TRIBUNNEWSWIKI.COM - Konstelasi hubungan diplomatik antara Amerika Serikat (AS) dan China memang selalu memanas sepanjang tahun 2020 ini.
Perang dagang, persoalan Hong Kong hingga lempar tuding terkait biang Covid-19 dilakukan oleh dua negara besar tersebut.
Selain itu, Washington dan Beijing juga terlihat adu konfrontasi baru di Laut China Selatan.
Potensi minerba, kekayaan laut dan jalur strategis membuat Laut China Selatan yang diapit oleh banyak negara di Asia Timur dan Asia Tenggara itu membuat negara seperti China dan Amerika Serikat tertarik untuk berbuat sesuatu disana.
Kapal-kapal militer China dan Amerika Serikat terlihat semakin intens berlatih di kawasan Laut China Selatan membuat tensi akan pecahnya konflik semakin membesar.
Terbaru, posisi tawar Amerika Serikat yang semakin menguat di regional pasifik membuat China melakukan manuver terbaru.
Pasalnya, selang tiga minggu setelah Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengumumkan posisi negaranya di Laut China Selatan, Beijing memanggil para diplomat dari 10 negara Asia Tenggara untuk bertemu guna menyampaikan kekhawatirannya tentang semakin tingginya risiko konflik di wilayah perairan yang diperebutkan.
Melansir South China Morning Post, selama pertemuan di Beijing pada awal Agustus, seorang pejabat China yang bertanggung jawab atas urusan maritim dan perbatasan mengungkapkan keprihatinan Beijing atas "risiko tinggi" dari aktivitas militer oleh "negara-negara non-regional", ungkapan yang sering digunakan China saat membahas peran AS di Asia.
Pejabat China itu meminta anggota Association of South-East Asian Nations (ASEAN) untuk bekerjasama dengan Beijing.
Baca: Tiongkok Kirim Pesawat yang Bisa Bawa Rudal Supersonik ke Laut China Selatan, Vietnam Protes Keras
Baca: Kapal Induk AS Ronald Reagan Dikirim ke Laut China Selatan, Gelar Operasi Pertahanan Udara Maritim
Sumber South China Morning Post mengatakan, pejabat itu mengatakan mereka harus melanjutkan negosiasi kode etik untuk Laut China Selatan secepat mungkin "untuk menunjukkan beberapa kemajuan", dan bahwa China tidak ingin proses tersebut "dibajak" oleh negara-negara yang bukan bagian dari negosiasi.
"(Pejabat itu) tidak mengatakan kepada siapa China ingin menunjukkan kemajuan, tetapi jelas bahwa itu adalah AS," kata salah satu orang.
Para diplomat ASEAN percaya pertemuan itu menggarisbawahi keinginan Beijing untuk menjaga agar para tetangga Asia akan lebih dekat ke sisi China dan mendorong Washington keluar dari wilayah laut China Selatan.
Apalagi setelah pemerintahan Trump mengisyaratkan pendekatan yang lebih keras terhadap apa yang disebutnya klaim "tidak sah" Beijing di Laut China Selatan.
Mereka juga mengatakan bahwa Beijing baru-baru ini menunjukkan lebih banyak kesediaan untuk membahas cara-cara dalam menyelesaikan perselisihan Laut China Selatan, sebuah masalah yang berusaha disingkirkan untuk fokus pada kerja sama ekonomi bilateral.
Kementerian luar negeri China mengatakan pada hari Jumat bahwa departemen terkait telah mempertahankan "komunikasi normal" dengan para diplomat Asean di China, tetapi tidak akan menjelaskan lebih lanjut.
Selama lebih dari dua dekade, China dan negara-negara anggota Asean telah membahas potensi kode etik untuk mengelola sengketa teritorial mereka di jalur perairan strategis. Diperkirakan perdagangan pelayaran internasional senilai US$ 3,4 triliun melewati kawasan itu setiap tahun.
Baca: Alat Perang Amerika dan Tiongkok Sudah Dikirim ke Laut China Selatan, Begini Intruksi dari Beijing
Baca: Aktivitas Militer AS di Laut China Selatan Meningkat Menjadi Konfrontatif, Persiapkan Perang?
Klaim China atas hampir semua Laut China Selatan diperebutkan dengan tajam oleh Brunei, Malaysia, Filipina, Vietnam, dan Taiwan.
China dan ASEAN menetapkan Deklarasi yang tidak mengikat tentang Perilaku Para Pihak di Laut China Selatan (DOC) pada tahun 2002, tetapi tidak secara resmi diadopsi hingga 2011.
Mereka memulai negosiasi untuk kode etik yang seharusnya mengikat pada tahun 2013, dan pada tahun 2018 mencapai kesepakatan tentang "Teks Negosiasi Draf Tunggal" yang akan digunakan sebagai dasar untuk negosiasi jika terjadi sengketa.
