TRIBUNNEWSWIKI.COM - Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/Kepala BRIN) Bambang Brodjonegoro menyebut bahwa ada tiga jenis virus corona baru di Indonesia belum terkategorisasi.
Konsekuensinya, menurut Bambang, Indonesia membutukan vaksin khusus yang berbeda dari vaksin yang dikembangkan di negara lain.
"Hal ini mengingat tiga jenis atau strain virus Covid-19 yang menyebar di dalam negeri belum terkategorisasi oleh database terkait influenza dan coronavirus di dunia Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID)," ujar Bambang sebagaimana dikutip dari keterangan pers Kemenristek/BRIN, Kamis (4/6/2020).
Bambang menjelaskan bahwa GISAID merupakan bank data influenza di dunia. Tugas mereka, yakni mengumpulkan semua virus flu.
Selain itu, GISAID juga melakukan penelitian terhadap virus penyebab Covid-19.
Dalam hal ini, virus Covid-19 yang sudah dilakukan namanya whole genome sequencing. Istilahnya virusnya sudah bisa dibaca karakternya dan mereka kemudian lakukan klasifikasi," ungkap Bambang.
Dalam pengklasifikasian itu, GISAID membagi ke dalam tiga kategori pokok, yakni klasifikasi S, G dan V.
"Kemudian (jenis virus) yang lain masih dianggap others (belum dikenali) dan ternyata tiga yang Indonesia kirim dari Eijkman, ketiganya masuk others, tidak masuk yang S, G, maupun V," ungkap Bambang.
Baca: Peneliti Nilai Vaksin Covid-19 Tak Bisa Beri Kekebalan dalam Jangka Panjang, Benarkah?
Baca: Rusia Berhasil Temukan Vaksin Virus Corona, Disebut Anti Virus Covid-19 Paling Menjanjikan di Dunia
Bambang menjelaskan saat ini Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman telah memimpin riset di sektor vaksin untuk transmisi lokal dalam Konsorsium Riset dan Inovasi tentang Covid-19 yang didanai oleh Kemenristek/BRIN.
Berdasarkan perkembangan terakhir, LBM Eijkman sudah menemukan tambahan jenis virus dari yang semula tiga strain menjadi tujuh strain.
Meski demikian, tiga strain dari Indonesia tadi tetap masuk kategori others dalam GISAID.
"Jadi ternyata virus yang dari Indonesia masih dikenali dulu karakternya. Kenapa ini penting? Karena kalau kita buat vaksin, vaksin itu harus bisa menjawab transmisi lokal yang ada di Indonesia," kata Bambang.
Ia lantas memperhitungkan akhir tahun ini bibit vaksin atau vaccine seed khusus untuk strain coronavirus di Indonesia sudah ada.
Akan tetapi, penggunaan vaksin tersebut untuk imunisasi massal kemungkinan dilakukan pada tahun depan setelah bibit vaksin lolos uji medis dan dapat diproduksi massal untuk paling tidak separuh penduduk Indonesia.
"Bibit vaksinnya mungkin bisa ditemukan tahun ini. Tapi imunisasi massal itu baru bisa mungkin tahun depan. Vaksinnya sendiri harus diproduksi," kata dia.
Baca: Hasil Uji Coba Klinis Kedua Aman, China Bersiap Produksi Massal Vaksin Covid-19 Jelang Akhir 2020
Baca: 131 Orang Ikut Uji Coba Vaksin Corona di Australia, Miliaran Dosis Siap Tersedia Tahun Depan
Bambang sekaligus mengingatkan bahwa memproduksi vaksin itu jelas tidak gampang dan skalanya sangat besar. Sebab, di Indonesia sendiri terdapat 260 juta penduduk.
"Jadi kita buat vaksin antara separuh sampai dua per tiga penduduk yang harus divaksin. Berarti vaksin yang dibutuhkan antara 130 sampai 170 juta. Itu belum menghitung booster-nya," tutur Bambang.
"Kalau kita divaksin, itu sekali vaksin belum tentu imun kita muncul sehingga harus ada booster-nya sampai imun muncul. Tentu saja setiap orang berbeda, ada yang sekali vaksin langsung muncul. Ada yang tidak muncul-muncul," tambah dia.
Peneliti Nilai Vaksin Covid-19 Tak Bisa Beri Kekebalan dalam Jangka Panjang, Benarkah?
Banyak masyarakat di dunia mengharapkan vaksin segera diproduksi agar bisa memberikan kekebalan dalam tubuh untuk melawan virus tersebut.
