Dokumen ini menegaskan kembali Rusia untuk melakukan serangan nuklir pertama sebagai balasan atas serangan nonnuklir.
The Moscow Times melaporkan bahwa agresi terhadap Rusia dengan menggunakan senjata konvensional ketika keberadaan negara terancam adalah salah satu dari empat keadaan dalam dokumen tersebut yang membuka jalan Rusia untuk menggunakan senjata nuklir.
Ini menegaskan sikap Rusia untuk penggunaan senjata nuklir terhadap senjata konvensional di bawah doktrin militer 2010.
Dokumen kebijakan 2020 juga mengizinkan penggunaan senjata nuklir terhadap serangan senjata nuklir atau "informasi andal" dari peluncuran rudal balistik atas Rusia atau sekutunya, serta "tindakan" terhadap fasilitas negara atau militer Rusia yang vital.
Menurut dokumen tersebut, Rusia memiliki hak untuk merevisi dasar-dasar kebijakan pencegahan nuklirnya, tergantung pada faktor internal dan eksternal yang memengaruhi ketentuan pertahanan.
Rusia telah menyatakan keraguan yang lebih dalam atas kebijakan nuklir Amerika Serikat (AS), setelah Washington menarik diri dari Perjanjian Pasukan Nuklir Jangka Menengah (INF) pada Agustus 2019.
Baca: Hubungan China dan India Memanas, Rusia Buka Suara dan Mengaku Khawatir
Baca: Iran, Rusia, China, dan Turki Justru Rayakan Kekacauan dan Kerusuhan di Amerika Serikat
AS menuding Rusia melakukan pelanggaran yang dibantah Moskow.
Perjanjian New START 2010, yang membatasi jumlah hulu ledak nuklir jangka panjang yang bisa dikerahkan, sekarang satu-satunya kesepakatan kontrol senjata yang tersisa antara AS dan Rusia.
Presiden AS Donald Trump sebelumnya mengatakan dirinya ingin melakukan pakta nuklir dengan Rusia.
Juru bicara Kremlin mendesak kepala kebijakan luar negeri Rusia dan AS untuk meningkatkan negosiasi sebelum Perjanjian New START berakhir pada Februari 2021.
(TribunnewsWiki/Tyo/Kontan/S.S. Kurniawan)
Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul "Ini 9 negara pemilik 13.400 hulu ledak nuklir, siapa yang paling banyak?"