Selama KTT ASEAN-China pada November 2019, Perdana Menteri China Li Keqiang mengumumkan bahwa pembacaan pertama telah selesai dan Beijing mengusulkan batas waktu tiga tahun untuk menyelesaikan kode tersebut pada tahun 2021.
Tetapi tidak banyak kemajuan yang dicapai sejak itu, dan negosiasi semakin berlarut-larut karena pandemi virus corona.
Sebelum wabah, ASEAN dan China telah menjadwalkan serangkaian pertemuan untuk negosiasi, pertama di Brunei pada bulan Februari, diikuti oleh negara lain di Filipina pada Mei, Indonesia pada Agustus, dan China pada Oktober.
Dalam pertemuan pada hari Kamis dengan Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi di Hainan, Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengatakan bahwa China siap untuk bekerja dengan negara-negara Asean untuk memastikan kesimpulan awal dari kode etik.
Rusia dan China kompak menekan Amerika Serikat
Perseteruan antara dua negara adidaya China dan Amerika Serikat (AS) masih terus berlangsung.
Meski tidak ada gesekan langsung secara militer, kedua negara hingga kini saling menekan satu sama lain melalu berbagai jalur, baik secara politik, ekonomi dan urusan-urusan diplomatik.
Amerika Serikat sempat mewacanakan untuk melarang anggota Partai Komunis China untuk menginjakkan kaki di negeri Paman Sam.
Pemerintahan Amerika Serikat pimpinan Presiden Donald Trump dilaporkan sedang meninjau proposal untuk melarang anggota Partai Komunis China bepergian ke Amerika Serikat.
Wang Yi mengatakan, Amerika Serikat (AS) telah meluncurkan berbagai tuduhan tak terbukti terhadap China dan secara sengaja melakukan konfrontasi ideologi.
Wang menambahkan, AS menggunakan pandemi Covid-19 sebagai alasan untuk memfitnah negara-negara lain dan mengalihkan kesalahannya dengan berbagai cara.
Baca: Ingin Berikan Kebebasan untuk Warga AS, Donald Trump Tak Setuju Kewajiban Penggunaan Masker
Baca: Presiden Donald Trump Berniat Melarang Ratusan Juta Orang China Masuk ke Amerika Serikat, Ada Apa?
Dia berujar China tidak akan tunduk oleh kekuatan anti-China oleh AS yang menurutnya sangat kecil tersebut.
Dia menambahkan, China akan mempertahankan kepentingan dan martabatnya.
Sejak hubungan kedua negara memburuk, Wang memperingatkan bahwa hubungan China dengan AS menghadapi tantangan yang paling serius sejak pembentukan hubungan diplomatik pada 1979.
Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengaku berbicara banyak hal dengan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov dalam percakapan telepon pada Jumat (17/7/2020).
Wang mengatakan, China dan Rusia harus mendukung semua negara dengan sikap yang obyektif dan adil untuk menolak tindakan yang berpotensi merusak tatanan dunia internasional.
Dia menambahkan, China dan Rusia harus bersama-sama menjaga perdamaian dan stabilitas dunia serta menjaga keadilan internasional, sebagaimana dilansir CGTN News, Sabtu (18/7/2020), via laman Kompas.com berjudul China-Rusia Makin Mesra, Keduanya Hujat AS.
Wang mengklaim, setelah Rusia menggelar referendum konstitusi pekan lalu, kedua negara saling berbicara melalui sambungan telepon.
Mereka menekankan dan menegaskan dukungan satu sama lain dan menganggap hubungan China dan Rusia sebagai prioritas kebijakan luar negeri kedua negara.
Wang mengatakan, China dan Rusia harus memperdalam kerja sama dalam menangani pandemi Covid-19 dan memperkuat koordinasi strategis dalam urusan regional maupun internasional.
Lavrov menuturkan, negara yang dipimpin Presiden Vladimir Putin itu bersedia mengikuti pedoman konsensus yang telah dicapai oleh kedua kepala negara, termasuk penguatan kerja sama dalam hal pencegahan dan pengendalian pandemi Covid-19.
Baca: 8 Perusahaan Asing dari Korea Selatan hingga China Ini Siap Investasi di Indonesia
Baca: Beda Sikap soal Pembukaan Sekolah di Tengah Pandemi, Donald Trump Sebut Universitas Harvard Konyol
Dia menambahkan, kedua negara ikut mempromosikan sekaligus menyinergikan program mereka, yakni Uni Ekonomi Eurasia yang diinisiasi Rusia dan One Belt One Road yang diinisiasi China.
Lavrov berujar, sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB, Rusia dan China harus lebih memperkuat koordinasi dan kerja sama dalam urusan internasional dan menjaga hukum internasional dan kepentingan bersama kedua negara.
Dia menuduh AS selalu berpikir AS-sentris dan siap mengancam atau memberikan sanksi terhadap negara lain.
(Tribunnewswiki.com/Ris)
Sebagian artikel tayang di Kontan.co.id berjudul Cemas dengan aksi AS di Laut China Selatan, China ajak 10 diplomat ASEAN bertemu