggu (7/2/2021).

Dilansir Kompas.com, banjir juga melumpuhkan sebagian sarana transportasi publik seperti bandara, stasiun, dan Jalur Pantura, setelah sebelumnya menggenangi rumah warga.

Menurut Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimoeljono, banjir di sejumlah wilayah Semarang ini diakibatkan oleh curah hujan ekstrem, selain pasang air laut.

"Data curah hujan termasuk ekstrem. Dari hitungan hidrologi, periode ulangnya setiap 50 tahun," kata Basuki.

Ia memaparkan hal tersebut usai meninjau lokasi banjir yang melanda kawasan Kota Lama Semarang, Jawa Tengah, pada Sabtu (6/2/2021).

Ahli hidrologi Universitas Diponegoro (Undip) Suripin menyebutkan, kurang tepat jika menyalahkan alam terkait banjir di Semarang, dalam hal ini hujan.

"Kurang tepat, karena yang dominan adalah faktor antropodemik, yaitu faktor yang ditimbulkan oleh kegiatan manusia," kata Suripin saat dihubungi Kompas.com, Minggu (7/2/2021).

"Hujan dari dulu kan begitu, kadang-kadang tinggi, kadang-kadang rendah, itulah gunanya melakukan analisis perencanaan sistem," imbuhnya.

Banjir di Mangkang menyebabkan jalur pantura terputus sehingga arus lalulintas lumpuh total, Sabtu (6/2/2021) (Istimewa via Tribun Jateng)
Banjir di Mangkang menyebabkan jalur pantura terputus sehingga arus lalulintas lumpuh total, Sabtu (6/2/2021) (Istimewa via Tribun Jateng) (Tribun Jateng)


Baca: Terdampak Banjir, Sejumlah Perjalanan Kereta dan Pesawat di Semarang Ikut Terhambat

Faktor Penyebab Banjir

Menurut Suripin, faktor utama penyebab banjir di Semarang yakni air hujan yang hampir seluruhnya menjadi limpasan permukaan.

Air yang meresap ke dalam tanah hanya sebagian saja.

Meski sistem yang ada selalu diperbaiki, akan tetapi beban debit air, menurutnya, juga ikut bertambah karena pengembangan kota.

"Jadi kalau menggunakan konsep yang sekarang itu bukan bagaimana kita selalu meningkatkan kapasitas sistem, tapi bagaiamana kita mengendalikan bebannya," ujar dia.

"Karena pengembangan kota, semakin banyak lahan yang tidak tembus air, seperti jalan dan tutupan rumah. Air hujannya kan lari semua, tidak ada yang masuk dalam tanah," sambungnya.

Suripin menyebutkan, tidak ada larangan untuk menutup lahan dan membangunnya, namun fungsi tanah tidak boleh dihilangkan.

Selain faktor beban, ia juga mengungkapkan maslaah banjir di Semarang memang sudah berat, khususnya di kawasan pantai.

Sebab, kawasan tersebut juga menanggung beban air rob, sehingga sulit untuk mengalirkan air ke laut.

Sementara itu, pengendalian air melalui pompa disebut sulit dilakukan.

Karena hal tersebut hanya bertahan paling lama 10 tahun.

"Oleh karena itu yang paling sustainable itu ya bagaimana mengendalikan bebannya, bagaimana air hujan itu tidak serta merta menjadi aliran semua. Itu yang paling pokok," tandasnya.

banjir semarang1
Banjir Semarang di kawasan Kota Lama Semarang, Sabtu (6/2/2021).

Baca: Kumpulan Foto Viral Banjir Berwarna Merah di Pekalongan yang Gegerkan Warga, Cek di Sini

Perilaku Buang Sampah Sembarangan

Suripin juga menyinggung mengenai ketertiban masyarakat yang menjadi salah satu penyebab banjir.

Infrastuktur yang dibangun tidak akan bisa optimal karena lemahnya ketertiban masyarakat, kata dia, seperti saluran air yang penuh dengan sampah.

Sebelumnya, ahli hidrologi UGM Pramono Hadi mengungkapkan, banjir di Semarang tidak bisa dihindari, karena adanya penurunan muka tanah.

"Semarang sudah darurat banjir karena land subsidence," kata Pranomo, sebagaimana diberitakan Kompas.com, Sabtu (6/2/2021).

Ia lebih lanjut mengatakan, diperlukan revisi tata ruang khususnya terkait dengan penataan air.

"Sistem polder dan tanggul sungai juga menjadi solusi, tapi mahal, seperti Pantai Indah Kapuk (PIK) 1 dan PIK 2 di Jakarta," ujarnya.

Pramono menuturkan, tanggul harus terintegrasi da memiliki sistem klep atau pintu otomatis.

Ini disebabkan, jika air di sungai atau kanal yang bertanggul sama tingginya, air hanya mengalir ke hilir dan tidak masuk ke kiri atau kanan melalui anak sungai.

"Sedangkan air dari permukiman atau hujan lokal, cara mengalirkannya harus dengan pompa. Itu yang saya maksud polder. Di semarang, ada suatu kawasan yang seperti polder ini," terangnya.

Sementara itu, Kepala Stasiun Klimatologi BMKG Semarang Sukasno mendata, hujan ekstrem yang terjadi dipengaruhi aktifnya angin monsun dingin Asia disertai adanya daerah pertemuan dan perlambatan kecepatan angin di wilayah Jawa Tengah dan sekitarnya.

Kondisi tersebut didukung dengan masa udara yang labil serta kelembapan udara yang cukup tinggi dari lapisan bawah hingga lapisan atas.

Hal itu mendukung proses pembentukan awan hujan di Jawa Tengah, khususnya sebagian besar wilayah pantura tengah-barat, termasuk Kota Semarang.

Baca: Banjir dan Longsor di Semarang Menelan Korban Jiwa, 2 Warga Tewas Akibat Tertimbun Longsor

Baca: Viral Air Banjir Berwarna Merah Pertama Kali Terjadi di Pekalongan, Penyebabnya Terungkap

(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Anindya, KOMPAS.COM/Ahmad Naufal Dzulfaroh)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Banjir Semarang Disebut karena Hujan Ekstrem, Ahli: Kurang Tepat"





BERITATERKAIT
Ikuti kami di
KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved