TRIBUNNEWSWIKI.COM – Reynhard Sinaga (36), seorang pria asal Indonesia divonis bersalah dalam 159 kasus perkosaan dan serangan seksual terhadap 48 pria di Manchester, Inggris, selama rentang waktu 2,5 tahun dari 1 Januari hingga 2 Juni 2017.
Di antara 159 kasus tersebut terdapat 136 perkosaan, di mana sejumlah korban diperkosa berkali-kali selama 2,5 tahun.
Menurut Kepolisian Manchester Raya, modus operandi yang digunakan Reynhard adalah dengan mengajak korban yang tampak rentan setelah mabuk, atau tersesat di seputar tempat tinggalnya, di kawasan ramai di Manchester, Inggris.
Dilansir oleh Kompas.com, pihak kepolisian mencurigai bahwa Reynhard Sinaga menggunakan obat GHB (gamma hydroxybutyrate) untuk membius korbannya.
Baca: Kejahatan Reynhard Sinaga Terungkap Berkat Pria Ini: Korban Mengaku Digigit saat Berusaha Kabur
Baca: Reynhard Sinaga WNI asal Jambi yang Perkosa 195 Pria di Inggris Dikenal Orang Baik dan Sopan
GHB merupakan obat terlarang kelas C yang berbentuk cairan ataupun bubuk yang tidak berwarna, tidak berbau dan biasanya dilarutkan dalam air.
Dilansir oleh Kompas.com, pakar adiksi dan peneliti obat-obatan terlarang dari Institute of Mental Health Addiction and Neuroscience (IMAN) Jakarta, dr Hari Nugroho, obat GHB telah marak digunakan di Eropa sekitar tahun 1990-an.
“Biasanya digunakan di klub atau tempat hiburan malam,” tutur Hari kepada Kompas.com, Selasa (7/1/2020).
Hari menjelaskan, GHB merupakan zat psikoaktif yang menyerang saraf (neurotransmitter). Efeknya sama seperti ketika orang minum alkohol.
“Efeknya bikin teler, bikin rileks. Kalau digunakan sampai overdosis bisa mengganggu tingkat kesadaran, juga mengganggu pernapasan yang berakibat kematian,” tambahnya.
Secara medis, GHB dulu pernah digunakan sebagai obat narkolepsi.
Namun, terang Hari, saat ini GHB sudah tidak pernah lagi digunakan dalam ranah medis.
Dalam kasus Reynhard Sinaga, Hari menganalisis, pelaku menggunakan GHB agar para korban tidak sadarkan diri.
“Mereka (para korban) sengaja dibikin ovedosis sehingga tidak sadar, dan akhirnya dilakukan pemerkosaan seperti itu,” lanjutnya.
Hari menjelaskan bahwa di Eropa, adalah hal yang cukup biasa GHB digunakan oleh seorang yang gay dalam chemsex (chemical sex) untuk pengalaman seksual.
Antara tahun 2007 hingga 2017, lebih dari 200 kasus kematian dikaitkan dengan obat jenis ini. Bahkan sejak 2014, obat ini disebut sebagai senjata pembunuhan.
Baca: Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Baca: Dennis Foggia
Obat ini biasanya digunakan di pub atau kelab malam.
Hari juga menuturkan bahwa GHB bisa didapatkan lewat farmasi gelap.
Selain GHB, ada juga GBL (gamma-butyrolactone) yang kerap digunakan dalam praktik serupa.
Menurut keterangan hari, GHB dan GBL kerap disebut sebagai rape drugs karena memang digunakan untuk kasus pemerkosaan.
“Praktik yang marak di Eropa, di klub atau tempat hiburan malam, mereka (pelaku pemerkosaan) mengincar seseorang, baik perempuan maupun laki-laki, kemudian memberikan minuman yang telah dicampur GHB atau GBL,” tutur Hari.