Dengan dana dari pemerintah, penelitian itu menjadi salah satu riset kolaborasi besar di China dengan melibatkan 520 pasien Covid-19.
Beberapa kriteria pasien dalam penelitian itu adalah berusia usia 18-75 tahun dengan stratifikasi klinis:
- Jenis ringan: gejala klinis ringan atau tanpa gejala dan tak ada tanda-tanda pneumonia pada hasil scan
- Jenis biasa: demam, gejala pernapasan, ada tanda-tanda pneumonia pada hasil scan
- Jenis parah: gangguan pernapasan, RR lebih dari 30 kali per menit, saturasi oksigen jari kurang dari 93 persen dalam keadaan diam
- Jenis kritis: terjadi kegagalan pernapasan, pasien mengalami syok, memerlukan perawatan darurat karena kegagalan organ.
Para peneliti mencoba untuk menetapkan kriteria penyembuhan klinis dan model prediktif awal berkembangnya Covid-19.
Hasil yang ingin dicapai dalam penelitian itu adalah mengetahui waktu demam hingga normal, waktu resolusi peradangan paru, dan konvensi negatif RNA virus corona pada akhir pengobatan.
Dalam riset ini, pasien diberi obat Carrimycin yang disetujui, baik lopinavir maupun chloroquine.
Targetnya, penelitian itu baru akan selesai pada 28 Februari 2021.
Dengan kondisi pandemi virus corona yang belum menunjukkan tanda akhir, para profesional medis di seluruh dunia berusaha untuk terlibat dan melakukan apa pun untuk menemukan obat mengatasi virus itu.
Penolakan Pemakaman Jenazah Positif COVID-19
Peristiwa pilu terjadi di tengah pandemi Covid-19.
Jenazah perawat positif Covid-19 di Semarang di tolak oleh warga di Kabupaten Semarang, Kamis (9/4/2020) lalu.
Pada akhirnya jenazah dimakamkan dimakamkan di Bergota.
Diberitakan TribunJateng.com, Dewan Pimpinan Wilayah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPW PPNI) Jawa Tengah kecewa dengan kejadian penolakan pemakaman ini.
Edy Wuryanto, Ketua DPW PPNI Jateng, mengatakan, pihaknya telah bertemu dengan pihak RT dan RW daerah Suwakul, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang.
Seperti diketahui sedianya perawat RSUP Kariadi tersebut akan dimakamkan di Tempat pemakaman umum (TPU) di Suwakul Ungaran.
"Namun menurut mereka ada kepanikan sebab mobil yang datang ke daerahnya banyak sekali. Kepanikan itu yang membuat adanya misinformasi, dan kemudian penolakan," jelasnya ditemui di kantornya, Kabupaten Semarang, Jumat (10/4/2020).
Sebenarnya pihaknya sudah mengkaji ke ranah hukum terkait permasalahan tersebut. Namun dari pihak warga Suwakul Ungaran sudah mendatangi pihak PPNI Jateng.
"Setelah mendengar informasi dari perwakilan warga itu, kemudian kami masih akan mengkaji ulang apakah tetap membawa ini ke ranah hukum. Sebab kami harus hati-hati juga, ini masalah yang sensitif," paparnya.
Meski begitu dirinya ingin kejadian penolakan penguburan jenazah yang terkena wabah corona tidak lagi terjadi di manapun di Indonesia, tak terkecuali di Kabupaten Semarang.
Edy melanjutkan, saat ini perawat, dokter, pekerja medis ialah garda terdepan yang rawan terpapar wabah corona.
"Tenaga kesehatan itu tingkat kerawanannya tinggi sekali. Sebab, kalau di ruang isolasi, mereka harus sadar diri menggunakan alat pelindung diri (APD)," tandasnya.