TRIBUNNEWSWIKI.COM - China memiliki rencana ambisius lewat program Belt and Road Initiative.
Program itu memungkinkan China bisa mengucurkan dana segar hingga 8 triliun USD dalam proyek infrastruktur di seluruh Eropa, Afrika, dan Asia.
Kendati demikian, hal itu menimbulkan kekhawatiran serius tentang keberlanjutan utang di delapan negara yang didanainya.
The Print pernah memuat hasil analisis Center for Global Development pada 2018 silam.
Studi tersebut mengevaluasi tingkat utang saat ini dan masa depan dari 68 negara yang menjadi tuan rumah proyek yang didanai Belt and Road Initiative (BRI).
Ditemukan bahwa 8 dari 23 negara yang berisiko, diprediksi akan terdampak serius di masa depan.
Tak menutup kemungkinan negara tak akan mampu bayar.
"Belt and Road menyediakan sesuatu yang sangat diinginkan negara - pembiayaan untuk infrastruktur," kata John Hurley, seorang peneliti tamu di Center for Global Development dan salah satu penulis studi tersebut.
"Tapi jika menyangkut jenis pinjaman ini, mungkin ada terlalu banyak hal baik."
Menurut penelitian tersebut, rekam jejak China dalam mengelola kesulitan utang, memang bermasalah, dan tidak seperti kreditor pemerintah terkemuka lainnya di dunia.
"Penelitian kami memperjelas bahwa China perlu mengadopsi standar dan meningkatkan praktik utangnya - dan segera," kata Scott Morris, seorang rekan senior di Pusat Pembangunan Global dan salah satu penulis makalah tersebut.
Berikut ini delapan negara yang berisiko terdampak utang China:
Baca: Virus Nipah di China Bisa Jadi Pandemi setelah Covid-19, Tingkat Kematian Capai 75 Persen
Baca: Swab Anal Digunakan untuk Deteksi Infeksi Covid-19 dan Mengurangi Hasil Pengetesan Palsu di China
1. Pakistan
Pakistan, sejauh ini negara terbesar yang berisiko tinggi, saat ini memproyeksikan tambahan utang sekitar US $ 62 miliar.
Proyek-proyek BRI yang besar dan suku bunga yang relatif tinggi yang dikenakan oleh China menambah risiko kesulitan utang Pakistan.
2. Djibouti
Penilaian IMF terbaru menekankan sifat sangat berisiko dari program pinjaman Djibouti, mencatat bahwa hanya dalam dua tahun, utang luar negeri publik telah meningkat dari 50 menjadi 85 persen dari PDB.
Angka tersebut menjadi yang tertinggi di antara negara berpenghasilan rendah mana pun.
Sebagian besar utang terdiri dari utang perusahaan publik yang dijamin pemerintah dan berutang kepada China Exim Bank.
Baca: Sejumlah Kota di China Pakai Swab Test Covid-19 Anal yang Diklaim Hasilnya Lebih Akurat
Baca: Zhang Hai Bongkar Upaya Pemerintah China Tutupi Covid-19, Ancam Warga yang Bicara pada Media Asing
3. Maladewa