TRIBUNNEWSWIKI.COM - Tim Penyidik Gabungan Bareskrim Polri menangkap Djoko Tjandra, terpidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali pada Kamis (30/7/2020).
Djoko Tjandra sudah diburu polisi selama sebelas tahun.
Mendarat di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, sekitar pukul 22.48 WIB, Djoko Tjandra mengenakan rompi tahanan oranye dan bermasker putih,.
Djoko Tjandra berjalan dari gerbang Sasana Manggala Putra, Halim PK, kemudian memasuki mobil yang terparkir di depan.
Kedua tangannya terlihat diborgol dan dia hanya diam seraya menebar pandangan ke sekitar.
Tertahan oleh awak media yang berkumpul di depan, Djoko Tjandra melangkah agak mundur di antara kerumunan aparat dan petugas militer bandara.
Tak lama kemudian, Kabareskrim Mabes Polri Komjen Pol. Listyo Sigit Prabowo yang memimpin rombongan penangkapan pun buka suara.
Setelah meminta awak media tenang, dirinya mengungkap secara runut kronologis proses penangkapan sang buron.
Baca: Polisi Menangkap Djoko Tjandra, Berikut Kronologi Lengkap Kasus Cessie Bank Bali
Baca: Profil dan Rekam Jejak Djoko Tjandra, Terpidana Kasus Pengalihan Hak Tagih (Cessie) Bank Bali
"Sore tadi kami dari Bareskrim bersama tim khusus berangkat untuk melakukan pengambilan, dan alhamdulillah berkat kerja sama kami Bareskrim dan Kepolisian Malaysia saat ini narapidana Djoko Tjandra kita amankan," kata Sigit di Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (30/7/2020).
Mula-mulanya, Sigit menjelaskan bahwa Kapolri Jenderal Idham Azis membentuk tim khusus setelah Presiden Joko Widodo memerintahkan penangkapan Djoko.
Tim khusus tersebut kemudian melacak keberadaan sang buron yang diketahui berada di Malaysia.
"Kemudian ditindaklanjuti dengan kegiatan police to police, Pak Kapolri mengirimkan surat kepada Kepolisian Malaysia untuk kita bersama-sama melakukan kegiatan dalam rangka upaya pencarian," lanjut Sigit.
Setelah Djoko Tjandra berhasil ditangkap dan dikirim ke Indonesia, Sigit berjanji akan melakukan seluruh proses secara transparan dan objektif.
Baca: Djoko Tjandra
"Tentunya ini tanggung jawab selama ini Pak Kapolri bisa menangkap yang bersangkutan dan hari ini kita menunjukkan komitmen kami bahwa Djoko Tjandra bisa kami amankan dan kita tangkap," kata Sigit.
"Tentunya ke depan kasus tersebut akan kita proses lebih lanjut sebagaimaba yang kita sampaikan kita transparan objektif untuk mengusut tuntas apa yang terjadi," katanya.
Seperti diketahui, Djoko Tjandra merupakan buron kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan hak tagih (cassie) Bank Bali yang saat ini sudah menjadi warga negara Papua Nugini.
Sebelumnya, Djoko pada Agustus 2000, didakwa oleh JPU Antasari Azhar telah melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus Bank Bali.
Namun, majelis hakim memutuskan Djoko lepas dari segala tuntutan karena perbuatannya tersebut bukanlah perbuatan tindak pidana melainkan perdata.
Djoko Tjandra mendaftarkan PK pada 8 Juni atas vonis dua tahun penjara yang harus dijalaninya.
Sekilas rekam jejak karier Djoko Tjandra
Berikut karier Djoko TJandra, dilansir dari Tribunnewswiki:
Saat berusia 17 tahun, Djoko bepergian ke Irian Jaya (sekarang provinsi Papua), di mana pada tahun 1968 ia membuka toko grosir bernama Toko Sama-Sama di ibukota provinsi tersebut, Jayapura.
Pada tahun 1972, ia membuka toko bernama Papindo di Papua Nugini.
Ia membuka bisnis distribusi di Melbourne pada tahun 1974.
Pada tahun 1975, ia mendirikan sebuah perusahaan kontraktor bernama PT Bersama Mulia di Jakarta.
Tiga tahun kemudian, sebagai ahli untuk PT Jaya Supplies Indonesia, ia memperoleh proyek dari Pertamina, PLN dan Kementerian Perindustrian Republik Indonesia.
Dari tahun 1979 hingga 1981, ia mengembangkan pembangkit listrik Belawan di Sumatera Utara, memperluas kilang minyak di Balikpapan, mengembangkan Hydrocracking Complex di Dumai, sebuah kilang minyak di Cilacap, dan pupuk Kaltim di Bontang, Kalimantan Timur.
Pada tahun 1983, ia memasuki sektor properti, dengan mengembangkan blok kantor.
Di antara proyek-proyeknya adalah gedung Lippo Life, Kuningan Plaza dan BCA Plaza.
Ia juga terlibat dalam pengembangan Mal Taman Anggrek, yang dulunya merupakan pusat perbelanjaan terbesar di Asia Tenggara.
Dia kemudian menggandeng Yyasan Dana Pensiun BRI yang memiliki lahan di Jalan Jeneral Gatot Subroto dan Jalan Jenderal Sudirman.
Dengan pola BOT ia membangun gedung BRI II dan Gedung Mulia Towe sengan masa sewa selama 30 tahub.
Setelah itu lahan milik Departemen Kehakiman digarapnya menjadi gedung Mulia Center dengan hak pengelolaan selama 22 tahun.(3)
Djoko adalah tokoh utama dalam Grup Mulia, yang dimulai dengan PT Mulialand, yang didirikan pada awal 1970-an oleh Tjandra Kusuma (Tjan Boen Hwa) dan tiga anaknya: Eka Tjandranegara (Tjan Kok Hui), Gunawan Tjandra (Tjan Kok Kwang) dan Djoko Tjandra.
Mulialand terlibat dalam konstruksi dan properti.
Properti mewah yang dikembangkannya meliputi Hotel Mulia Senayan, Wisma Mulia, Menara Mulia, Wisma GKBI, Menara Mulia Plaza 89, Plaza Kuningan, dan apartemen Taman Anggrek.
Pada 5 November 1986, mereka mendirikan PT Mulia Industrindo, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur kaca dan keramik.
(Tribunnewswiki/SO/Tyo/Tribunnews/Reza Deni)
Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Alur Penangkapan Djoko Tjandra: Dari Pembentukan Tim Khusus Hingga Libatkan Polisi Malaysia