TRIBUNNEWSWIKI.COM - Tragedi penembakkan dua masjid di Selandia Baru menyisakan duka mendalam bagi keluarga korban dan mereka yang selamat.
Pengadilan tinggi Christchurch mendatangkan 60 penyintas dan keluarga untuk menyampaikan dampak yang mereka rasakan atas insiden yang terjadi pada Jumat 15 Maret 2019 tersebut.
Satu di antaranya adalah Mohammad Atta Ahmad Alayan, ayah dari Ata Elayyan yang terbunuh dalam serangan di dalam masjid di Christchurch, Selandia Baru.
Di depan mimbar sidang, ia berbicara mengenang kejadian memilukan tersebut.
"Salamku untuk almarhum tercinta, semoga baik-baik saja di sana (akhirat)," katanya memulai pernyataan.
Baca: Anaknya Tewas dalam Penembakkan Masjid di Selandia Baru, Maysoon Salama: Hatiku Hancur Jutaan Kali
Pria yang memakai kopiah hitam ini sempat menyuruh putranya datang lebih awal ke masjid agar mereka bisa bertukar mobil.
"Hari itu kami mulai dengan indah," katanya.
"Saya tak menyangka bahwa ada pembantaian saat itu. Saya ingat sepenuhnya saat itu saya jatuh , berdarah hebat .. saya kena tembak dua peluru," imbuhnya.
"Saya begitu kesakitan ..sangat khawatir dengan putra saya, (saat itu) saya berdoa agar anak saya terlamat ke masjidnya,"
Namun, kenyataannya sang anak telah datang lebih awal sesuai perintah ayahnya.
Baca: Imam Masjid Al Noor, Gamal Fouda di Hadapan Terdakwa Brenton Tarrant: Kau itu Sesat dan Salah Arah
Sang anak -yang punya nama hampir sama- Ata Ellayan (33) tewas di dalam masjid di tengah berlangsungnya ibadah salat Jumat.
"Penembakan itu (terpikirkan) olehku seolah-olah selamanya .. Saya terus berdoa kepada Allah 'Bunuh dia' katanya merujuk pada pelaku penembakan, Brenton Tarrant.
Diketahui saat insiden tersebut terjadi, ayah ini belum mendapat kabar tewasnya sang anak.
"Selama tiga hari kami belum dapat kabar tentang Ata .. lalu datanglah kabar menyedihkan itu - Ata telah pergi," katanya sambil menangis.
Kedua lelaki ini terpisah saat di dalam masjid.
Baca: Berhasil Kabur dari Serangan di Masjid Selandia Baru, Abdiaziz Ali: Saya Melihat Banyak Orang Mati
Alayan jatuh ke tanah dengan luka tembak, tetapi masih selamat.
Alayan berterima kasih kepada staf rumah sakit atas pelayanan mereka.
Ia keluar dari rumah sakit dengan kursi roda.
Setelah cukup sehat, ia turut menyaksikan pemakaman anaknya.
Alayan juga menghadiri peringatan terjadinya insiden dan shalat Jumat seminggu setelah kejadian.
Baca: Imam Masjid Al Noor, Gamal Fouda di Hadapan Terdakwa Brenton Tarrant: Kau itu Sesat dan Salah Arah
Saat hendak melangsungkan ibadah Jumat, ia teringat anaknya, dan melihat semua orang "seperti menghadiri ibadah di Makkah".
Alayan mengaku dirinya begitu sakit kehilangan putranya.
"Tak ada kata-kata yang bisa menggambarkan apa yang saya alami saat itu .. sampai saat ini pun masih," katanya.
"Sejak 25 Maret hingga saat ini, saya butuh adanya keadilan yang setimpal," ungkapnya.
Pria berjenggot putih ini meminta otoritas Selandia Baru untuk menerapkan ulang regulasi hukuman mati.
Baca: Temukan Suaminya Tergeletak Tak Bernyawa, Muhobo Ali Jama: Aku Duduk di Samping dan Memeluknya
"Keadilan harus seimbang ..Saya mengkhawatirkan keselematan semua warga Selandia Baru jika hukuman untuk kejahatan ganas (seperti ini) tidak seimbang," tegasnya.
"Terorisme itu tidak beragama," tukasnya mengakhiri pernyataan.
Sebagai informasi, Pengadilan Tinggi Christchurch menggelar sidang vonis terdakwa Brenton Tarrant, dengan menghadirkan penyintas dan keluarga korban yang menceritakan dampak yang mereka rasakan.
Terdakwa bersiap menghadapi hukuman penjara seumur hidup dengan 51 dakwaan pembunuhan, 41 dakwaan percobaan pembunuhan, dan 1 dakwaan terorisme.
-
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha)