Harga Minyak Bumi Jatuh, Para Menteri Bidang Energi Negara G-20 Gelar Pertemuan Virtual

Para menteri bidang energi di negara-negara G20 menggelar pertemuan virtual untuk membahas masalah jatuhnya harga minyak.


zoom-inlihat foto
pertemuan-virtual-g20.jpg
SPA / AFP
Para menteri negara bidang energi yang tergabung dalam G20 mengadakan pertemuan virtual guna membahas mengenai jalan keluar atas buntunya kesepakatan pembatasan produksi minyak di dunia.


TRIBUNNEWSWIKI.COM - Para menteri bidang energi negara-negara yang tergabung dalam G-20 menggelar pertemuan virtual pada Jumat (10/4/2020) guna membahas jalan keluar atas buntunya perjanjian pembatasan produksi minyak antara OPEC dan sekutunya.

Kebuntuan tersebut telah menimbulkan keraguan untuk meningkatkan harga minyak yang nilainya merosot akibat pandemi virus corona / Covid-19.

Posisi ini merupakan posisi terendah harga minyak selama hampir dua dekade.

Alhasil, minimnya harga minyak membuat permintaan dan perang harga antara Arab Saudi-Rusia melemah.

Merespons keputusan OPEC melakukan pembatasan produksi, negara non-OPEC, Meksiko menolak kebijakan tersebut.

Baca: Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas)

Kilang Minyak di Irak
Foto ini diambil pada 3 Maret 2016, seorang buruh Irak memutar katup di kilang minyak di bagian yang baru dibuka di kilang minyak Zubair, barat daya Basra di Irak selatan. Ketika harga minyak mentah anjlok, sektor minyak Irak menghadapi ancaman tiga kali lipat pemangkasan pendapatan, berisiko merusak produksi dan dapat menimbulkan masalah bagi ekspor di masa depan. (HAIDAR MOHAMMED ALI / AFP)

Pembicaraan G20 diadakan oleh negara eksportir minyak terbesar, Arab Saudi, di Ibukota Riyadh pada pukul 12 GMT, Jumat (10/4/2020).

Otoritas Arab Saudi memastikan pembicaraan ini akan dapat mencapai kesepakatan dan memastikan 'stabilitas pasar'.

Pertemuan virtual ini juga diharapkan dapat mengunci kesepakatan lebih luas OPEC dengan negara-negara non-OPEC seperti, Meksiko, Amerika Serikat, dan Kanada.

"Saya menantikan pertemuan luar biasa para menteri energi G20 hari ini. Saya berharap pertemuan ini dapat membantu memulihkan stabilitas yang sangat dibutuhkan pasar minyak", kata Fatih Birol, Kepala Badan Energi Internasional (IEA), dilansir AFP, Jumat (10/4/2020).

"Pergerakan tajam yang kita lihat di pasar minyak merugikan ekonomi global saat kita tak mampu membelinya", tambahnya.

Diketahui pembahasan perihal produksi minyak dunia sebelumnya sempat dibahas melalui pembicaraan panjang yang menghasilkan sejumlah hasil, salah satunya adalah memangkas produksi minyak pada Mei dan Juni sebesar 10 juta barel per hari.

Pemangkasan produksi juga dilakukan sebesar 8 juta barel per hari untuk periode sisa tahun ini.

Pemberlakuan perjanjian pemangkasan produksi bergantung pada persetujuan Meksiko, menurut Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak, pada Jumat pagi (10/4/2020), setelah pertemuan.

Diwartakan Bloomberg News, poin utama yang masih mengganjal perjanjian tersebut adalah penolakan Meksiko menandatangani 'pemangkasan produksi' di bawah kesepakatan, yang akan menjadi 400.000 barel per hari.

Nantinya, kesepakatan ini menandai kemungkinan berakhirnya perang harga antara Rusia dan Arab Saudi.

Menurut Bloomberg News, keduanya telah setuju untuk memangkas produksi menjadi sekitar 8.5 juta barel per hari.

Dampak pemangkasan ini terhadap harga belum begitu jelas efeknya lantaran pasar minyak global ditutup pada Jumat (10/4/2020), pada akhir pekan hari raya Paskah.

Baca: Jutaan Kerang Hijau Muncul di Laut Karawang, Diduga Efek Tumpahan Minyak

kilang minyak ANCAP 345
Sebuah foto dari udara diambil pada 7 April 2020. menunjukkan kilang minyak ANCAP di Montevideo, Uruguay (Pablo PORCIUNCULA / AFP)

Seorang analisis perdagangan dari AxiCorp, Stephen Innes menyebut bahwa pengurangan produksi yang 'kurang diharapkan pasar' akan memberi efek terhadap permintaan.

