TRIBUNNEWSWIKI.COM - Negara yang memberlakukan lockdown untuk membatasi penyebaran Covid-19, minimal harus dilakukan selama enam minggu.
Hal itu disampaikan oleh peneliti Amerika Serikat, seperti diberitakan South China Morning Post, Jumat (3/4/2020).
Menurut penelitian yang diterbitkan minggu ini di SSRN, negara-negara yang mengadopsi intervensi agresif mungkin melihat moderasi wabah setelah hampir tiga minggu, kontrol penyebaran setelah satu bulan, dan penahanan setelah 45 hari.
Para peneliti mendefinisikan intervensi agresif sebagai penguncian, meminta warga tingal di rumah, serta pengujian massal dan karantina.
Sementara itu intervensi yang kurang agresif, proses pengendailannya bisa lebih lama.
Baca: Butuh Ribuan Subjek, China Ingin Lakukan Uji Vaksin Covid-19 dengan Libatkan Beberapa Negara
Baca: Rusia Lakukan Uji Vaksin Covid-19 pada Musang dan Primata, Bulan Juni Siap Diuji pada Manusia
"Dengan tidak adanya vaksin, obat, atau pengujian dan karantina besar-besaran, penguncian dan tetap di rumah, harus dilakukan selama berbulan-bulan," catat mereka.
Para peneliti (Gerard Tellis dari Marshall School of Business dari University of Southern California, Ashish Sood dari University of California Riverside, A. Gary Anderson Graduate School of Management, dan Nitish Sood, seorang mahasiswa biologi seluler dan molekuler di Augusta University) mendasarkan temuan mereka pada pemeriksaan 36 negara dan 50 negara bagian AS.
Tellis mengatakan bahwa perbedaan juga dapat bergantung pada "ukuran negara, perbatasan, budaya salaman (membungkuk versus berjabat tangan dan berciuman), suhu, kelembaban, dan garis lintang".
Mereka mengatakan studi mereka mendukung pembatasan agresif, apakah itu penguncian ketat Italia dan California, pengujian besar-besaran dan karantina di Korea Selatan dan Singapura, atau kombinasi keduanya di Cina.
"Singapura dan Korea Selatan mengadopsi jalur uji besar-besaran dan karantina, yang tampaknya menjadi satu-satunya alternatif yang berhasil," tulis Sood.
Mereka mengatakan AS menghadapi tantangan yang unik karena hanya setengah dari negara bagian yang mengadopsi intervensi agresif, dan melakukannya pada waktu yang berbeda-beda.
Pada awal bulan lalu, ketika AS melaporkan sekitar 1.000 kasus virus corona dan puluhan kematian, para pejabat AS mengatakan bahwa risiko infeksi bagi masyarakat Amerika rendah.
Jumlah kasus telah meningkat secara eksponensial selama dua minggu terakhir.
Negara melaporkan 213.372 kasus pada hari Kamis.
Menengok Korea Selatan, Tak Lakukan Lockdown tapi Dipandang Berhasil Tekan Laju Penularan
Dalam hal ini tak semua negara melakukan lockdown, Korea Selatan misalnya.
Meski demikian, Korea Selatan dipandang sebagai satu di antara beberapa negara yang sigap menangani penyebaran virus corona.
Otoritas Korea Selatan melaporkan 600 kasus baru pada 3 Maret 2020.
Namun kemudian angka kasus baru di Korea Selatan mulai menurun, Seperti Diberitakan South China Morning Post.
Otoritas Korsel hanya melaporkan 131 kasus baru, itu pun seminggu kemudian.
Baca: Viral Media Korea Ini Bahas Pocong Jaga Desa di Purworejo untuk Ingatkan Kematian akibat Covid-19
Baca: Jenazah Pasien Covid-19 yang Dimakamkan di TPU Tidak Berbahaya, Achmad Yurianto: Justru Harus Maklum
Pihak berwenang melaporkan hanya 110 korban, pada Jumat.
Pada hari yang sama, jumlah pasien yang sembuh ada 177.
Jumlah pasien sembuh ini pertama kalinya melebihi kasus baru dalam sehari.
Presiden Moon Jae-in, menyatakan harapan bahwa Korea Selatan dapat segera memasuki "fase stabilitas" jika tren itu tetap berlanjut.
Kasus positif di Korea Selatan tidak bisa dibilang sedikit, hingga berita ini ditulis, kasus positif berada di angka 9.887.
Namun negara ini dipandang sebagai negara yang berhasil mengendalikan laju virus, meski menempuh cara yang berbeda dengan China dan negara lain.
Baca: Kronologi Pria Terteletak di Jalan Jakarta Kota Bandung, Tak Ada Warga yang Berani Mendekat
Baca: Ilmuwan AS Klaim Virus Corona Bisa Menjadi Penyakit Musiman: Penting untuk Kembangkan Vaksin
Pemerintah Korea Selatan telah melakukan berbagai koordinasi dan kerja sama dengan berbagai pihak, demi menekan laju penularan Covid-19.
Selain itu, mereka juga membuka transparasi penanganan.
Langkah ini berbeda dengan berbagai negara yang memilih locdown.
Sementara Korea Selatan tidak melakukan lockown, bahkan di Daegu, kota tenggara di pusat wabah negara itu.
Sebaliknya, pihak berwenang telah memfokuskan karantina wajib pada pasien yang terinfeksi dan orang-orang yang telah melakukan kontak dekat.
Upaya itu dilakukan sambil menyarankan masyarakat untuk tetap di dalam rumah, menghindari acara-acara publik, memakai masker, dan mempraktikkan pola hidup yang bersih dan sehat.
Baca: Jalani Isolasi selama 2 Minggu, Andrea Dian Umumkan Hasil Rapid Test Negatif Covid-19
Baca: Pedoman Pengurangan Penularan Covid-19 Menurut Kemenkes RI, Jaga Jarak, Yuk Terapkan Sendiri!
Selain lockdown, banyak negara telah memberlakukan larangan perjalanan.
Berbeda, Seoul telah memperkenalkan "prosedur imigrasi khusus" untuk negara-negara yang sangat terdampak parah seperti Cina, yang mengharuskan para pelancong untuk menjalani pemeriksaan suhu, menyediakan verifikasi informasi kontak dan isi kuesioner kesehatan.
“Lebih dari satu minggu jumlah kasus yang cenderung menurun menunjukkan bahwa pendekatan di Korea Selatan telah membalikkan epidemi,” kata Ian Mackay, seorang ahli virologi di Universitas Queensland, Australia.
“Pendekatan ini tampaknya kurang dramatis dan lebih dapat digunakan oleh negara lain, dibandingkan dengan yang digunakan di Cina daratan. Jika tren ini berlanjut, mereka akan berhasil menghentikan pertumbuhan epidemi mereka.”
(TRIBUNNEWSWIKI.COM/Nur)