Ia mengungkapkan bahwa sindrom ini juga memiliki kaitan dengan ketidakseimbangan neurotransmiter otak, terutama serotonin, dopamin, dan adrenalin.
Penanganan
Untuk mengetahui faktor penyebab dan pemicu pasti serta cara penanganan yang tepat, Kasandra mengimbau agar orang-orang tidak melakukan self diagnose.
"Harus ada pemeriksaan psikologis, jangan self diagnose," imbau dia.
Sementara itu, menurut ahli sindrom imposter, Valeria Young, ada tiga langkah penting yang disarankan untuk menangani sindrom imposter ini.
Pertama, penting untuk menormalkan perasaan tidak percaya diri.
"Saat anda merasa takut dan ragu, itu normal. Anda dapat mencoba menghilangkan rasa tidak percaya diri dan fokus berbicara pada diri sendiri," kata Young.
Kedua, mengubah kerangka pemikiran.
"Daripada berpikir tentang apa yang akan dilakukan saat memperoleh suatu proyke besar, berpikirlah bahwa Anda akan benar-benar belajar," ujar dia.
Ketiga, mengubah persepsi dari awal. "Pada akhirnya, satu-satunya cara untuk berhenti merasa seperti seorang penipu adalah berhenti berpikir seperti seorang penipu," kata Young.
(TribunnewsWiki/Tyo/Kompas/Vina Fadhrotul Mukaromah)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ramai di Media Sosial, Apa Itu Sindrom Imposter?"