TRIBUNNEWSWIKI.COM - Pemerintah memutuskan untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan per 1 Juli 2020 nanti.
Keputusan tersebut diambil di tengah krisis yang disebabkan oleh pandemi virus corona (Covid-19).
Aturan mengenai kenaikan iuran tersebut tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Terkait hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan alasan pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan di tengah pandemi virus corona Covid-19.
"Sesuai dengan apa yang sudah diterbitkan, dan tentunya ini adalah untuk menjaga keberlanjutan dari BPJS Kesehatan," kata Airlangga dalam video conference usai rapat terbatas bersama Presiden Jokowi, Rabu (13/5/2020) seperti dilansir oleh Kompas.com.
Airlangga menambahkan, meski iuran naik, ia memastikan bahwa pemerintah tetap memberikan subsidi.
Menurutnya, subsidi dan iuran tetap diperlukan agar operasional BPJS Kesehatan dapat terus berjalan.
"Nah ini yang tetap diberikan subsidi. Sedangkan yang lain tentu menjadi iuran yang diharapkan bisa menjalankan keberlanjutan daripada operasional BPJS Kesehatan," ujarnya.
Baca: Anies Baswedan Jawab Sindiran Tiga Menteri Jokowi Soal Bansos: Kita yang di Lapangan Tahu Persis
Baca: Presiden Jokowi Kembali Naikkan Iuran BPJS Kesehatan, Ini Rinciannya
Dinilai menentang hukum
Presiden Joko Widodo memutuskan kembali menaikkan iuran BPJS melalui Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Padahal, sebelumnya Mahkamah Agung (MA) telah membatalkan perpres terkait kenaikan iuran BPJS.
Langkah Jokowi inipun dinilai sebagai tindakan yang menentang hukum.
Hal tersebut diungkapkan oleh Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari.
Tindakan itu, kata Feri, dapat disebut sebagai pengabaian terhadap hukum atau disobedience of law.
"Tidak boleh lagi ada peraturan yang bertentangan dengan putusan MA. Sebab itu sama saja dengan menentang putusan peradilan," kata Feri kepada Kompas.com, Rabu (13/5/2020).
Menurut Feri, putusan MA bersifat final dan mengikat terhadap semua orang, termasuk kepada presiden.
Hal itu tertuang dalam Undang-undang tentang MA dan Undang-undang Kekuasaan Kehakiman.
"Pasal 31 UU MA menyatakan bahwa peraturan perundang-undangan yang dibatalkan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Artinya dia tidak dapat digunakan lagi, termasuk tidak boleh dibuat lagi," ujar Feri.
Feri mengatakan bahwa putusan MA bernomor 7/P/HUM/2020 itu pada pokoknya melarang pemerintah menaikkan iuran BPJS kesehatan.
Baca: Jokowi Naikkan Iuran BPJS Meski Telah Dibatalkan MA, Pemerintah Dinilai Melawan Hukum
Baca: Anies Blak-blakan Sudah Lacak Covid-19 di Jakarta Sejak Januari: Kami Tak Diizinkkan Lakukan Uji Lab
Hal senada juga diungkapkan oleh anggota Komisi IX DPR Saleh Daulay yang menyesalkan keputusan Jokowi menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
Ia pun menilai pemerintah tidak mematuhi putusan MA.