Meskipun begitu, dampak vaksin Covid-19 masih menjadi perdebatan panjang diantara para ilmuwan dan peneliti.
Beberapa pakar menilai jika masyarakat tidak terlalu tergantung akan vaksin tersebut.
Direktur National Institute of Allergy and Infectious Disease (NIAID) AS, Anthony Fauci, mengaku dirinya khawatir tentang daya tahan vaksin virus corona.
Ia mengatakan, ada kemungkinan vaksin itu tidak memberikan kekebalan untuk jangka panjang.
"Jika Covid-19 bertindak seperti virus corona lain, besar kemungkinan itu tidak akan memiliki durasi kekebalan yang panjang," kata Fauci dalam wawancara dengan Editor JAMA, Howard Bauchner, Selasa (2/6/2020).
"Ketika kita melihat sejarah virus corona, virus umum yang menyebabkan flu biasa, laporan dalam literatur menunjukkan daya tahan kekebalan berkisar antara tiga hingga enam bulan, nyaris tidak sampai satu tahun," ujarnya.
"Itu tidak memberi daya tahan dan perlindungan yang lama," lanjutnya.
National Institutes of Health telah bekerja cepat dengan perusahaan biotek Moderna menciptakan vaksin potensial untuk mencegah Covid-19 terus meluas.
Virus ini telah menginfeksi lebih dari 6,28 juta orang di seluruh dunia dan sedikitnya 375.000 orang meninggal dunia, menurut data yang dikumpulkan Johns Hopkins University.
Fauci mengatakan, perusahaan biotek berharap mendaftarkan sekitar 30.000 orang ketika memulai uji coba vaksin fase 3 pada bulan Juli.
Ia menyebutkan bahwa setidaknya ada empat percobaan untuk vaksin potensial yang melibatkannya secara langsung atau tidak langsung.
Ketika diminta keterangan apakah para ilmuwan dapat menemukan vaksin yang efektif, Fauci mengaku ia "sangat optimis," tapi juga menambahkan "tidak pernah ada jaminan."
"Mungkin butuh berbulan-bulan untuk mendapatkan jawaban sebelum para ilmuwan menemukan apakah vaksin itu bekerja," ujar Fauci mengingatkan.
Baca: Dapat Obat Covid-19 dari China, Gubernur Maluku Sebut Obatnya Terbukti Sembuhkan Pasien Virus Corona
Para pejabat AS dan ilmuwan berharap vaksin untuk mencegah Covid-19 akan siap pada paruh pertama 2021, atau setidaknya 12-18 bulan sejak para ilmuwan China mengidentifikasi virus corona dan memetakan urutan genetiknya.
Penemuan vaksin ini memecahkan rekor dalam hal proses pembuatannya.
Hal tersebut dikarenakan, vaksin yang biasanya memakan waktu sekitar satu dekade dengan hasil yang efektif dan aman.
Sebagai informasi, pengembangan vaksin tercepat untuk penyakit mumps (gondong), membutuhkan waktu lebih dari empat tahun dan dilisensikan pada tahun 1967.
Namun, para ilmuwan masih belum sepenuhnya memahami aspek-aspek dasar atau kunci utama dari virus corona.
Termasuk bagaimana sistem kekebalan tubuh merespons virus tersebut begitu seseorang terpapar.
Mereka mengatakan, jawabannya bisa memiliki implikasi besar pada pengembangan vaksin, termasuk seberapa cepat vaksin dapat digunakan untuk umum.
Bulan lalu, Fauci berharap para ilmuwan akan menemukan kandidat vaksin yang dapat bekerja secara efektif.
Walaupun ia terus mengingatkan akan kemungkinan jebakan dalam mengembangkan vaksin apa pun.
"Kita dapat memiliki semua yang kita pikir ada di tempat seharusnya dan tidak menginduksi jenis respons imun yang ternyata bersifat protektif dan tahan lama," kata Fauci terkait vaksin.
"Jadi salah satu yang tidak diketahui adalah, apakah ini efektif? Mengingat cara tubuh merespons virus jenis ini, saya optimis kita akan mendapatkan salah satu kandidat vaksin yang manjur."
(TribunnewsWiki.com/Restu/Tyo/Kompas.com/Gading Perkasa/Dian Erika Nugraheny)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Benarkah Vaksin Covid-19 Tak Memberi Kekebalan Jangka Panjang?" dan "Menristek Sebut Indonesia Perlu Vaksin Covid-19 Khusus, Mengapa?"