TRIBUNNEWSWIKI.COM - Direktur Intelijen Nasional Amerika Serikat (AS), John Ratcliffe dalam sebuah kesempatan menyebut China sebagai ancaman terbesar bagi demokrasi di seluruh dunia.
Tak hanya itu, ia mengatakan ancaman itu sudah ada sejak Perang Dunia ke-2.
Beijing menurut Ratcliffe bermaksud untuk mendominasi AS dan seluruh dunia dalam bidang ekonomi, militer, dan teknologi.
Ratcliffe menyebut China memakai pendekatan spionase ekonomi dalam tiga tahap: Rob, Replicate, and Replace.
China, menurut Ratcliffe mencuri kekayaan intelektual perusahaan, menyalinnya, kemudian mengantikan posisi korporasi AS di tingkat global.
Baca: Update Banjir di Medan: 5 Orang Tewas, Ratusan Rumah Terendam Lumpur
Baca: Ribuan Pemilik Bisnis UMKM di Ukraina Unjuk Rasa Menentang Kebijakan Pembatasan
Argumen ini langsung dibantah oleh pihak China.
Juru Bicara Kedubes China di Washington menolak klaim tersebut dengan menyebut Ratcliffe "mendistorsi fakta" dan "munafik".
Ia menyebut Ratcliffe telah memakai pola pikir Perang Dingin dan prasangka ideologis dari beberapa orang di AS.
Seperti diketahui Ratcliffe adalah loyalis Donald Trump.
Ia sempat mengatakan ada pihak asing yang menggunakan media sosial dan platform lain untuk mempengaruhi pemilih dalam Pilpres AS.
Baca: Demi Konten, Youtuber Ini Paksa Pacar Hamil Kedinginan: Meninggal dan Dituntut 15 Tahun Penjara
Baca: Optimis Uji Coba Vaksin, Dirjen WHO Desak Semua Negara Bersatu dan Bangkit Pasca-Pandemi
Namun, ia tidak mengatakan pihak mana yang dimaksud.
Selain itu, pernyataan Ratcliffe juga kontradiktif dengan argumen sebelumnya.
Kepada CBS, ia sempat menyebut badan intelijen AS tidak punya indikasi pihak asing bisa campur tangan ataupun mengubah hasil pemungutan suara.
Namun demikian, ia masih kan menganalisa semua informasi.
Pada Jumat (4/12/2020), ia berencana mengeluarkan laporan campur tangan pihak asing atas Pilpres AS pada Januari 2021.
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha)