Ia bingung dan tak ada yang bisa dilakukan untuk membantunya.
Suaminya meninggal saat itu.
"Aku duduk di sampingnya dan memeluknya. Aku memeriksa mata, jantung, dan napasnya. Tak bergerak sama sekali," katanya.
Jama kemudian memanggil seseorang untuk membantunya.
Namun, tak seorang pun datang.
Dia tetap bersama jenazah suaminya, sampai polisi tiba.
Meski dirinya tak mengalami luka fisik, di depan pengadilan, di depan terdakwa Brenton Tarrant, Jama mengaku mengalami trauma.
Penyintas Taj Mohammad Kamran
Tak hanya Muhobo Ali Jama, trauma juga dialami imigran asal Afghanistan.
Adalah Ata Taj Mohammad Kamran yang kehilangan sahabatnya saat terjadinya insiden.
Kamran merupakan penyintas yang selamat dari hujanan peluru Brenton Tarrant.
Diketahui Kamran kehilangan sahabatnya dalam serangan itu.
Tertunduk sedih, ia menyebut dirinya sering tidak bisa tidur nyenyak, mudah marah, dan ketakutan kalau ke luar rumah.
Baca: Maysoon Salama di Hadapan Brenton Tarrant: Semoga Kau Dapat Hukuman Berat di Dunia dan Akhirat
Memakai topi khas, ia menyampaikan duka dan dampak yang ia rasakan di mimbar persidangan.
"Saya tidak ingin hidup seperti ini, terlalu melelahkan bagi saya, saya lelah dengan semuanya," katanya.
Kamran ditembak empat kali di bagian kaki saat mencoba melarikan diri dari masjid.
Ia mengaku merasa bersalah saat tidak bisa membantu lebih banyak orang saat itu.
Namun, tidak ada pilihan lain bagi dirinya.
"Saya sering menangis sekarang, ingatan itu begitu membekas bagi saya .. Itu sangat sulit (melupakannya)," katanya.
Baca: Imam Masjid Al Noor, Gamal Fouda di Hadapan Terdakwa Brenton Tarrant: Kau itu Sesat dan Salah Arah
Kamran pindah ke Selandia Baru pada 2007 sebagai pengungsi dari Afghanistan.