Setelah di Beirut, MV Rhosus ditahan oleh otoritas pelabuhan setempat, karena "pelanggaran berat di operasional kapal".
Kapal itu tidak membayar biaya pelabuhan, dan para kru Rusia serta Ukraina mengajukan aduan.
Demikian keterangan dari Serikat Pelaut Rusia, yang berafiliasi dengan Federasi Pekerja Transportasi Internasional (ITF) yang mewakili para pelaut Rusia.
Namun setelahnya, kapal MV Rhosus tidak pernah melanjutkan perjalanan.
Para pelaut terjebak di kapal selama 11 bulan dengan sedikit persediaan pokok, menurut keterangan Kapten Prokoshev.
"Saya bersurat ke Putin setiap hari... Akhirnya, kami harus menjual bahan bakar dan menggunakan uang itu untuk menyewa pengacara, karena tidak ada bantuan."
"Pemilik kapal bahkan tidak memberi kami makanan atau air," ucap Prokoshev dalam wawancara dengan Echo Moscow pada Rabu (5/8/2020).
Singkat cerita, para awak kapal akhirnya dapat turun ke daratan.
"Menurut informasi kami, Anak Buah Kapal (ABK) Rusia kemudian dipulangkan ke negaranya... upahnya tidak dibayar," terang serikat pekerja kapal itu kepada CNN.
"Saat itu di atas kapal kargo kering terdapat barang-barang yang sangat berbahaya - amonium nitrat yang tidak diizinkan otoritas pelabuhan Beirut untuk diturunkan atau dipindahkan ke kapal lain," tambah mereka.
Kemudian pada 2014 Mikhail Voytenko yang melacak aktivitas maritim, menggambarkan kapal itu sebagai "bom mengambang".
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ledakan di Lebanon, Kenapa Amonium Nitrat 6 Tahun Disimpan di Beirut?"
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Nr/Kompas.com)