Senada dengan pernyataan tersebut, mantan penasihat keamanan nasional, John Bolton -seorang aktivis perubahan rezim di Iran- menggambarkan pembunuhan Soleimani sebagai "rencana lama yang tertunda."
"Kami sudah tahu setiap menit, setiap hari, di mana Soleimani berada selama bertahun-tahun. Tidak pernah ada satu hari pun lima atau enam lembaga intelijen kami yang tidak dapat memberi tahu Anda di mana ia berada," kata seorang pejabat anggota kebijakan luar negeri AS.
Yang menjadi salah satu poin pembicaraan Qasem, menurut pejabat tersebut, adalah, "Orang-orang Amerika dapat menemukanku di mana saja kapanpun, namun mereka tidak berani melukaiku"
Perhitungan 'sesat' itulah yang kemudian dibuktikan beberapa jam sebelum pergantian tanggal 3 Januari di Irak di mana Soleimani sedang mendarat di tengah ketegangan antara AS dan faksi Iran-sekutu.
"Dia (Soleimani) tiba di bandara dan kami punya peluang target, dan berdasarkan arahan presiden, kami mengambilnya, " kata pejabat senior pertahanan tersebut.
Analisa Intelijen
Para pejabat AS sebelumnya juga telah menerima "analisa dari para intelijennya dalam proses pengambilan keputusan," kata Sekretaris Negara, Mike Pompeo.
Briefing pejabat AS yang dilakukan pada Jumat (3/1) menyebut bahwa sistem 'kecerdasan luar biasa' AS mendeteksi sebuah rencana untuk menyerang orang-orang Amerika di Irak, Suriah, dan Lebanon.
Dengan membunuh Soleimani, maka AS dapat mengganggu sekaligus membatalkan rencana tersebut.
Konfirmasi AS Bunuh Qasem Soleimani
Departemen Pertahanan Amerika Serikat (AS) mengeluarkan rilis resmi pernyataan penyerangan terhadap pemimpin Pasukan Pengawal Revolusi Islam / Islamic Revolutionary Guard Corps-Quds Force.
Atas perintah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, Departemen Pertahanan Amerika Serikat mengeluarkan pernyataan resmi membunuh Qasem Soleimani, perwira militer senior Iran yang juga menjabat Kepala Islamic Revolutionary Guard Corps-Quds Force.
Islamic Revolutionary Guard Corps-Quds Force disebut sebagai organisasi teroris luar negeri, dalam rilis yang dikeluarkan oleh Departemen Pertahanan, melalui situs defense.gov (2/1/2020).
Kebijakan membunuh Qasem Soleimani merupakan bagian dari strategi defensif pemerintah Amerika Serikat untuk melindungi personilnya di luar negeri.
Menurut rilis Departemen Pertahanan AS, Jenderal Soleimani secara aktif mengembangkan rencana untuk menyerang para diplomat Amerika dan para anggota lainnya di Irak dan sejumlah kawasan.
Kebijakan 'membunuh' Jenderal Qasem Soleimani hadir lantaran pimpinan besar Iran bersama Pasukan Qudsnya bertanggungjawab atas kematian ratusan orang Amerika dan sejumlah anggota lain.
Qasem Soleimani dianggap telah mengatur serangan terhadap pangkalan koalisi di Irak selama beberapa bulan terakhir.
Satu di antaranya adalah serangan pada 27 Desember 2019 yang berujung adanya korban tewas dan terluka dari pihak Amerika dan Irak.
Jenderal Qasem Soleimani disebut menyetujui agenda serangan terhadap Kedutaan Besar Amerika Serikat di Baghdad yang terjadi pada minggu ini.
Serangan yang terjadi di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Irak minggu ini disebut bertujuan menghalangi rencana serangan Iran selanjutnya.