TRIBUNNEWSWIKI.COM - Seorang ibu yang kehilangan anaknya dalam insiden penembakkan masjid di Selandia Baru mengungkapkan kesedihannya.
Di mimbar Pengadilan Tinggi Christchurch, ia mengaku hidupnya berubah total sejak pembantaian itu.
Ibu dari seorang pemain futsal tersebut merasa peristiwa tersebut 'terus-menerus' ada dalam pikirannya.
"Aku merasa sulit tidur, dan bangun selalu dengan air mata dan hati yang sesak..tragedi tak masuk akal itu selalu ada di pikiranku", katanya.
"Selalu kubayangkan, apa yang dirasakan Ata saat itu, bagaimana saat dia menghadapi penembak, apa yang terlintas di pikirannya saat dia sadar akan meninggalkan dunia ini," terang Salama.
Baca: Imam Masjid Al Noor, Gamal Fouda di Hadapan Terdakwa Brenton Tarrant: Kau itu Sesat dan Salah Arah
Salama mengaku selalu teringat dengan peristiwa tersebut.
"Bagaimana hidup tanpa dirinya?"
"Hatiku hancur, jutaan kali...rasanya seperti kehilangan sebagian besar dari diriku, dari hidupku selamanya," katanya.
Anaknya, Atta Elayyan (33) terbunuh dalam insiden tersebut.
Putranya, menurut Salama merupakan seorang pemain futsal dan anggota tim nasional.
Baca: Sidang Penembakan Masjid di Selandia Baru: Brenton Tarrant Mengaku Berencana Bakar Masjid
Ellayan merupakan seorang juara dalam olahraga tersebut.
Tak hanya itu, ia juga pria yang sukses dalam karier di bidang teknologi informasi.
"Setiap kali aku menatap mata putrinya, (hatiku) berkata kau telah menjadi seorang yatim di umur 2 tahunmu, nak. Kasihan istrinya. Hatiku hancur" ucapnya.
"Dia (almarhum) mencintai putrinya, istrinya .. Dia adalah sosok inspiratif ... percaya diri, berbakti, sukses, setia, baik, dan suka menolong orang dengan senyum, siap membantu orang yang membutuhkan" imbuhnya.
"Kau benar-benar melampaui batas dan kau pikir bisa menghancurkan kami (?), nyatanya gagal total - kami menjadi lebih bertekad dalam memegang teguh Islam."tukasnya.
Pengadilan Tinggi Christchurch
Pengadilan tinggi Christchurch menggelar persidangan untuk terdakwa Brenton Tarrant, pelaku penembakkan masjid di Selandia Baru.
Sidang akan berlangsung selama empat hari dimulai Senin (24/8/2020) di Christchurch, Selandia Baru.
Adapun ruang sidang utama dilakukan pembatasan pengunjung sebagai antisipasi penyebaran Covid-19.
Ratusan pengunjung yang menonton diberikan fasilitas layar dari ruang sidang lainnya.