TRIBUNNEWSWIKI.COM - Sejumlah tenaga medis yang bekerja di RSUD Ogan Ilir, Sumatera Selatan berakhir pemecatan setelah adanya aksi mogok kerja.
Aksi mogok kerja tersebut dilakukan oleh tenaga medis yang bekerja di sana sebagai aksi protes.
Namun, bupati dan manajemen RSUD Ogan Ilir berdalih tuntutan yang disampaikan para tenaga medis tersebut dianggap mengada-ngada.
Sehingga, sejumlah 109 orang diberhentikan.
Walaupun ada ratusan tenaga medis yang dilakukan pemecatan, bupati dan manajemen RSUD Ogan Ilir menilai tidak akan mempengaruhi pelayanan.
Pasalnya, mereka akan melakukan perekrutan tenaga medis baru untuk menggantikan karyawan lama yang diberhentikan.
Aksi mogok kerja
Sebelumnya, sebagai bentuk protes, sebanyak 60 tenaga medis di RSUD Ogan Ilir yang berstatus honorer menggelar aksi mogok kerja.
Dari alasan yang diberikan, di antaranya yakni terkait dengan ketersediaan alat pelindung diri (APD) yang minim, ketidakjelasan insentif dari pemkab, dan tidak adanya rumah singgah bagi tenaga medis yang menangani pasien corona.
Selain itu, gaji yang diberikan kepada mereka hanya sebesar Rp 750.000 per bulan.
Baca: Setelah Tes Covid-19, Empat TKI di Malaysia Malah Kabur, Satu Orang Masih dalam Pencarian
Baca: Hacker Klaim Retas KPU dan Bocorkan 2,4 Juta Data Penduduk Indonesia: Bakal Sebar 200 Juta Data Lain
Baca: Warga yang Berkerumun Demi Belanja Baju Lebaran di Tengah Pandemi Covid-19, MUI: Hukumnya Haram
"Tenaga paramedis tidak mau melaksanakan perintah pihak rumah sakit karena tidak ada surat tugas, selain itu tidak ada kejelasan soal insentif bagi mereka. Mereka hanya menerima honor bulanan sebesar Rp 750 ribu, sementara mereka diminta juga menangani warga yang positif Covid-19,” terang sumber Kompas.com yang tidak ingin disebut namanya.
Menyikapi aksi protes tersebut, akhirnya DPRD Ogan Ilir pun ikut turun tangan.
Ketua Komisi IV DPRD Ogan Ilir Rizal Mustopa mengaku sudah mendesak bupati untuk melakukan evaluasi terhadap manajemen RSUD.
Sebab, ia menilai tuntutan yang disampaikan para tenaga medis berkaitan dengan kebutuhan dasar dan keselamatan tenaga medis itu sendiri.
Seperti kebutuhan APD standar, intensif tambahan, rumah singgah, dan sebagainya.
Ia pun menganggap jika tuntutan para tenaga medis tersebut memang seharusnya sudah menjadi kewajiba pemerintah.
“Intinya pemenuhan apa yang dituntut oleh tenaga paramedis itu seharusnya sudah menjadi kewajiban Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir, sebab masalah itu sudah diajukan, termasuk masalah insentif juga sudah diajukan RSUD Ogan Ilir jauh hari sebelum kejadian ini, pertanyaanya kenapa tenaga kesehatan itu bisa mogok?“ tanya Rizal.
Karena itu, ia meminta Pemkab Ogan Ilir untuk segera melakukan evaluasi terhadap kinerja Direktur dan manajemen RSUD.
Sanggahan RSUD
Direktur RSUD Ogan Ilir Roretta Arta Guna Riama membantah tudingan yang disampaikan para tenaga medis yang melakukan mogok kerja.