TRIBUNNEWSWIKI.COM - Pemeritah Indonesia berencana akan menggunakan sertifikat tanah berbentuk elektronik.
Kendati demikian, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A Djalil menegaskan tak ada penarikan sertifikat lama.
Sofyan mengatakan, sertifikat lama tetap berlaku sampai transformasi menjadi digital tuntas sepenuhnya.
"Banyak sekali salah paham, kekeliruan, orang-orang mengutip di luar konteks. Saya tegaskan, BPN tidak akan pernah menarik sertifikat sampai transformasi dalam bentuk elektronik," ujar Sofyan dalam Webinar Arah Kebijakan Pertanahan Pasca-UU Cipta Kerja, dikutip Kompas.com Kamis (04/02/2021).
Kebijakan ini, kata Sofyan, meupakan bagian dari transformasi pertanahaan.
Mulai 2019, Kementerian ATR/BPN telah memberlakukan layanan elektronik.
Empat di antara layanan elektronik ini sudah terintegrasi, yakni Hak Tanggungan Elektronik (HT-el), Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT), Pengecekan Sertifikat Tanah, serta Informasi Zona Nilai Tanah (ZNT).
“Banyak kontroversi di masyarakat sehingga seolah-olah sertifikat elektronik ini merugikan. Untuk diketahui, sebenarnya produk elektronik merupakan bentuk yang paling aman,” kata Sofyan.
Baca: Sertifikat Kertas Tak Akan Berlaku Lagi, Bagaimana Masyarakat yang Akan Melakukan Jual Beli Tanah?
Baca: Penjelasan BPN soal Penarikan Sertifikat Tanah Asli dan Penggantian Jadi Sertifikat Elektronik
Berikut ini ada enam perbedaan antara sertifikat-el dengan sertifikat konsvensional berupa buku atau analog:
1. Kode dokumen
Sertifikat-el menggunakan hashcode atau kode unik dokumen elektronik yang dihasilkan oleh sistem. Sertifikat analog memiliki nomor seri unik gabungan huruf dan angka.
2. Scan QR code
Sertifikat-el menggunakan QR code yang berisi tautan yang memudahkan masyarakat mengakses langsung dokumen elektronik. Sementara sertifikat analog tidak memiliki QR code.
3. Nomor identitas
Sertifikat-el hanya menggunakan satu nomor, yaitu Nomor Identifikasi Bidang (NIB) sebagai identitas tunggal (single identity). Sertifikat analog menggunakan banyak nomor, yakni Nomor Hak, Nomor Surat Ukur, Nomor Identifikasi Bidang, dan Nomor Peta Bidang.
Baca: Sofyan Djalil
Baca: Mulai Tahun Ini, Semua Sertifikat Tanah Akan Ditarik oleh Pemerintah ke Kantor BPN
4. Kewajiban dan larangan
Pada Sertifikat-el, ketentuan kewajiban dan larangan dicantumkan dengan pernyataan aspek hak (right), larangan (restriction), dan tanggung jawab (responsibility). Sementara itu, pada sertifikat analog, pencatatan ketentuan ini tidak seragam dan dicantumkan pada kolom petunjuk, tergantung Kantor Pertanahan masing-masing daerah.
5. Tanda tangan
Sertifikat-el menggunakan tanda tangan elektronik dan tidak dapat dipalsukan.
Adapun sertifikat analog menggunakan tanda tangan manual dan rentan dipalsukan.
6. Bentuk dokumen
Sertifikat-el berbentuk dokumen elektronik yang berisi informasi tanah yang padat dan ringkas.
Sementara itu, sertifikat analog berupa blanko (kertas) isian berlembar-lembar.
Selain perbedaan di atas, terdapat sejumlah keuntungan yang melekat pada Sertifikat-el.
Keuntungan itu di antaranya, masyarakat tidak perlu panik sertifikat hilang karena Sertifikat-el dapat diakses dan diunduh melalui aplikasi Sentuh Tanahku.
Sertifikat tanah elektronik juga dapat dicetak secara mandiri. Selain itu, pengelolaan dokumen pertanahan lebih praktis dan mudah.
Baca: Logam Tanah Jarang, 17 Unsur Langka Dunia Ini Dikuasai China, Digunakan dalam iPhone hingga Jet
Baca: Tak Boleh Sembarangan, Tanah Wakaf Dilarang Diperjualbelikan, Ini Hukumnya
Khawatir penggandaan
Sebagaimana diwartakan sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) akan memberlakukan penggunaan sertifikat tanah secara elektronik mulai tahun 2021.
Kepala Biro Hubungan Masyarakat Kementerian ATR/BPN Yulia Jaya Nirmawati menyatakan, Kementerian ATR/BPN saat ini sedang menyiapkan langkah-langkah pelaksanaan pendaftaran tanah secara elektronik.
Pelaksanaan pendaftaran tanah secara elektronik ini akan diberlakukan secara bertahap dan diatur oleh Menteri ATR/BPN.
Namun demikian, pelaksanaan pendaftaran tanah secara elektronik ini menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat seperti terjadinya penggandaan sertifikat saat proses berlangsung maupun sesudahnya.
Pakar Pertanahan dan Properti Eddy Leks memastikan, baik secara elektronik maupun konvensional, tidak boleh ada penggandaan sertifikat karena bersumber pada satu buku tanah.
"Satu buku tanah untuk satu sertifikat, begitupun seharusnya terjadi di sistem elektronik," ucap Eddy kepada Kompas.com, Selasa (26/1/2021).
Dengan demikian, imbuh Eddy, satu buku tanah berbentuk elektronik diperuntukkan bagi satu sertifikat dengan model yang sama.
Perlu diketahui, hasil pelaksanaan pendaftaran tanah secara elektronik ini nantinya berupa data, informasI, dan atau dokumen elektronik.
Data tersebut merupakan data pemegang hak, data fisik, dan data yuridis bidang tanah yang valid dan terjaga otentikasinya.
Produk dari pelayanan elektronik ini seluruhnya akan disimpan pada Pangkalan Data Sistem Elektronik.
Penyelenggaraan pendaftaran tanah dengan sistem elektronik ini dilaksanakan secara andal, aman, dan bertanggung jawab.
Penyelenggaraan sistem elektronik untuk pelaksanaan pendaftaran tanah ini nantinya meliputi pengumpulan, pengolahan, dan penyajian data.
Hasil penyelenggaraan sistem elektronik itu berupa sertifikat tanah dalam bentuk dokumen elektronik.
(TribunnewsWiki.com/nr) (Wartakota/Kompas.com)
Sebagian artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul 6 Perbedaan Sertifikat Tanah Elektronik dan Konvensional, Mungkinkah Tetap Digandakan?