Menyebar ke Berbagai Negara, Varian Baru Virus Corona Disebut Sanggup Mengelabui Alat Test Covid-19

Menurut BPOM Amerika Serikat, virus corona varian baru lebih mudah untuk mengelabui hasil beberapa alat tes Covid-19.


zoom-inlihat foto
corona-ilustrasi-4545454.jpg
Freepik
Ilustrasi virus Corona. Varian baru virus corona yang sudah menyebar ke berbagai negara disebut-sebut sanggup mengelabui alat test Covid-19.


TRIBUNNEWSWIKI.COM - Pandemi Covid-19 hingga kini belum usai.

Berbagai negara di dunia telah melakukan upaya masing-masing untuk membendung penularan Covid-19.

Sistem kesehatan di beberapa negara pun kelabakan dan sektor perekonomian dunia pun mengalami kelesuan.

Beberapa vaksin Covid-19 pun sudah berhasil dikreasikan, meski dengan klaim efektivitas yang berbeda dari masing-masing produsen.

Namun, belum usai pandemi Covid-19, ternyata terjadi mutasi virus corona di beberapa tempat.

Inggris dan Afrika Selatan disebut menjadi tempat awal dari penyebaran varian baru virus corona B.1.1.7, yang disebut lebih mudah menyebar dari yang sebelumnya dan telah ditemukan di berbagai negara.

Sebelumnya, varian baru virus corona disebut tetap bisa terdeteksi oleh alat tes Covid-19 yang lazim digunakan.

Meski begitu, FDA atau Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat mengatakan bahwa varian baru virus corona, termasuk yang ditemukan dari Inggris, ternyata bisa menyebabkan hasil negatif palsu dari beberapa alat tes Covid-19 molekuler.

Diberiakan oleg Reuters, FDA telah memberi tahu staf laboratorium dan penyedia layanan kesehatan tentang kemungkinan hasil negatif palsu, dan meminta mereka untuk mempertimbangkan hasil itu serta menggunakan tes berbeda jika masih dicurigai.

Varian baru virus corona yang lebih menular yang melanda Inggris telah dilaporkan di setidaknya lima negara bagian AS, Direktur National Institutes of Health Francis Collins mengatakan pada minggu ini.

Baca: WHO Kecewa dengan China yang Halangi Investigasi Awal Mula Virus Corona di Wuhan, Ini Kronologinya

Para ilmuwan menyatakan, vaksin yang baru dikembangkan harus sama efektifnya terhadap varian anyara virus corona.

Menurut FDA, alat uji TaqPath buatan Thermo Fisher dan Linea dari Applied DNA Sciences ditemukan memiliki sensitivitas yang berkurang secara signifikan karena mutasi tertentu virus corona, termasuk varian B117 yang ditemukan di Inggris.

Orang-orang menerima makanan dibawa pulang bertema liburan dari Midnight Mission di Skid Row pada hari Natal di tengah pandemi COVID-19 pada 25 Desember 2020 di Los Angeles, California, AS. Obat antibodi baru yang diharapkan dapat memberi kekebalan instan kepada ribuan nyawa sedang diiujicobakan oleh sekelompok ilmuwan di Inggris.
Orang-orang menerima makanan dibawa pulang bertema liburan dari Midnight Mission di Skid Row pada hari Natal di tengah pandemi COVID-19 pada 25 Desember 2020 di Los Angeles, California, AS. Obat antibodi baru yang diharapkan dapat memberi kekebalan instan kepada ribuan nyawa sedang diiujicobakan oleh sekelompok ilmuwan di Inggris. (Mario Tama / Getty Images / AFP)

Namun, FDA menjelaskan, pola deteksi kedua alat tes tersebut bisa membantu identifikasi awal varian baru virus corona pada pasien.

Selain itu, FDA menambahkan, kinerja alat uji Accula bikinan Mesa Biotech juga terpengaruh oleh varian baru virus corona.

Hanya, Mesa Biotech mengatakan, alat uji virus corona buatan mereka akan mentolerir variasi genetik yang disajikan oleh strain baru dan seharusnya tidak berdampak pada kinerja alat.

Inggris menyebutkan pada Desember lalu, tes aliran lateral cepat yang dikerahkan dalam program pengujian massal di negara mereka bisa mengidentifikasi varian baru virus corona.

Sudah masuk Indonesia?

Mutasi virus corona yang dinamakan B.1.1.7 diduga sudah masuk ke Indonesia.

Dilaporkan berasal dari Inggris, mutasi corona ini memiliki tingkat penularan yang lebih tinggi. 

Dugaan ini diperkuat dengan lamanya jeda kemunculan mutasi B.1.1.7 dengan diambilnya kebijakan larangan masuknya WNA oleh pemerintah Indonesia.

Kemunculan mutasi itu sudah diberitakan sejak September tahun lalu, sedangkan pemerintah baru melarang masuknya WNA pada 1 Januari 2021.

