TRIBUNNEWSWIKI.COM - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyerukan waranya untuk memboikot barang-barang Prancis.
Hal itu ia gaungkan sebagai respon kekesalan atas upaya Prancis dalam memerangi 'Islam radikal.'
Dalam sebuah pidato di televisi, Erdogan mendesak para pemimpin dunia untuk melindungi Musilm jika ada penindasan dilakukan pihak Prancis.
Diberitakan BBC, akhir-akhir ini ia memang kerap marah melihat keteguhan Presiden Prancis Emmanuel Macron dalam membela nilai-nilai sekuler di negaranya.
"Jangan pernah memberikan kredit untuk barang berlabel Prancis, jangan membelinya," kata Erdogan di ibu kota Ankara.
Dia mengatakan Muslim sekarang "menjadi sasaran kampanye hukuman mati yang serupa dengan yang dilakukan terhadap orang Yahudi di Eropa sebelum Perang Dunia II."
Baca: Putrinya Dihina, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan Buka Kemungkinan Hapus Twitter dari Negaranya
"Para pemimpin Eropa harus memberitahu Presiden Prancis untuk menghentikan kampanye kebenciannya," tambah Erdogan.
Sebenarnya Turki bukan satu-satunya negara yang mengkritik komentar Macron.
Perdana Menteri Pakistan Imran Khan menuduh presiden Prancis "menyerang Islam" dalam tweetnya pada Minggu (25/10/2020)
Sementara produk Prancis telah ditarik dari beberapa toko di Kuwait, Yordania, dan Qatar.
Ada juga protes di Libya, Suriah, dan Jalur Gaza.
Sebaliknya, Jerman justru menyampaikan solidaritas untuk Macron setelah mendapatkan sindiran pedas dari Erdogan.
"Itu adalah komentar fitnah yang sama sekali tidak dapat diterima, terutama dengan latar belakang pembunuhan mengerikan guru bahasa Prancis Samuel Paty oleh seorang fanatik Islam," kata juru bicara pemerintah Steffen Seibert.
Sikap serupa juga diambil oleh Belanda.
Dalam sebuah tweet, Perdana Menteri Belanda Mark Rutte mengatakan Belanda "berdiri teguh dengan Prancis dan untuk nilai-nilai kolektif Uni Eropa."
Kronologi
Baca: Turki Ternyata Punya Pasukan Bayangan untuk Tempur, Bersiap Perang jika Diperintah Erdogan
Ketegangan ini merupakan buntut panjang dari usaha Macron untuk memerangi 'Islam radikal' di negaranya, seperti diberitakan BBC, Minggu (25/10/2020).
Hal itu bermula dari tewasnya seorang guru yang dibunuh karena mempertunjukkan kartun Nabi Muhammad di kelas.
Memang, penggambaran Nabi Muhammad merupakan pelanggaran serius.
Pasalnya Islam melarang untuk menggambarkan Nabi Muhammad dan Alloh.
Kendati demikian, Presiden Emmanuel Macron tegas pada pendiriannya.
Baca: Emmanuel Macron Sebut Islam Agama Krisis, Negara Arab Ramai-ramai Boikot Produk Prancis
Prancis "tidak akan melepaskan kartun kami", katanya awal pekan ini.
Hal itu tak lepas dari posisi Prancis sebagai negara sekuler, yang sekaligus sebagai pusat identitas nasional Prancis.
Menurut mereka, membatasi kebebasan berekspresi untuk melindungi perasaan satu komunitas tertentu, kata negara, merusak persatuan negara.
Menanggapi masalah masalah ini, Erdogan memberikan reaksi keras.
Apa masalah individu bernama Macron dengan Islam dan dengan Muslim?" kata Erdogan dalam pidatonya.
"Macron membutuhkan perawatan pada tingkat mental," tambah Erdogan.
Ia pun mempertanyakan sikap Presiden Prancis.
"Apa lagi yang bisa dikatakan kepada seorang kepala negara yang tidak memahami kebebasan berkeyakinan dan yang berperilaku seperti ini kepada jutaan orang yang tinggal di negaranya yang merupakan anggota dari agama yang berbeda?"
Pada 2015, 12 orang tewas dalam serangan di kantor majalah satir Prancis Charlie Hebdo.
Publikasi tersebut menjadi sasaran para ekstremis karena menerbitkan kartun Nabi Muhammad SAW.
Dalam satu kesempatan Macron menyatakan tidak bisa melarang Charlie Hebdo menerbitkan Nabi Muhammad SAW karena adanya jaminan kebebasan berekspresi di Prancis.
"Di Prancis, ada kebebasan untuk menghujat, karena itu terikat kebebasan hati murni. Saya ada di sini untuk melindungi kebebasan itu," ujar Macron dalam satu kesempatan.
Namun, Macron bersikap hipokrit karena kebebasan menghujat di Prancis itu tidak berlaku bagi hujatan apapun soal Yahudi dan Israel.
Berbeda dengan kebebasan menghina agama lain, warga yang menghina agama Yahudi atau memperlihatkan sikap anti-Yahudi, akan segera ditindak oleh Macron.
"Kami melawan anti-Semitisme, rasisme, dan setiap ucapan kebencian yang memecah belah bangsa kami," ujar Macron suatu ketika.
Prancis panggil duta besar
Baca: Prancis Gelar Aksi Solidaritas Pasca-tewasnya Guru Sejarah yang Bawa Karikatur Nabi Muhammad
Setelah pernyataan itu, seorang pejabat kepresidenan Prancis mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa duta besar Prancis untuk Turki dipanggil untuk konsultasi.
Rencananya, ia akan bertemu lengsung dengan Macron.
"Komentar Presiden Erdogan tidak dapat diterima. Kelebihan dan kekasaran bukanlah sebuah metode. Kami menuntut agar Erdogan mengubah arah kebijakannya karena berbahaya dalam segala hal," kata pejabat itu.
Erodgan sendiri adalah seorang Muslim yang berusaha memasukkan Islam ke dalam politik arus utama Turki sejak Partai AK yang berakar pada Islam berkuasa pada tahun 2002.
Perselisihan diplomatik adalah masalah terbaru yang meregangkan hubungan antara Prancis dan Turki, yang merupakan sekutu di bawah NATO.
Kendati sekutu, tetapi mereka tidak setuju pada berbagai masalah geo-politik, termasuk perang saudara di Suriah dan Libya, dan konflik antara Armenia dan Azerbaijan atas sengketa Nagorno- Karabakh.
(TribunnewsWiki.com/Nur)