TRIBUNNEWSWIKI.COM - Wabah penyakit bisanya diikuti dengan adanya resesi ekonomi.
Yaitu kondisi dimana adanya penurunan yang signifikan terhadap kegiatan perekonomian.
Penurunan tersebut biasanya terjadi dalam jangka waktu tiga bulan atau lebih.
Terlebeih ketikan WHO mengumumkan virus corona menjadi pandemi global.
Artinya dampak persebaran virus corona dialami oleh hampir seluruh negara di dunia.
Tak hanya masalah kesehatan, dampak pandemi yang menjadi kekhawatiran adalah resesi ekonomi.
Baca: Virus Corona (Coronavirus)
Baca: Dampak Sosial Distancing, Jokowi Janjikan Bantuan Ekonomi untuk UMKM dan Pekerja Informal
Kondisi perekonomian negara-negara anggota G-20 pasca-pandemi corona
The Economist memberikan prediksinya pertumbuhan ekonomi untuk semua negara-negara anggota G20.
Hasilnya, wabah virus corona atau Covid-19 diprakirakan akan membuat hampir seluruh negara-negara G20 jatuh ke jurang resesi.
Lebih dari setengah negara-negara yang masuk dalam jajaran G20 diprediksi mengalami pertumbuhan ekonomi negatif.
“Gambaran ekonomi global tampak suram, dengan resesi di hampir setiap ekonomi maju di seluruh dunia," kata Direktur Forecast Global EIU, Agathe Demarais dikutip dari The Economist, Selasa (31/3/2020).
Data The Economist memperlihatkan, hanya 3 negara-negara G20 yang diprediksi masih menunjukkan pertumbuhan ekonomi positif sepanjang 2020.
Meski demikian angka itu tetap menurun dengan prediksi ekonomi global akan terkontraksi sebesar 2,2 persen.
Satu diantara 3 negara yang masih positif adalah Indonesia dengan prediksi pertumbuhan PDB riil pada tahun 2020 berada di angka 1 persen.
Sebelum virus corona menyerang, PDB Indonesia diprediksi tumbuh 5,1 persen.
Dua negara lainnya adalah China dan India.
Pertumbuhan ekonomi China diperkirakan berada di angka 1 persen pada 2020 dari yang sebelumnya 5,9 persen.
Sementara India, PDB pada tahun 2020 berada di angka 2,1 persen dari perkiraan sebelumnya sebesar 6,9 persen.
Demarais menuturkan, pemulihan ekonomi bisa saja terjadi pada semester II tahun 2020.
Namun, tidak ada yang menjamin pertumbuhan akan terkontraksi lebih jauh bila ada gelombang epidemi kedua dan ketiga.
"Risiko penurunan skenario dasar ini sangat tinggi, karena munculnya gelombang epidemi kedua, atau ketiga akan menenggelamkan pertumbuhan lebih lanjut," ujarnya.
Selain itu pada tahap ini, Demarais mengaku sulit pula melihat strategi keluar dari penguncian.
Sehingga ketidakpastian pertumbuhan ekonomi akan tetap tinggi untuk ketiga negara tersebut.
"Akhirnya, kombinasi dari pendapatan fiskal yang lebih rendah, dan pengeluaran publik yang lebih tinggi, akan menempatkan banyak negara di ambang krisis utang," ungkapnya lebih lanjut.
Pertumbuhan negatif G20
Selain ketiga negara di atas, perekonomian AS diprediksi akan berkontraksi sebesar 2,8 persen tahun ini setelah sebelumnya diprediksi tumbuh mencapai 1,7 persen.
Penyebabnya, respon awal AS terhadap pandemik dinilai buruk sehingga memungkinkan Covid-19 menyebar dengan cepat di negara tersebut.
Selain itu, saat risiko ekonomi mulai meningkat, perjanjian minyak mentah antara Arab Saudi dengan Rusia untuk memangkas produksi minyak justru runtuh.
Kondisi tersebut bisa membuat harga minyak dunia jatuh.
Kombinasi epidemi virus corona dan penurunan harga minyak global, membuat investasi akan mengalami kontraksi tajam tahun ini, terutama di sektor energi.
Akhirnya pertumbuhan ekspor akan menurun.
"Ini menempatkan tawaran pemilihan ulang Donald Trump (dalam Pilpres) dalam risiko, karena pengangguran tampaknya akan meningkat tajam," tulis The Economist.
Ekonomi China
Dampak ekonomi karena wabah virus corona lebih dalam dibanding dampak SARS untuk ekonomi China.
Jika asumsi virus corona "tak kambuh" lagi, pertumbuhan PDB riil China bisa berada pada angka 1 persen pada 2020.
Lebih rendah dibanding pertumbuhan ekonomi 2019 yang sebesar 6,1 persen.
Kawasan Eropa
Kawasan Eropa akan menjadi salah satu daerah yang paling terpukul, dengan membukukan resesi setahun penuh sebesar 5,9 persen.
Lebih rinci, pertumbuhan ekonomi Jerman sebesar -6,8 persen, Perancis -5 persen, dan Italia -7 persen.
Di Jerman, sebagian besar sektor manufaktur sangat berorientasi ekspor.
Artinya negara tersebut secara khusus akan terkena gangguan rantai pasokan dan permintaan global yang lemah.
"Akibatnya, pemulihan yang kami harapkan pada paruh kedua tahun 2020 di negara zona euro lainnya akan terwujud jauh lebih lambat di Jerman," ungkapnya.
Amerika Latin
Selain zona Eropa, prospek pertumbuhan juga diprakirakan akan sangat buruk di negara-negara Amerika Latin.
Pertumbuhan negara Argentina akan terkontraksi sebesar -6,7 persen, Brazil -5,5 persen, dan Meksiko -5,4 persen.
Meksiko sendiri sangat bergantung pada tren di AS.
Sehingga bila pertumbuhan PDB di AS menurun, prospek pertumbuhan di Meksiko juga akan tertekan.
Di seluruh kawasan, gangguan bisnis akan menyebabkan investasi asing langsung atau Foreign Direct Investment (FDI) turun tajam.
Hal ini akan sangat merusak wilayah-wilayah yang memiliki tabungan domestik lemah.
Dengan FDI menyumbang 3 persen dari PDB dan 15 persen dari total investasi tetap.
Sementara itu, untuk negara-negara Amerika Selatan, pendekatan musim dingin di belahan bumi selatan meningkatkan prospek epidemi yang sulit dan berkepanjangan.
Baca: Tetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar, Jokowi Minta Pemda Tak Buat Kebijakan Sendiri
Baca: Jokowi Tetapkan Status Darurat Kesehatan Masyarakat, Terapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar
Baca: Ikut KTT G20 Via Online Setelah Makamkan Ibunda, Jokowi: Lawan Covid-19 dan Resesi Ekonomi Global
(TRIBUNNEWSWIKI/Magi, KOMPAS/Fika Nurul Ulya)
Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hampir Seluruh Anggota G20 Diprediksi Resesi, Kecuali RI dan 2 Negara Ini"