Innes menambahkan bahwa ini semua berkat adanya penguncian wilayah / lockdown atas antisipasi dampak penyebaran Covid-19 di seluruh dunia.

"Kesepakatan yang saat ini diajukan hanya akan mengimbangi tekanan harga minyak, tetapi justru itulah yang harus dilakukan. Namun, 'awan mendung' harga minyak ini akan hilang saat kebijakan lockdown dicabut," terang Stephen Innes.

Senada dengannya, Rystad Energy mengatakan pemangkasan produksi tersebut tidak-lah cukup mengembalikan stabilitas pasar.

"Usulan pemangkasan 10 juta barel per hari oleh OPEC+ untuk bulan Mei dan Juni akan menjaga dunia dengan menguji batas kapasitas penyimpanan dan menyelamatkan harga agar tidak jatuh ke dalam jurang yang dalam, namun itu masih tak akan bisa mengembalikan stabilitas pasar yang diinginkan," kata lembaga penelitian sektor energi tersebut.

Kilang Minyak Ilustrasi 090
Kilang Minyak (Ilustrasi) (Pixabay)

Jatuhnya Industri Minyak

Harga minyak telah merosot sejak awal tahun 2020 akibat pandemi COVID-19.

"Industri kita saat ini sedang mengalami penderitaan, tidak ada yang bisa membendung derita ini," kata Sekretaris Jenderal OPEC, Mohammad Barkindo, menjelang pertemuan seraya mengeluh bahwa banyak perusahaan yang mengalami kebangkrutan dan hilangnya puluhan ribu pekerjaan.

Bersatu menghadapi masalah tersebut, Riyadh dan Moskow telah meningkatkan produksi minyaknya untuk mempertahankan pangsa pasar dan melemahkan Amerika Serikat yang merupakan produsen shale oil.

(Shale oil atau minyak serpih dalam bahasa Indonesia, adalah batuan sedimen berbutir halus yang mengandung kerogen(campuran bahan-bahan kimia organik) yang setelah melalui proses pyrolysis, hydrogenation, atau thermal dissolution, ketiga proses ini menggunakan prinsip pemanasan) berubah menjadi minyak sintetis atau gas)

Meskipun AS tidak tergabung dalam OPEC maupun OPEC+, negara paman sam mendukung pengurangan pasokan untuk menstabilkan harga dan menghidupkan kembali industri kecilnya.

Presiden Amerika Serikat, Donald Trump menyatakan optimis terkait laju kesepakatan tersebut, bahkan ketika pembicaraan tampaknya masih akan menemui jalan buntu.

Baru saja dalam konferensi virtual dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Pemimpin Arab Saudi, Putra Mahkota Mohammed bin Salman, Donald Trump berkata kepada media di Gedung Putih bahwa kesepakatan tersebut telah 'ditutup'.

Shale oil atau minyak serpih telah mengubah Amerika Serikat menjadi produsen top dunia.

Namun demikian, industri ini tidak dapat menahan biaya produksinya yang mahal saat jatuhnya harga minyak bumi.

Kendati negara-negara di dunia yang tergabung dalam OPEC sepakat memangkas produksi, nampaknya itu tidak berlaku bagi AS, setelah berhasil mengekstraksi hampir 13 mbpd pada minggu terakhir bulan Maret.

Angka ini turun menjadi 12,4 mbpd pada minggu lalu.

Pada saat yang sama, kelebihan pasokan global yang telah membebani pasar minyak sebelum krisis virus corona, telah meningkatkan kapasitas penyimpanan minyak hingga batasnya.

Inilah yang kemudian memaksa banyak produsen minyak untuk mengurangi produksi.

Badan Energi Internasional pada Senin (6/4) memperingatkan bahwa dunia akan mengalami penurunan produksi minyak tahunan selama lebih dari satu dekade karena pandemi ini.

Akibat wabah ini, sebagian besar ekonomi global, termasuk sektor-sektor utama seperti transportasi udara, manufaktur, dan ritel mengalami penutupan.

(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Dinar Fitra Maghiszha)





BERITATERKAIT
Ikuti kami di
KOMENTAR

ARTIKEL TERKINI

Artikel POPULER

© 2025 tribunnnewswiki.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved