TRIBUNNEWSWIKI.COM - Amerika Serikat meminta Partai Komunis China untuk menghentikan praktik aborsi paksa terhadap perempuan muslim etnis Uighur.
Amerika Serikat (AS) merespons laporan yang menyebut China menggunakan sterilisasi dan aborsi paksa terhadap warga etnis muslim Uighur.
Melalui Sekretaris Negara sekaligus Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Michael R. Pompeo, AS menyerukan Partai Komunis China (PKC) segera mengakhiri praktik 'mengerikan' ini.
"Dunia menerima laporan yang mengganggu hari ini bahwa Partai Komunis China menggunakan sterilisasi paksa, aborsi paksa, dan pemaksaan program keluarga berencana dengan paksa terhadap muslim Uighur dan minoritas lainnya di Xinjiang, sebagai bagian dari penindasan yang berkelanjutan," tulis Pompeo dalam pernyataan resmi, Senin (29/6/2020).
Pompeo memuat ungkapan bahwa laporan tersebut 'mengejutkan' pihak Amerika Serikat.
Oleh Pompeo, PKC dinilai konsisten atas praktik penindasan terhadap etnis Uighur yang telah berlangsung selama puluhan tahun.
Pompeo menilai PKC tidak peduli atas kehidupan minoritas dan martabat masyarakat Uighur.
Di akhir pernyataannya, ia menyerukan agar PKC segera mengakhiri praktik ini.
Pompeo meminta semua negara untuk bergabung dengan Amerika Serikat dalam menuntut 'pelanggaran' yang 'tidak manusiawi' ini.
Penelitian Antropolog Asal Jerman
Sebuah penelitian terbaru mengungkapkan otoritas China memaksa perempuan menggunakan alat kontrasepsi di Xinjiang sebagai upaya pengurangan populasi masyarakat muslim Uighur.
Usaha sistematis 'sterilisasi perempuan', menurut laporan akademisi Jerman yang membidangi isu Uighur, Adrian Zenz, juga menyebut China memaksa warga Uighur untuk aborsi.
Penelitian Adrian mendorong munculnya seruan internasional di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) agar dilakukan penyelidikan.
Adapun China membantah tuduhan tersebut dalam sebuah pernyataan.
China menyebut apa yang dituduhkan adalah hal yang tidak berdasar.
Baca: UU tentang Uighur Diteken oleh Donald Trump, Reaksi China: Kami Akan Ambil Tindakan Balasan
Sebagai informasi, China sedang dihadapkan pada kritik luas lantaran dinilai menahan warga Uighur di kamp-kamp penampungan.
Diwartakan BBC, setidaknya terdapat satu juta masyarakat Uighur dan minoritas muslim lainnya yang ditahan di China, Senin (29/6/2020).
Oleh otoritas China, kamp tempat warga Uighur ditahan merupakan kamp 'pendidikan ulang'.
Sebelumnya Tiongkok sempat menyangkal adanya kamp-kamp ini, sebelum kemudian menyebut kamp ini sebagai pertahanan melawan terorisme.
Otoritas mengklaim langkah ini dilakukan buntut dari kekerasan separatis di wilayah Xinjiang.
Baca: Amerika Serikat Putuskan Blacklist Puluhan Perusahaan China Pasca Terlibat Diskriminasi Etnis Uighur
Sekretaris Kabinet Amerika Serikat, Mike Pompeo menyerukan China "segera mengakhiri praktik mengerikan ini"
Dalam sebuah pernyataan, Pompeo mendesak "semua negara untuk bergabung dengan Amerika Serikat dalam menuntut diakhirinya pelanggaran tidak manusiawi ini"
Tuduhan ini membuat China mendapat pengawasan dari publik internasional.
Penyelidikan BBC tahun 2019 menunjukkan anak-anak di Xinjiang secara sistematis dipisahkan dari keluarga dalam upaya mengisolasi mereka dari lingkungan muslim.
Seperti apa laporan Adrian Zenz?
Penelitian Adrian didasarkan atas pengumpulan data resmi di tingkat regional.
Baca: Angkatan Laut Jepang dan India Gelar Latihan Militer Bersama, Peringatan untuk China?
Adrian juga memakai sejumlah dokumen kebijakan serta wawancara dengan perempuan etnis minoritas di Xinjiang.
Laporannya menyebut bahwa perempuan Uighur dan etnis minoritas lain diancam akan ditahan jika menolak membatalkan kehamilan yang melebihi angka kelahiran yang telah ditetapkan.
Bagi perempuan yang memiliki anak tidak lebih dari dua, maka diharuskan secara sukarela untuk memasang alat kontrasepsi dalam rahim.
Selain itu, laporan ini menyebut adanya pemaksaan kepada perempuan untuk menerima 'operasi sterilisasi' alias pemaksaan aborsi.
Kemudian, terdapat laporan yang menyebut sejumlah mantan tahanan kamp-kamp diberikan suntikan yang menghentikan menstruasi mereka.
Baca: Setelah Konflik dengan India, China Terjunkan Puluhan Petarung MMA Ke Perbatasan
Selanjutnya, sejumlah mantan tahanan mengaku dirinya mengalami pendarahan hebat akibat efek obat-obatan pengontrol kelahiran, tertulis dalam laporan tersebut.
"Semenjak kebijakan keras ini dimulai akhir 2016, Xinjiang berubah menjadi wilayah yang kejam, campur tangan negara atas otonomi reproduksi telah ada di mana mana," kata laporan itu.
Berdasarkan analisa data, laporan ini menyebut adanya penurunan pertumbuhan populasi di wilayah Xinjiang dalam beberapa tahun terakhir.
Tingkat pertumbuah turun 84% di dua prefektur tempat tinggal mayoritas etnis Uighur pada kurun waktu 2015 dan 2018.
Sementara tahun 2019 disebut menurun lebih jauh lagi.
"Penurunan semacam ini belum pernah terjadi sebelumnya, (jelas) ada kekejaman di situ," kata Adrian Zenz kepada Associated Press.
"Ini merupakan bagian dari strategi kontrol menaklukan (etnis) Uighur,"
"Secara keseluruhan, dimungkinkan pihak berwenang Xinjiang terlibat dalam sterilisasi massal perempuan yang memiliki tiga anak atau lebih," ungkap laporan ini.
--
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha)