TRIBUNNEWSWIKI.COM - Pihak Istana kali ini kembali membuat publik Indonesia terpaku.
Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara pada Kamis (18/6/2020), yang diunggah di YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (28/6/2020) menjadi perbincangan hangat publik.
Dalam unggahan tersebut, terlihat dengan jelas Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan beberapa hal penting, menyindir beberapa sektor kementerian dan berbicara dengan raut muka kesal serta nada yang tinggi.
"Kemarahan" Jokowi disebut akibat dari lambannya kinerja para pembantunya di kabinet atau sektor kementerian terkait respons terhadap pandemi Covid-19 dan dampak-dampak turunannya.
Namun, peneliti dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Arya Fernandes menilai, Presiden Joko Widodo disebut sengaja melempar spekulasi perombakan atau reshuffle kabinet dalam Sidang Kabinet Paripurna 18 Juni lalu.
Menurut Arya, melempar spekulasi reshuffle tidak elok dilakukan, apalagi dalam situasi pandemi Covid-19 seperti sekarang ini.
"Pemerintah atau Istana seperti ingin membuat spekulasi tentang reshuffle, dan ini menurut saya tentu kurang elok," kata Arya pada Senin (29/6/2020), dikutip dari laman Kompas.com.
Arya menilai, spekulasi reshuffle menyebabkan kinerja para menteri tidak fokus.
Baca: Kinerja Menteri Atasi Covid-19 Buruk, Jokowi Keluarkan Ancaman Reshuffle Kabinet: Sudah Kepikiran
Baca: Jokowi Jengkel dengan Kinerja Menteri Kabinet, Dua Kementerian Ini Jadi Sasaran Kekesalan Presiden
Baca: Penanganan Covid-19 Tak Ada Progres, Jokowi Jengkel pada Menteri Kabinet: Apa Tidak Punya Perasaan?
Sebab, dengan adanya spekulasi tersebut, perhatian para menteri justru tertuju pada upaya mengamankan posisinya masing-masing.
Para menteri sangat dimungkinkan akan mencari posisi aman dan melakukannya via lobi partai demi tetap dipertahakan pada jabatan saat ini.
Dengan begitu, partai akan melakukan berbagai manuver dalam koalisi untuk mencegah kadernya terkena reshuffle.
"Saya melihat spekulasi soal reshuffle ini dalam situasi krisis seperti ini justru menurut saya akan riskan sekali," ujar Arya.
"Akan mempengaruhi proses penanganan Covid-19, karena menteri-menteri tentu dia merasa enggak enak, secara psikologi dia tertekan, apalagi kan beberapa kementerian disebut oleh Presiden," tuturnya.
Menurut Arya, jika Jokowi memang ingin melakukan reshuffle, ada baiknya langsung dilaksanakan tanpa lebih dulu melempar spekulasi.
Arya menyebutkan, publik sebenarnya tidak perlu tahu apa yang terjadi di 'dapur' Istana Kepresidenan.
Sebab, kewenangan reshuffle sepenuhnya di tangan Presiden Jokowi.
Istana Kepresidenan pun diharapkan tidak membangun isu yang justru membuat suasana politik di tengah pandemi menjadi kian gaduh.
"Kalau Presiden ingin melakukan reshuffle ya sebaiknya lakukan saja," ujar Arya.
"Jadi sebaiknya (Istana) tidak membangun rumor-rumor, tidak membangun spekulasi-spekulasi politik baru yang akan membuat gaduh politik," kata dia.
Presiden Joko Widodo menyampaikan ancaman reshuffle kabinet di hadapan para menterinya saat Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta pada 18 Juni 2020 silam.
Informasi ini baru terungkap dalam video yang ditayangkan akun YouTube Sekretariat Presiden pada Minggu (28/6/2020).
Mulanya saat membuka rapat, Jokowi menyampaikan kejengkelannya kepada para menteri lantaran masih bekerja secara biasa saja di masa krisis seperti ini.
Baca: Khofifah Akan Kerahkan Semua Daya Upaya Tangani Covid-19 di Jatim, Jokowi Beri Waktu 2 Minggu
Baca: Jokowi Ingatkan Gubernur Jatim Tak Serampangan Buat Kebijakan: Minta Masukan Epidemologi dan Pakar!
Padahal, Presiden Jokowi meminta ada kebijakan luar biasa untuk menangani krisis, baik itu pandemi Covid-19 dan dampaknya terhadap perokonomian.
"Langkah extraordinary ini betul-betul harus kita lakukan. Dan saya membuka yang namanya entah langkah politik, entah langkah pemerintahan," kata Jokowi.
"Akan saya buka. Langkah apa pun yang extraordinary akan saya lakukan. Untuk 267 juta rakyat kita. Untuk negara," ucap Presiden.
Ia lantas menyampaikan ancaman reshuffle bagi menterinya yang masih bekerja biasa-biasa saja.
"Bisa saja, membubarkan lembaga. Bisa saja reshuffle. Sudah kepikiran ke mana-mana saya," ucap Jokowi.
Isi "Kemarahan" Jokowi terhadap para menteri
Jokowi memberikan peringatan tegas kepada para menteri kabinet.
Hal itu ia sampaikan dalam pembukaan Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Kamis (18/6/2020), yang diunggah di YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (28/6/2020).
Nada bicara Presiden dalam rapat kali ini sesekali meninggi.
Jokowi memberi penekanan-penekanan pada pembicaraannya.
Bahkan ia terang-terangan merasa jengkel.
Mantan Wali Kota Solo itu melihat masih ada pejabatnya yang seakan biasa-biasa saja.
Padahal, kata Jokowi, harusnya semua elemen bisa memahami jika hari ini tengah menghadapi krisis.
"Saya lihat, kita ini seperti biasa-biasa saja. Saya jengkelnya di situ. Ini apa enggak punya perasaan? Suasana ini krisis," kata Jokowi dikutip dari Tribunnews.com.
Jokowi mengatakan, semua pimpinan lembaga negara bertanggung jawab terhadap nasib 267 juta penduduk Indonesia.
Ia meminta agar ke-34 menterinya memiliki perasaan dan pengorbanan yang sama di tengah pandemi Covid-19.
"Tolong digarisbawahi dan perasaan itu tolong sama. Ada sense of crisis yang sama," ujar Jokowi.
Apalagi Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) menyampaikan, pertumbuhan ekonomi dunia terkontraksi minus 6 hingga 7,6 persen.
Sementara menurut Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi dunia bisa minus hingga 5 persen.
Dengan hal tersebut, seharusnya para menteri tidak menganggap kondisi ini biasa-biasa saja bahkan normal.
Sayangnya, yang dilihat Jokowi, sejumlah menteri masih menganggap ini adalah hal normal.
Mantan Gubernur Jakarta itu juga menyinggung kerja para menterinya yang menurutnya, masih biasa-biasa saja.
"Lha, kalau saya lihat, bapak, ibu, dan saudara-saudara masih ada yang melihat ini sebagai sebuah masih normal, berbahaya sekali. Kerja masih biasa-biasa saja," kata dia.
Menurut Jokowi, saat ini dibutuhkan kinerja yang ekstra luar biasa, termasuk dalam pengambilan keputusan atau kebijakan.
"Jangan kebijakan yang biasa-biasa saja, menganggap ini sebuah kenormalan. Apa-apaan ini?" ujar Jokowi.
Jokowi juga meminta para menteri tidak memakai hal standar pada suasana krisis seperti sekarang ini sebab, manajemen krisis sudah berbeda.
Bahkan Jokowi tak sungkan untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) dan Peraturan Presiden (Perpres) apabila dibutuhkan dalam situasi saat ini.
Masih dari pidatonya, Jokowi juga mengingatkan terkait program belanja di kementerian.
Menurut Jokowi, laporan belanja di kementerian masih biasa-biasa saja.
"Segera keluarkan belanja itu secepat-cepatnya, karena uang beredar semakin banyak, konsumsi masyarakat nanti akan naik," kata dia.
Jika masih ada hambatan, lanjut Jokowi, para menteri bisa mengeluarkan peraturan menteri (Permen) bahkan bila perlu Perpres.
Hal ini dilakukan demi mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
Di rapat itu, Jokowi mencontohkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang mendapat anggaran senilai Rp 75 triliun.
Dari jumlah itu, yang baru terserap hanya 1,53 persen.
Jokowi meminta agar anggaran tersebut segera dikeluarkan dengan penggunaan yang tepat sasaran.
"Pembayaran tunjangan untuk dokter, untuk dokter spesialis, tenaga medis, segara keluarkan. Belanja-belanja untuk peralatan, segera keluarkan," kata Jokowi.
Baca: Mahfud MD Sampaikan Pesan Jokowi, Tegur Polri: Aparat Jangan Terlalu Sensi, Orang Gurau Biarkan Saja
Baca: Bio Farma Mampu Produksi 50 Ribu Alat PCR per Minggu, Jokowi Ingin Tingkatkan Jadi 2 Juta Sebulan
Baca: Tak Jadi Banding Ke PTUN, Jokowi Terima Divonis Bersalah karena Batasi Akses Internet di Papua
Termasuk soal bantuan sosial (bansos) yang saat ini sangat dibutuhkan masyarakat.
Bila ada masalah, para menteri terkait dapat melakukan tindakan lapangan.
"Meskipun sudah lumayan, tapi ini baru lumayan. Ini extraordinary, harusnya 100 persen," ujar Jokowi.
Pun di bidang ekonomi, Jokowi meminta, stimulus ekonomi dapat masuk ke usaha kecil, mikro, menengah, perbankan, manufaktur, industri hingga padat karya.
"Jangan biarkan mereka mati dulu, baru kita bantu, nggak ada artinya," kata Jokowi.
"Beri prioritas pada mereka. Jangan sudah PHK gede-gedean, duit serupiah pun belum masuk ke stimulus ekonomi kita hanya gara-gara urusan peraturan."
Bahkan Jokowi berani mempertaruhkan reputasi politiknya asal demi bangsa dan negara.
Selengkapnya, simak pidato Jokowi saat membuka saat Sidang Kabinet Paripurna, di Istana Negara.
(Tribunnewswiki.com/Ris)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com berjudul Istana Unggah Video Jokowi Marah, Dinilai Sengaja Lempar Spekulasi Reshuffle.