TRIBUNNEWSWIKI.COM - Siswa ini tetap bersekolah di kelas, tak miliki smartphone, kepala sekolah : keluarganya lebih butuh beras.
Meski terpaksa sendirian di kelas, Dimas Ibnu Alias tetap memutuskan untuk berangkat ke sekolah di SMPN 1 Rembang, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.
Siswa kelas VII itu mau tak mau mengikuti pelajaran di kelas saat teman-temannya belajar lewat daring menggunakan smartphone (ponsel pintar).
Alasannya, karena ia tak punya ponsel.
"Barangkali, bagi keluarganya, beras jauh lebih dibutuhkan daripada ponsel pintar dan kuota internet," kata Kepala SMPN 1 Rembang Isti Chomawati, Kamis (23/7/2020).
Baca: PGRI Putuskan Mundur dari Program Organisasi Penggerak Kemendikbud, Ada 5 Pertimbangan
Baca: Aturan Baru Menkes: Pasien Covid-19 Boleh Klaim Biaya Perawatan, Ini Kriterianya
Dimas merupakan anak dari pasangan Didik Suroyo, seorang nelayan, dan Asiatun, yang sehari-hari bekerja sebagai buruh pengeringan ikan.
Keluarga tersebut tinggal di RT 1 RW 1 Desa Pantiharjo, Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang.
Setiap hari, Dimas berangkat ke sekolah diantar ibunya, kemudian pulang dengan diantar wali kelasnya sampai di rumahnya.
"Ia datang diantar ibunya naik sepeda motor.
Setelah itu ditinggal lantaran ibunya bekerja sebagai karyawan pengeringan ikan.
Selesai pembelajaran, Dimas diantar wali kelas sampai rumah," jelas Isti.
Isti menceritakan, Dimas merupakan satu dari sekian siswa yang tak memiliki fasilitas ponsel pintar untuk belajar daring.
Pihak sekolah pun belum selesai mendata jumlah siswa yang tak memiliki ponsel pintar.
Maka, pihak sekolah sengaja membuat kebijakan khusus bagi siswa yang tak memiliki gawai untuk belajar offline (luring) di sekolah.
"Tentu saja, dengan protokoler ketat, seperti cek suhu badan, pelindung wajah, masker, dan lainnya.
Kami sudah inventarisasi, ada beberapa siswa yang memang tidak memiliki fasilitas daring.
Nanti mereka akan kami bantu belajar offline," ujar Isti.
Curhat Siswa di Jateng Soal Belajar Daring, Mulai Sulit Sinyal hingga Tak Ada Kuota
Sejumlah pelajar yang bersekolah di beberapa daerah di Jawa Tengah mengaku keberatan dengan metode pembelajaran dengan menggunakan sistem daring di tengah pandemi Covid-19.
Siswa kelas 12 SMAN 2 Wonosobo, Ricky Aditya menyebutkan ada rekannya yang terpaksa pulang kampung di kawasan pegunungan karena tidak ada sekolah tatap muka.
Namun, ketika pembelajaran online secara daring diberlakukan, rekannya itu tidak terkoneksi karena kesulitan akses jaringan internet.
"Kami kirim pesan lewat WA juga tidak nyambung.
Akhirnya pihak sekolah mendatangi rumahnya di kawasan pegunungan di Kledung.
Ternyata, mereka mengalami kesulitan sinyal.
Pihak sekolah kemudian mengupayakan agar teman kami bisa tetap mengikuti pelajaran secara online itu.
Saat test akhir semester, teman kami boleh datang ke sekolah untuk mendapatkan soal," katanya dalam acara Bincang Santai Bareng Media berlabel Curhat Anak Jawa Tengah di Masa Pandemi" yang digelar secara zoom meeting, Selasa (21/7/2020).
Baca: Tito Karnavian Jelaskan Teori Terbaik Pencegahan Penularan Jenazah Covid-19 dengan Cara Dibakar
Baca: Vaksin Covid-19 di AS Diperkirakan Dibanderol Rp580 Ribu, Akan Menjadi Patokan Harga Global
Hal serupa terjadi dengan Siswa SMK N 1 Brebes, Foresta Arbar Ramadhan.
Dia menceritakan banyak rekannya yang tidak memiliki kuota untuk akses internet.
"Beruntung beberapa instansi menyediakan tempat untuk nongkrong para pelajar yang ada WiFi-nya. Kami bisa belajar secara online di tempat itu," ujarnya.
Sementara, kisah lain muncul dari siswa MAN 2 Banyumas Muhammad Meizar berkaitan dengan momen kelulusannya.
"Saya menjadi panitia wisuda kelulusan.
Ternyata semua batal.
Padahal rencana sudah kami susun.
Momen bersejarah itu tidak kami dapatkan," tuturnya.
Menurutnya, pembelajaran lewat tatap muka lebih mengena ketimbang sistem daring, karena dapat membentuk kepribadian dan karakter siswa.
"Itu para pembentukan karakter. Lebih mengena bila bertatap muka.
Masuk sekolah bisa terlambat, bisa mendapatkan sanksi yang jelas sebelum ada pandemi.
Namun ketika sistem daring, terlambat sanksinya apa juga tidak tahu," katanya.
Meskipun begitu, ada kelebihan dalam pembelajaran sistem daring.
Sebab, para siswa bisa belajar langsung ke orangtua.
Para orangtua itu yang kemudian membimbing anak-anaknya, menerapkan tanggung jawab untuk mengikuti sistem pembelajaran jarak jauh secara online tersebut.
Ketua Forum Anak Jawa Tengah Amelia Adiputri Diansari menyebut sekitar 20 hingga 25 persen para pelajar di Jawa Tengah tidak memiliki akses layanan Program Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) atau sistem daring.
Data itu diperoleh dari hasil survei tertutup yang dilakukan Forum Anak Jateng dengan responden 590 pelajar di Jawa Tengah yang dilakukan setelah muncul pandemi Covid-19 yang mengharuskan para pelajar mengikuti sistem pembelajaran secara daring.
"Masalah yang muncul mulai dari siswa tidak memiliki telepon selular untuk mengakses internet karena faktor kekurangan ekonomi orangtuanya.
Selain juga karena sulitnya sinyal di tempat tinggalnya," katanya.
(Tribunnewswiki.com/Putradi Pamungkas, Kompas.com/Riska Farasonalia/Khairina)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Tak Punya "Smartphone", Siswa SMP Ini Tetap Bersekolah meski Sendirian di Kelas" dan "Curhat Siswa di Jateng Soal Belajar Daring, Mulai Sulit Sinyal hingga Tak Ada Kuota"