TRIBUNNEWSWIKI.COM - Perkembangan terbaru pasien virus corona di seluruh dunia hingga 14 April 2020, total mencapai 1.924.878 kasus.
Sementara itu, jumlah korban meninggal dunia mencapai 119.766 orang.
Kabar terbaru ini sejalan dengan meningkatnya angka jumlah pasien sembuh yang mencapai 458.200 orang.
Pantauan Tribunnewswiki.com dari data John Hopkins University, Selasa (14/4/2020) pukul 15.24 WIB, ini juga menyebut virus corona telah menyebar ke 185 negara di dunia.
Baca: Kementerian Pertanian Jamin Stok Daging Aman, Sebut Petani sebagai Pejuang di Masa Pandemi Corona
Carrimycin, Obat yang Disebut dapat Sembuhkan Covid-19
China dikabarkan mengembangkan obat untuk memerangi pandemi virus corona.
Pada Februari 2020 Rumah Sakit Yuan Beijing memulai penelitian untuk kemanjuran dan keamanan obat Carrimycin.
Obat ini akan diteliti lebih lanjut dalam pengobatan infeksi virus corona jenis baru.
Dikutip dari Kompas.com, obat ini secara khusus dikembangkan untuk saluran pernapasan atas.
Carrimycin diketahui telah terdaftar di Administrasi Produk Medis Nasional China.
Baca: Terdampak Parah oleh Wabah Corona, Tim MotoGP Ini Pangkas Anggaran karena Terancam Bangkrut
Antibiotik baru itu dikembangkan oleh Institute Medicinal Biotehnology (Akademi Ilmu Pengetahuan Medis China) dan Shenyang Tonglian Group Co Lts.
Obat Carrimycin ini dinamai ‘Bite’.
"China memiliki hak kekayaan intelektual eksklusif dan teknologi utama dari obat ini," tulis laman Akademi Ilmu Pengetahuan Medis China.
Lalu apakah yang disebut dengan Carrimycin ini?
Pengobatan Carrimysin ini bermula pada 2003.
Tepatnya ketika Institute Medicinal Biotehnology dan Shenyang Tonglian Group Co Lts memprakarsai kolaborasi untuk mengembangkan perawatan ini.
Dalam rentan waktu tersebut, mereka mematenkannya di 12 negara.
Termasuk Amerika, Kanada, Uni Eropa, dan lain-lain.
Carrimycin memiliki aktivitas antibakteri yang kuat serta penghambat mikroplasma dan klamidia tanpa menunjukan resistensi.
Obat ini juga aktif melawan beberapa bakteri gram negatif (seperti clostridium difficile dan bacillus influenzae) dan jamur candida albicans.
Dengan dana dari pemerintah, penelitian itu menjadi salah satu riset kolaborasi besar di China dengan melibatkan 520 pasien Covid-19.
Beberapa kriteria pasien dalam penelitian itu adalah berusia usia 18-75 tahun dengan stratifikasi klinis:
- Jenis ringan: gejala klinis ringan atau tanpa gejala dan tak ada tanda-tanda pneumonia pada hasil scan
- Jenis biasa: demam, gejala pernapasan, ada tanda-tanda pneumonia pada hasil scan
- Jenis parah: gangguan pernapasan, RR lebih dari 30 kali per menit, saturasi oksigen jari kurang dari 93 persen dalam keadaan diam
- Jenis kritis: terjadi kegagalan pernapasan, pasien mengalami syok, memerlukan perawatan darurat karena kegagalan organ.
Para peneliti mencoba untuk menetapkan kriteria penyembuhan klinis dan model prediktif awal berkembangnya Covid-19.
Hasil yang ingin dicapai dalam penelitian itu adalah mengetahui waktu demam hingga normal, waktu resolusi peradangan paru, dan konvensi negatif RNA virus corona pada akhir pengobatan.
Dalam riset ini, pasien diberi obat Carrimycin yang disetujui, baik lopinavir maupun chloroquine.
Targetnya, penelitian itu baru akan selesai pada 28 Februari 2021.
Dengan kondisi pandemi virus corona yang belum menunjukkan tanda akhir, para profesional medis di seluruh dunia berusaha untuk terlibat dan melakukan apa pun untuk menemukan obat mengatasi virus itu.
Penolakan Pemakaman Jenazah Positif COVID-19
Peristiwa pilu terjadi di tengah pandemi Covid-19.
