TRIBUNNEWSWIKI.COM - Sebagian warga Amerika telah diperbolehkan meninggalkan kapal pesiar Diamond Princess setelah dikarantina di Jepang.
Namun, sebagian harus tinggal lebih lama untuk dikarantina tambahan.
Mereka kembali menggunakan pesawat sewaan ke Amerika Serikat.
Jumlah kasus baru yang didiagnosis pada kapal itu melonjak menjadi 335.
Evakuasi dari Diamond Princess dimulai pada hari Senin (17/2/2020) waktu setempat.
Dikutip dari Daily Mail, kapal pesiar Diamond Princess dikarantina 14 hari termasuk kru dan penumpangnya pada awal Februari.
Hal itu dilakukan setelah seorang mantan penumpang dinyatakan positif terkena virus corona.
Baca: Pasien Sembuh Virus Corona Tembus Angka 10.610, China Terus Berjuang Lawan Virus Corona
Sebanyak 46 warga negara Amerika Serikat yang berada di kapal Diamond Princess dites dengan hasil positif
Mereka belum diijinkan naik pesawat carteran untuk kembali ke Amerika Serikat.
Pemerintah Amerika Serikat mengumumkan pada hari Sabtu (15/2/2020) bahwa mereka akan menawarkan kepada 380 orang Amerika yang menjadi penumpang kapal pesiar Diamond Princess.
Mereka diberi pilihan untuk meninggalkan kapal dan terbang pulang dimana mereka tinggal.
Namun harus menunggu dikarantina lebih lama selama 14 hari.
Kementerian pertahanan Jepang mengatakan sekitar 300 dari penumpang kapal pulang dengan bus menuju ke Bandara Haneda Tokyo.
Penumpang yang mengenakan masker kemudian terlihat melambai melalui jendela bus yang terparkir di dekat kapal.
Orang Amerika yang memilih untuk pergi dibawa keluar dari kapal dalam kelompok, melewati kontrol paspor darurat tetapi tidak menjalani pemeriksaan kesehatan.
Seorang penumpang Amerika, Sarah Arana, mengatakan para penumpang naik bus yang dikendarai oleh personel berjas pelindung dari ujung ke ujung.
Mereka diberi tahu bahwa lebih dari selusin kendaraan akan berkendara pada konvoi.
"Saya senang dan siap untuk pergi," kata Arana kepada AFP sebelum meninggalkan kapal.
"Kami membutuhkan karantina yang tepat, bukan ini."
Arana, seorang pekerja sosial medis berusia 52 tahun, mengatakan pemerintah AS seharusnya melakukan intervensi 'lebih awal, pada awalnya'.