Mengenal Arti, Faktor dan Penyebab Eksibisionis, Pelecehan Seksual yang Dialami Istri Isa Bajaj

Eksibisionis termasuk ke dalam gangguan paraphilia atau penyimpangan seksual, karena pelaku kerap menunjukkan alat kelaminnya ke orang lain.


zoom-inlihat foto
ilustrasi-eksibisionis.jpg
pixabay.com
ilustrasi pelaku pengidap eksibisionis.


Faktor tersebut meliputi gangguan kepribadian antisosial, penyalahgunaan alkohol, dan kecenderungan pedofilia.

Baca: Tak Hanya Fetish Gilang Bungkus, Inilah 10 Macam Hubungan Seks Abnormal Menurut Ahli

Baca: Penyimpangan Seksual, Seorang Pria di Thailand Berhubungan Intim dengan Sandal Jepit Milik Tetangga

Selain itu, faktor-faktor lain yang mungkin terkait, yaitu mengalami pelecehan seksual dan emosional pada masa kanak-kanak, atau kesenangan seksual di masa kecil.

Sebagian pelaku juga memiliki penyimpangan seksual lainnya.

Seseorang mungkin saja mengalami eksibisionis jika memenuhi kriteria berikut:

1. Memiliki fantasi, dorongan atau perilaku yang berulang untuk meningkatkan gairah seksual dengan memperlihatkan alat kelamin pada orang asing setidaknya selama 6 bulan.

2. Merasa sangat tertekan atas dorongan untuk melakukan perilaku tersebut sehingga tak dapat menjalani kehidupannnya dengan baik (termasuk dalam keluarga, lingkungan, ataupun pekerjaan).

Ilustrasi penyimpangan seksual
Ilustrasi penyimpangan seksual (Dokter Sehat)

Meskipun prevalensi eksibisionis tidak diketahui secara pasti, namun diperkirakan terjadi pada sekitar 2-4 persen populasi pria.

Akan tetapi, perilaku ini dapat berkurang seiring bertambahnya usia.

Sementara pada wanita, kondisi ini jarang terjadi.

Pengobatan eksibisionis

Kemudian sebagian besar orang dengan gangguan eksibisionis tidak mencari dan tidak mendapatkan perawatan hingga mereka ditangkap oleh pihak yang berwenang.

Jika Anda atau orang terdekat Anda memiliki kelainan eksibisionis atau menunjukkan tanda-tandanya, maka perawatan dini sangatlah diperlukan.

Perawatan dan pengobatan paling umum dilakukan dengan pendekatan psikoterapi.

Penelitian menunjukkan bahwa terapi perilaku kognitif efektif dalam mengobati gangguan eksibisionis.

Baca: Syok Digerayangi Sesama Wanita, Penghuni Baru Rutan di Bandung Laporkan Tentang Penyimpangan Seksual

Baca: Kasus Pelecehan Seksual, Seorang Kades di Wajo Cium Mahasiswi yang Mau Minta Tanda Tangan

Terapi tersebut dapat membantu individu mengidentifikasi pemicu yang menyebabkan dorongan eksibisionis, dan mengelola dorongan tersebut dengan cara yang lebih sehat sehingga tidak lagi menunjukkan alat kelaminnya pada orang lain.

Pendekatan psikoterapi lain yang mungkin dilakukan, yaitu pelatihan relaksasi, pelatihan empati, strategi coping (mengatasi dan mengendalikan situasi atau masalah), dan restrukturisasi kognitif (mengidentifikasi dan mengubah pikiran yang mengarah pada eksibisionis).

Selain psikoterapi, obat-obatan juga dapat digunakan untuk membantu mengobati eksibisionis.

Obat-obatan tersebut bisa menghambat hormon seksual yang mengakibatkan penurunan hasrat seksual.

Obat-obatan ini dapat berupa leuprolide dan medroxyprogesterone asetat.

Pelaku eksibisionis harus mendapat persetujuan dari dokter untuk penggunaan obat-obatan tersebut.

Secara berkala, dokter akan melakukan tes darah untuk memantau efek obat pada fungsi hati.

Selain itu, dokter juga akan melakukan tes lain untuk mengukur kadar testosteron.

Beberapa obat yang biasa digunakan untuk mengobati depresi dan gangguan suasana hati lainnya, seperti selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI), juga dapat mengurangi hasrat seksual sehingga bisa digunakan oleh dokter untuk mengobati penyimpangan seksual ini.

(TribunnewsWiki.com/Restu)





BERITATERKAIT
Ikuti kami di
KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved