TRIBUNNEWSWIKI.COM - Mutasi D614G virus corona ditemukan di beberapa tempat di Indonesia.
Mutasi ini disebut telah membuat virus corona menjadi lebih menular 10 kali lipat.
Namun, Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset Inovasi Nasional (Menristek/BRIN) Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan masyarakat tidak perlu panik berlebihan.
Meski demikian, kata Bambang, masyarakat harus tetap waspada.
Selain itu, masyarakat juga harus disiplin menjalankan protokol kesehatan agar bisa mencegah penularan.
"Masyarakat tidak perlu panik berlebihan terhadap mutasi D614G. Namun, harus tetap waspada penuh dan disiplin menjalankan protokol kesehatan untuk mencegah penularan Covid-19," ujar Bambang, Kamis (3/9/2020), dikutip dari Kompas.com.
Bambang mengatakan mutasi pada Virus Corona tipe SARS-CoV-2 ini tidak akan mengganggu upaya pengembangan vaksin yang tengah dilakukan.
Baca: Setelah Lama Ditutup karena Pandemi Covid-19, Sekolah di Wuhan Kembali Dibuka
Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Amin Soebandrio membenarkan hal tersebut.
Amin menyatakan mutasi virus ini tidak mengubah struktur maupun fungsi dari receptor-binding domain (RBD) atau domain pengikat reseptor yang bertugas menjangkiti bagian protein manusia.
Kemudian, jika nantinya ada vaksin Covid-19, Amin menyebut kinerja vaksin tidak akan terganggu selama vaksin ditujukan ke RBD yang merupakan bagian dari virus spike yang dijadikan target vaksin.
“Meskipun perubahan terjadi pada spike protein, namun pada lokasi yang berbeda sehingga RBD tidak terganggu," ucap Amin.
Ia juga mengatakan Indonesia telah mengirim 24 sampel virus genom dari virus corona kepada Bank Data Influenza Dunia (GISAID).
Baca: Lembaga Biologi Temukan Mutasi Virus Corona Baru di Indonesia, Disebut Lebih Ganas dan Menular
Dari 24 sampel virus genom tersebut, sembilan di antaranya mengandung mutasi D614G.
"Rinciannya dua dari Surabaya, tiga dari Yogyakarta, dua dari Tangerang dan Jakarta, dan dua dari Bandung," kata dia.
Para ahli telah mengungkap varian baru virus corona yang disebut D614G ditemukan di Indonesia sejak Maret 2020.
"Mutasi D614G sudah ada sejak awal virus (corona) itu di Indonesia, sejak Maret 2020. Perkiraan saya, sekarang lebih banyak lagi," kata Prof. Chairul Anwar Nidom yang merupakan ketua tim riset kepada Kompas.com, Sabtu (29/8/2020).
Baca: Pakar Sebut Ada Mutasi Virus Corona Terdeteksi di Malaysia dan Singapura, Lebih Menular
Pakar: Mutasi sesuatu yang normal
Banyak yang panik berlebihan ketika mendengar virus corona telah bermutasi.
Mereka membayangkan mutasi virus corona terjadi seperti mutasi virus pada novel dan film fiksi ilmiah.
Virus yang bermutasi dianggap lebih berbahaya, tetapi pada kenyataannya tidak sedramatis itu.
Dalam beberapa bulan belakangan, ilmuwan menemukan mutasi genetik berupa strain dari virus SARS-CoV-2 penyebab penyakit Covid-19.
Hal ini tentu terdengar mengerikan.
Namun, seiring ditemukannya strain baru, jumlah laporan yang menyatakan strain tersebut lebih berbahaya sangat sedikit, bahkan nihil.
“Faktanya, mutasi ini sungguh sesuatu yang normal. Virus tercipta untuk berevolusi,” tutur Kari Debbink, ahli virologi di Bowie State University, Maryland, seperti dikutip Science News, Kamis (28/5/2020).
Baca: Hasil Studi: Infeksi Virus Corona yang Parah atau Mematikan Sangat Jarang Terjadi pada Anak-Anak
Mutasi dan sekuensing
Secara sederhana, virus merupakan senyawa protein yang memiliki material genetik DNA atau RNA. Dalam kasus SARS-CoV-2, virus tersebut memiliki RNA bernama nucleotides.
Nucleotides ini menyediakan kode untuk membangun asam amino yang berbentuk duri (spike) pada virus. Sebuah mutasi berarti perubahan yang terjadi pada nucleotides.
Pada virus SARS-CoV-2, berarti satu dari 30.000 nucleotides. Perubahan seperti ini memberi titik terang bagi para ilmuwan untuk mengumpulkan sekuens virus SARS-CoV-2.
Berkat mutasi ini, para ilmuwan dapat melakukan sekuens terhadap RNA virus dalam menginfeksi manusia.
Para ilmuwan dapat memprediksikan di mana dan bagaimana virus corona menyebar pada sebuah populasi.
Perlu diingat, setiap virus adalah individu yang berbeda dengan susunan genetik yang berbeda pula.
Faktanya, virus corona jenis SARS-CoV-2 bermutasi dalam jangka waktu yang lebih pendek dibandingkan influenza.
Mutasi bisa memengaruhi virus dalam berbagai cara, tetapi hanya beberapa jenis mutasi yang bisa membuatnya lebih berbahaya untuk manusia.
Baca: Terkonfirmasi, Pria Hong Kong Kembali Terinfeksi Virus Corona Setelah Sembuh, Strain-nya Berbeda
Bisa jadi, apabila virus tersebut mengubah cara infeksinya terhadap sistem imun atau membuatnya lebih resisten terhadap pengobatan.
Mutasi juga bisa menjadi penyebab sebuah penyakit menyebar dengan luas pada populasi dengan tingkat keparahan yang beragam.
Namun, mutasi seperti itu tidaklah sering terjadi, bahkan sulit untuk diidentifikasi.
Studi yang dipublikasikan dalam boRxiv.org pda 5 Mei lalu, misalnya, menemukan mutasi pada duri virus SARS-CoV-2.
Varian baru ini lebih banyak ditemukan di Eropa dan AS dibanding China yang menjadi episenter Covid-19.
“Mutasi dan transmisi terjadi pada saat yang bersamaan,” tutur Louise Moncla, ahli epidemi evolusioner di Fred Hutchinson Cancer Research Center di Seattle.
Untuk memahami apakah sebuah mutasi mengubah cara kerja sebuah virus, ilmuwan membutuhkan beberapa kali eksperimen.
Selain memeriksa sekuens genetis dari pasien virus corona dari berbagai belahan dunia, para ilmuwan juga terbatas oleh peralatan di laboratorium.
Studi seperti ini butuh waktu. Sementara itu, kemungkinan mutasi virus corona dalam beberapa waktu ke depan tetap ada dan para ahli berusaha untuk menemukannya.
“Data menyebutkan bahwa kita tidak perlu khawatir, dan bagaimana kondisi yang mengharuskan kita untuk khawatir,” tutur Moncla.
(Tribunneswiki/Tyo/Dian Erika Nugraheny/Sri Anindiati Nursastri)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Menristek: Tak Perlu Panik Ada Mutasi Virus Corona, Tetap Waspada" dan "Virus Corona Memang Bermutasi, tetapi Kita Tidak Perlu Panik"