Jenazah perawat positif Covid-19 di Semarang di tolak oleh warga di Kabupaten Semarang, Kamis (9/4/2020) lalu.
Pada akhirnya jenazah dimakamkan dimakamkan di Bergota.
Diberitakan TribunJateng.com, Dewan Pimpinan Wilayah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPW PPNI) Jawa Tengah kecewa dengan kejadian penolakan pemakaman ini.
Edy Wuryanto, Ketua DPW PPNI Jateng, mengatakan, pihaknya telah bertemu dengan pihak RT dan RW daerah Suwakul, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang.
Seperti diketahui sedianya perawat RSUP Kariadi tersebut akan dimakamkan di Tempat pemakaman umum (TPU) di Suwakul Ungaran.
"Namun menurut mereka ada kepanikan sebab mobil yang datang ke daerahnya banyak sekali. Kepanikan itu yang membuat adanya misinformasi, dan kemudian penolakan," jelasnya ditemui di kantornya, Kabupaten Semarang, Jumat (10/4/2020).
Sebenarnya pihaknya sudah mengkaji ke ranah hukum terkait permasalahan tersebut. Namun dari pihak warga Suwakul Ungaran sudah mendatangi pihak PPNI Jateng.
"Setelah mendengar informasi dari perwakilan warga itu, kemudian kami masih akan mengkaji ulang apakah tetap membawa ini ke ranah hukum. Sebab kami harus hati-hati juga, ini masalah yang sensitif," paparnya.
Meski begitu dirinya ingin kejadian penolakan penguburan jenazah yang terkena wabah corona tidak lagi terjadi di manapun di Indonesia, tak terkecuali di Kabupaten Semarang.
Edy melanjutkan, saat ini perawat, dokter, pekerja medis ialah garda terdepan yang rawan terpapar wabah corona.
"Tenaga kesehatan itu tingkat kerawanannya tinggi sekali. Sebab, kalau di ruang isolasi, mereka harus sadar diri menggunakan alat pelindung diri (APD)," tandasnya.
Untuk menghormati jasa perawat meninggal karena corona di Kabupaten Semarang itu, serta sebagai tanda duka cita, Edy meminta anggotanya mengenakan pita hitam di lengan kanan masing-masing mulai tanggal 10-16 April 2020.
Menurutnya, di Jateng saat ini ada total 68 ribu perawat. Ia meminta pemerintah serius memperhatikan keselamatan perawat sesuai standar WHO.
"Artinya masyarakat juga perlu menceritakan riwayat perjalanan secara jujur agar memperoleh informasi selengkapnya," jelasnya.
Di sisi lain, Ketua RT 6 Dusun Suwakul, Bandarjo, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Purbo, mengaku sempat menangis saat warganya menolak adanya pemakaman perawat meninggal karena corona di TPU di wilayahnya.
Namun, menurutnya penolakan itu merupakan aspirasi warga yang tak bisa ia bantah.
"Mereka meminta untuk tak dimakamkan di sini. Karena saya ketua RT, maka saya punya tanggung jawab moral untuk warga di RT saya," jelas Purbo saat menemui Ketua DPW PPNI Jateng, Edy Wuryanto, di Kabupaten Semarang, Jumat (10/4).
Desakan itu yang menurut Purbo, akhirnya meneruskan aspirasi warganya ke petugas pemakaman.
"Mereka kepanikan, karena banyak mobil. Saya sudah tidak masalah, tetapi warga punya pendapat mereka sendiri," katanya.
Purbo mengaku tak sampai hati meneruskan aspirasi warganya.
Terlebih, sebenarnya perawat yang meninggal tersebut memiliki keluarga yang juga telah dimakamkan di TPU di wilayahnya.
"Meski bukan bagian dari warga kami, tetap harusnya dibolehkan," paparnya.
Maka di hadapan DPW PPNI Jateng, Purbo pun meminta maaf.
"Saya atas nama pribadi dan juga mewakili masyarakat saya, mohon maaf atas kejadian kemarin. Saya juga meminta maaf kepada perawat seluruh Indonesia," jelasnya.
Adapun Ketua RW 8 Dusun Suwakul, Daniel Sugito, mengaku sempat ada mediasi antara Pemkab Semarang bersama warga terkait penolakan tersebut.
Meski sudah ada sosialisasi, tetapi warga tetap pada pendirian menghendaki untuk dimakamkan tidak di wilayahnya.
"Karena warga menghendakinya seperti itu," jelasnya.
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar/Saradita/Ahmad Nur)