TRIBUNNEWSWIKI.COM - Para ahli di berbagai negara melakukan penelitian untuk menguji obat demi melawan virus corona.
Akan tetapi, para ahli lebih memilih untuk menggunakan obat yang sudah ada sebelumnya, dari pada membuat yang baru.
Diberitakan TribunnewsWiki.com dari South China Morning Post, Selasa (24/3/2020), mengembangkan obat baru biasanya memakan waktu bertahun-tahun.
Karenanya, para ilmuwan berlomba melawan waktu untuk menggunakan kembali obat yang sudah ada.
Apa lagi, beberapa obat yang sudah ada memiliki potensi untuk menyembuhkan Covid-19.
Ketika pandemi semakin meluas di seluruh dunia dan jumlah kematian meningkat, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengidentifikasi empat obat yang memiliki peluang bisa sembuhkan Covid-19.
Keempat obat itu antara lain, remdesivir, obat untuk mengobati Ebola; kombinasi dua obat HIV, lopinavir dan ritonavir; juga koktail lopinavir dan ritonavir plus interferon beta; serta obat antimalaria klorokuin.
Baca: Ekonom INDEF: Pangkas Gaji dan Tunjangan Pejabat agar Perekonomian Tak Jatuh Karena Wabah Corona
Baca: Perjuangan Petugas Dinkes Sumut Telusuri Mata Rantai ODP Corona, Sulit Gali Informasi hingga Diancam
Gilead Sciences menyebut remdesivir sebagai obat yang memiliki peluang kuat.
Diketahui ada lima uji klinis besar yang tengah dilakukan untuk meneliti obat ini.
Hasil dari penelitian tersebut bisa diketahui pada April mendatang.
Sementara itu, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS mengatakan obat intravena bisa menghambat replikasi virus.
Tetapi uji klinis akan sangat penting untuk menentukan efektivitas dan keamanan obat tersebut.
Menurut informasi di situs web WHO, percobaan terakhir obat untuk mengobati Ebola menunjukkan kemungkinan keracunan hati.
Baca: Rusia Lakukan Uji Vaksin Covid-19 pada Musang dan Primata, Bulan Juni Siap Diuji pada Manusia
Baca: Dulu Indonesia, Kini Fakta Kasus Virus Corona di Rusia Diragukan oleh Banyak Pakar
“Remidesivir memang memiliki potensi, tetapi masih terlalu dini untuk mengetahui apakah ini akan menjadi pengobatan yang efektif yang dapat digunakan secara luas,” kata virolog Jeremy Rossman, dari Universitas Kent, Inggris, dikutip SCMP.
Kandidat lain, chloroquine, menarik perhatian di Amerika Serikat setelah Presiden Donald Trump dikritik karena membuat klaim berlebihan tentang dua obat antimalaria, hydroxychloroquine dan chloroquine, untuk mengobati Covid-19.
Pada Februari, sebuah kelompok penelitian yang dipimpin oleh Wang Manli dari Akademi Ilmu Pengetahuan China mengatakan mereka telah menemukan bahwa klorokuin berhasil menghentikan replikasi Sars-CoV-2, nama resmi coronavirus yang menyebabkan Covid-19, dalam sel manusia yang dikultur.
Obat itu telah dimasukkan dalam pedoman pengobatan Tiongkok.
Pakar penyakit pernapasan Tiongkok Zhong Nanshan mengatakan obat itu lebih aman karena disetujui untuk mengobati malaria.
Namun, segera setelah komentar publik Trump, Administrasi Makanan dan Obat AS mengatakan obat itu belum disetujui untuk mengobati Covid-19.
Selain itu, mereka mengatakan masih diperlukan lebih banyak tes untuk menentukan keamanan dan efektivitasnya dalam mengobati Covid-19.
Rossman juga punya keraguan tentang chloroquine.