TRIBUNNEWSWIKI.COM - Seorang dosen dari Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Makassar menjadi korban salah tangkap oleh pihak kepolisian saat demo tolak Omnibus Law.
Korban berinisial AM (27) mengaku mendapat tindakan represif dari petugas polisi saat dirinya sedang berdiri di depan sebuah minimarket.
Padahal dirinya hanya terjebak saat aksi unjuk rasa menolak UU Cipta Kerja berlangsung pada Kamis (8/10/2020) lalu di Makassar.
AM menuturkan, dirinya tiba-tiba ditangkap dan dipukuli oleh polisi yang sedang melakukan penyisiran.
Sebelum aksi berlangsung ricuh, AM berada di depan minimarket Kantor Gubernur Sulsel, Makassar, Jl Urip Sumoharjo sekitar pukul 21.45 Wita.
Saat itu ia tengah membeli makanan di minimarket.
Ia lalu ingin mencetak berkas BKD di depan Universitas Bosowa.
Namun tanpa ia sadari, situasi demo tolak Omnibus Law tersebut memanas hingga akhirnya ricuh.
Sembari menunggu demo kondusif, AM memutuskan untuk berdiam diri di depan minimarket.
Baca: Viral Anak Sultan Ikut Demo Tolak Omnibus Law, Helm Belasan Juta Jadi Sorotan Warganet
Baca: Ditembaki Gas Air Mata, Massa Pendemo di Kawasan Harmoni Peluk Petugas: Musuh Kami Bukan Polisi
Demo pun ricuh, polisi akhirnya menembakkan gas air mata untuk memukul massa agar bubar.
AM pun sempat berpindah dari tempat pertama lantaran ingin menghindari gas air mata tersebut.
"Saat itu saya menjauh guna hindari gas air mata makanya saya berada lebih dekat dengan minimarket itu," katanya.
Tak lama kemudian, polisi melakukan penyisiran dan AM pun ditangkap dan dipukuli di depan minimarket tersebut.
Saat ditangkap AM tidak melarikan diri karena menganggap dirinya tidak mengikuti aksi, pada saat penangkapan AM sempat memperlihatkan Kartu Tanda Pengenal (KTP) serta memberitahukan identitas bahwa dirinya seorang dosen.
Namun oknum polisi saat itu langsung memukuli dan menginjak-injak AM hingga terjatuh secara berkali-kali.
"Saya jelaskan bahwa saya dosen dan tidak ikut unjuk rasa tapi oknum polisi itu langsung memegang kerah baju saya, lalu memukul pada bagian wajah dan kepala,"
"Selain itu oknum polisi itu juga menggunakan tameng memukul paha, saya terjatuh beberapa kali dan berusaha berdiri, bahkan saya mengira malam itu ajal saya" tuturnya.
AM pun kemudain diseret dan dibawa masuk ke dalam mobil polisi.
"Di mobil polisi saya menjelaskan identitas dan memberitahu bahwa saya dosen sehingga ada seorang pimpinan memberikan penjelasan untuk tidak melakukan pemukulan,"
"Namun setelah pimpinannya meninggalkan tempat maka beberapa oknum polisi kembali melakukan pemukulan pada bagian kepala, tidak hanya itu ada seorang oknum polisi yang juga melontarkan kata 'Dosen Su*da**' sambil memukul kepala saya," bebernya.
Akibatnya, AM mengalami luka pada memar pada bagian wajah serta luka goresan pada bagian wajah.
Wajahnya bengkak serta timbul memar di bawah mata sebelah kanan hingga pendarahan bagian mata kanan.
AM pun mendapat luka di bagian mulut, luka gores pada bagian tangan kanan kiri, lebam pada punggung sebelah kanan dan paha sebelah kanan, serta pembengkakan pada daerah kepala.
Kemudian, AM pun dibawa ke Polrestabes Makassar.
Di Polrestabes, AM mengaku tidak mengalami kekerasan secara fisik apapun, malahan mendapatkan perlakuan baik berupa pemberian obat penghilang nyeri.
Melihat perlakuan baik di kantor polisi, AM merasa kecewa terhadap polisi yang menangkapnya.
Baca: UWK Surabaya Gelar Rapat Khusus Terkait Dosen Beri Nilai A untuk Mahasiswa yang Berdemo
Baca: Mahasiswanya Ikut Demo Tolak UU Cipta Kerja, Dosen Ini Siap Berikan Nilai A
Meskipun AM telah memberikan penjelasan bahwa dia seorang dosen dan tidak ikut dalam aksi, ia tetap mendapat perlakuan tak menyenangkan.
Bahkan dosen berusia 27 tahun tersebut sempat memberikan penjelasan jika ia bisa menunjukkan CCTV sebagai bukti.
Namun hal ini tidak diindahkan oleh oknum polisi yang menangkapnya.
Malahan ia semakin mendapat kekerasan verbal.
"Saya coba jelaskan lagi identitas saya tapi kata oknum polisi pada malam itu di Polrestabes Makassar berkata 'Tidak ada itu dosen' padahal saya telah menjelaskan kronologi kenapa saya ada di tempat tersebut," jelas AM.
Setalah berada di Polretabes Makassar kurang lebih 1x24 jam AM pun diperbolehkan meninggalkan Polrestabes.
AM mengaku sangat menyayangkan tindakan represif oknum polisi tersebut dikarenakan melanggar hak asasi manusia yang dijamin dalam UUD 1945.
"Harapan saya kiranya pimpinan dalam hal ini Pak Kapolda dan Pak Kapolres yang saya yakin belum mengetahui hal tersebut, agar segera menindak dan memproses secara hukum oknum polisi yang telah melakukan pelanggaran HAM dan telah mencoreng nama baik institusi POLRI yang seharusnya mengayomi bukan melakukan penganiayaan secara membabi buta," tuturnya.
"Perlakuan tersebut jauh dari semangat pemisahan TNI-POLRI amanah Reformasi, hal tidak dapat dibenarkan karena tidak ada satupun ketentuan peraturan perundang-undangan yang memperbolehkan atau memberikan kewenangan kepada pihak aparat Kepolisian untuk mengamankan dengan metode seperti ini,"
"Sehingga saya akan menggunakan hak-hak saya melalui mekanisme legal formal yang dijamin dalam peraturan perundang-undangan," tutupnya.
Saat dikonfirmasi, Kabid Propam Polda Sulsel, Kombes Pol Agoeng Adi Kurniawan mengaku masih mengumpulkan data terkait oknum polisi yang melakukan tindakan represif.
Agoeng mengaku hingga kini belum mendapat laporan apapun terkait berita salah tangkap terhadap dosen PTS di Makassar itu.
Pihaknya pun akan mencoba melakukan penyelidikan untuk mengusut kasus salah tangkap dalam demo tolak Omnibus Law tersebut.
“Terkait salah satu dosen yang menjadi korban salah tangkap dan dianaya kita baru membaca berita tersebut. Kita juga belum dapat laporan. Tapi kita selidiki,” kata Agoeng Minggu (11/10/2020).
(TribunnewsWiki.com/Restu, Tribun-Timur.com/Sayyid Zulfadli Saleh Wahab)
Artikel ini telah tayang di tribun-timur.com dengan judul Jadi Korban Salah Tangkap Saat Demo Omnibus Law, Dosen di Makassar Dipukul hingga Babak Belur