Hal ini dikatakan oleh Riza Arief Putranto, peneliti genomik molekuler dari Aligning Bioinformatics dan anggota konsorsium Covid-19 Genomics UK.

Baca: Heboh Video Viral Nakes Tak Mau Disuntik Vaksin Covid-19, Akan Ditelusuri dan Dikenai Sanksi

Jeda waktu selama 3-4 bulan itu memungkinkan sejumlah orang yang bepergian dari Inggris lalu masuk ke Indonesia dan terinfeksi mutasi virus tersebut.

Karena itu, kebijakan pemerintah menutup pintu masuk ke Indonesia bagi seluruh WNA sejak 1 hingga 14 Januari dinilai tak cukup untuk mencegah masuknya mutasi virus corona tersebut.

”Saat ini penting untuk memikirkan mitigasinya, bukan hanya pencegahannya,” kata Riza.

Adapun untuk menemukan varian baru ini diperlukan surveilans genomik.

Sejauh ini surveilans genomik di Indonesia masih sangat kurang sehingga bisa jadi virus ini sudah ada di Indonesia, tetapi belum terdeteksi.

Wakil Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Herawati Supolo Sudoyo mengatakan untuk mendeteksi keberadaan varian baru B.1.1.7 ini harus dilakukan analisis pengurutan total genomnya.

Menurut Herawati, varian baru ini memiliki 17 mutasi dan 6 di antaranya di protein spike (paku).

”Kalau analisis PCR biasa hasilnya bisa tidak konklusif, jadi tidak ada jalan lain selain WGS (whole genome sequencing),” katanya.

Sementara itu untuk menganalisis sekunes genom, membutuhkan biaya tidak murah. Menurut Herawati, untuk 20 spesimen saja butuh biaya sekitar Rp 300 juta atau sekitar Rp 15 juta per spesimen.

Ilustrasi virus corona
Ilustrasi virus corona (Pixabay/Tumisu)

”Sejauh ini Eijkman telah melakukan analisis WGS 40 genom, dan menargetkan melakukan analisis terhadap 1.000 spesimen,” katanya.

Herawati mengatakan Kementerian Kesehatan berencana meningkatkan kapasitas surveilans genomik ini dengan menggandeng sejumlah laboratorium di bawah Litbang Kementerian Kesehatan.

Sementara Eijkman dan sejumlah laboratorium molekuler perguruan tinggi di bawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi.

Namun, menurut Riza, peningkatan surveilans genomik di Indonesia ini tidak bisa dilakukan dengan cepat.

”Karena itu mitigasi harus jadi yang utama saat ini,” ujarnya.

Varian baru B.1.1.7 ini diketahui memiliki kemampuan lebih menular hingga 70 persen dibandingkan dengan varian awal SARS-CoV-2 yang ditemukan di Wuhan, China.

Sekalipun belum ada bukti bahwa virus ini bisa memicu keparahan dan risiko kematian, tetapi, menurut Riza, yang harus diperhitungkan yaitu kemungkinan lebih cepatnya penularan dan lonjakan kasus Covid-19.

Untuk itu, upaya untuk menekan lonjakan kasus dengan melakukan 3 T (tracing, testing, dan treatment) serta pembatasan pergerakan orang sangat dibutuhkan.

Baca: MUI Sebut Vaksin Covid-19 Buatan Sinovac Halal dan Suci, BPOM Belum Terbitkan Izin Pakai Darurat

Riza menambahkan dari sekitar 138 total genom SARS-CoV-2 dari Indonesia yang telah didaftarkan di GISAID, platform gobal berbagi data genom virus, belum ditemukan adanya mutasi B.1.1.7 ini.

”Dari 138 genom itu, sebanyak 92 memiliki varian mutasi D614G,” ujarnya.

Delapan genom yang baru didaftarkan Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo ke GISAID, menurut Riza, juga masih memiliki varian D614G.

Mutasi D614G telah ditemukan di Indonesia sejak Agustus 2020 dan saat ini telah mendominasi sekitar 67 persen dari genom virus corona baru ini di Indonesia.

Varian D614G sebelumnya juga diketahui lebih menular, tetapi B.1.1.7 jauh lebih menular dan di banyak negara lain telah menggantikan varian-varian sebelumnya.

Menurut laporan Centers for Desease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat, selain varian B.1.1.7, saat ini juga muncul varian baru yang terbentuk dari mutasi di Afrika Selatan yang dikenal sebagai B.1.351.

Selain itu juga muncul varian ketiga juga muncul dan telah terdeteksi di Nigeria, tetapi tidak ada bukti bahwa itu lebih parah atau lebih dapat menular.

(Tribunnewswiki.com/Ris)

Sebagian artikel tayang di Kontan berjudul FDA: Varian baru corona bisa sebabkan hasil negatif palsu dari sejumlah alat tes





Penulis: Haris Chaebar
Editor: haerahr
BERITATERKAIT
Ikuti kami di
KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved