TRIBUNNEWSWIKI.COM - Wabah virus corona yang melanda hampir di seluruh dunia mulai menggoyang kedudukan rupiah.
Diketahui rupiah menjadi mata uang paling babak belur di tengah terpaan wabah COVID-19
Sementara itu beberapa negara justru sudah positif terpapar virus corona seperti Jepang, Singapura, hingga Australia.
Tak habis pikir rupiah tetap lemah di hadapan mata uang negara-negara tersebut.
Menurut data dari Bloomberg, inilah kurs rupiah terhadap beberapa mata uang pada penutupan perdagangan Jumat (28/2/2020).
- EUR/IDR: Rp 15.814,01 per euro. Rupiah melemah 2,96%
- SGD/IDR: Rp 10.286,78 per dolar Singapura. Rupiah melemah 2,16%
- AUD/IDR: Rp 9.368,06 per dolar Australia. Rupiah melemah 1,52%
- CNY/IDR: Rp 2.052,09 per yuan. Rupiah melemah 2,01%
- JPY/IDR: Rp 132,01 per yen Jepang. Rupiah melemah 3,51%
Baca: Ramalan Zodiak Hari Ini Senin 2 Maret 2020, Aries Berambisi, Taurus Perlu Bernapas dari Jadwal Padat
Baca: Perkembangan Terbaru Virus Corona - 2 Maret 2020: Total 42.000 Pasien Sembuh, 3000 Orang Meninggal
Di wilayah Asia, rupiah juga menorehkan kinerja terburuk dalam tujuh hari terakhir.
Berikut pergerakan mata uang Asia terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam sepekan terakhir menurut data Bloomberg:
Mata uang Kurs/dolar AS % sepekan
Yen 107,89 3,33%
Ringgit 4,125 1,59%
Yuan 6,992 0,51%
Dolar Taiwan 30,287 0,37%
Dolar Singapura 1,3932 0,33%
Baht 31,522 0,16%
Dolar Hong Kong 7,7935 -0,08%
Peso 50,978 -0,17%
Won 1.214,73 -0,46%
Rupee 72,175 -0,72%
Rupiah 14.318 -4,06%
Dikutip dari Kontan.id, Analis Monex Investindo Futures Faisyal mengatakan keadaan mengenaskannya rupiah disebabkan dari beberapa faktor.
Dari dalam negeri, ia melihat defisit transaksi berjalan (CAD) yang belum ada perbaikan dan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang stagnan menjadi penyebab.
Selanjurnya, dia juga menyinggung langkah Bank Indonesia (BI) yang dinilai terlambat.
“Saya melihat BI agak telat dan kurang mengantisipasi dengan perkembangan saat ini. Seharusnya sewaktu BI memangkas suku bunga acuan kemarin bisa lebih agresif dan lebih dari 25 basis poin,” terang Faisyal kepada Kontan.co.id.
Dia mengemukakan pendapat jika pemangkasan suku bunga yang lebih agresif bisa membantu menjaga kepercayaan investor di tengah situasi yang penuh ketidakpastian sekarang ini.
Diawali dari wabah virus corona sampai ancaman perlambatan ekonomi dunia.
Sedangkan ekonom Bank Mandiri Reny Eka Putri berpendapat lemahnya mata uang ibu pertiwi terhadap mata uang dunia lebih cenderung karena perpaduan faktor teknikal dan fundamental.
Baca: Jadi Korban Hoax Terinfeksi Corona, Paus Fransiskus Akhirnya Muncul ke Publik: Saya Demam
“Rupiah dibanding mata uang lain itu penguatannya adalah yang paling tajam, awal tahun sempat di level Rp 13.600 kan. Jadi dari teknikal itu karena profit taking, ditambah lagi belakangan dana asing tengah keluar dari market,” jelas Reny.
Reny masih cukup percaya dengan kondisi ekonomi Indonesia saat ini yang dilihatnya masih cukup baik.
Terlihat dari pertumbuhan yang masih di kisaran 5% ketika negara lain kesulitan mencapai angka tersebut.
Dari cadangan devisa yang masih sekitar US$ 130 miliar dan inflasi di kisaran 2%-4% dianggap cukup kuat dan stabil.
Selain itu peringkat utang Indonesia mampu menyabet rating positif dari lembaga pemeringkat internasional.
“Jadi bisa dibilang fundamental ekonomi kita sejauh ini sebenarnya masih aman. Hanya saja, tekanan eksternal memang sangat kuat dan sulit dikontrol,” lanjutnya.
Ditambah lagi, sentimen menjadi faktor utama rentannya pergerakan rupiah.
Reny mengutarakan, saat sentimen tengah kuat, investor akan segera meninggalkan emerging market dan memilih aset safe haven.
“Perpaduan berbagai faktor inilah yang pada akhirnya membuat volatilitas rupiah cukup tinggi dalam beberapa pekan terakhir. Bahkan sepertinya masih akan tetap tinggi pada pekan depan.” tandas Reny.
(Kontan/Hikma Dirgantara)(Tribunnewswiki.com/Kaa)