Menurut Kamran, sahabat adalah teman baik, seperti saudara sendiri.
"Kami bertemu setiap hari Jumat .. dia, (dan) di hari itu, mati syahid", ungkapnya.
Kamran mengaku mendengar tembakan dan melihat sahabatnya jatuh.
"Ketika saya lihat Matiullah tertembak, saya pergi ke pintu utama ... ada banyak tembakan di mana-mana ... saya sampai harus melompati orang tua," katanya.
Baca: Pengadilan Tinggi Gelar Persidangan Brenton Tarrant, Pelaku Penembakkan Masjid di Selandia Baru
Darah yang mengucur di kakinya yang terkena empat kali tembakan membuatnya terus berlari menyelamatkan diri.
"Ada banyak darah di kaki, saya sangat takut," ungkapnya, dilansir New Zealand Herald, Senin (24/8/2020).
Takut Masuk Masjid
Kamran mengaku dirinya trauma masuk masjid.
Ketakutannya hadir setiap saat, sepanjang waktu.
"Itu terlalu sulit untukku .. karena sahabatku ditembak mati didepanku," ungkapnya.
"Ada kenangan buruk di hari itu. Saya memakai tongkat (untuk berjalan) .. Masih ada ribuan pecahan peluru di tubuh saya," jelasnya.
Kesedihan
Kamran begitu bersedih kehilangan sahabatnya.
"Aku merindukan sahabatku, dia seperti saudara sendiri. Kami mengenal satu sama lain selama 13 tahun .. Kami bertemu di sini di Selandia Baru .. Kami melakukan banyak hal bersama," terangnya.
"Dia lebih daripada seorang sahabat.. dia seperti adikku sendiri"
"Saya menangis sepanjang waktu untuknya .. Saya pergi ke pemakamannya dan saya menangis, sangat sulit bagi saya melihatnya dimakamkan," terangnya sambil bersedih.
Baca: Sidang Penembakan Masjid di Selandia Baru: Brenton Tarrant Mengaku Berencana Bakar Masjid
Semenjak kejadian itu, diabetesnya semakin memburuk.
Ia sempat berobat dan meminta bantuan kepada layanan kesehatan.
"(Diabetes) ini juga secara terus-menerus membuat saya drop, saya tidak bisa berbuat banyak sekarang," katanya.
Sidang Vonis Brenton Tarrant